抖阴社区

1. Pelajaran untuk orang keras kepala

738 46 1
                                        

TINGGALIN JEJAK GUYS😁
Update lagi besok yaa!
Makasih untuk kalian yang udah
Nyenpatin baca cerita ini.

HAPPY READING!
Semoga kalian suka❤

***

"Lo tau? Kan' Mama Adel temen arisan Mama gue. Terakhir kali Adel ikutan waktu adik laki-laki gue duduk di sofa. Tapi setelah itu Adel udah gak pernah nongol di rumah gue, Njir. Dia pulang sendiri, mukanya merah, kayak parno banget.. Aneh gak sih? Kayak takut banget sama Adik gue gitu."

"Gue denger-denger. Adel juga sering ke psikiater-"

"Eh! Gangguan jiwa kali? Lo liat kan? Semenjak dia masuk lagi setelah setahun ngilang, dia berubah banget. Mukanya gak ada cerah-cerahnya, cerianya ngilang. Sekarang lo liat? Judes banget, mana mukanya pucet kayak mayat hidup."

Raffa menutup telinganya dengan lengan, menenggelamkan kepalanya disana. Pusing dengan bacotan cewek-cewek di pagi buta. Lelaki itu mengantuk berat, tidak sanggup jika tidak tidur walaupun hanya belasan menit. Tadi malam adalah malam yang panjang, membuatnya tak bisa menutup mata saking beratnya cobaan hidup.

"Masa sih? Terus sekolah kita nerima orang yang sakit jiwa gitu? Ih, ngeri!" Ketryn, salah satu cewek tercantik dengan banyak antek-antek di kelas 11 IPS 2 itu bergidik.

Membuat satu temannya mengangguk mengiyakan, "Kemarin juga gue liat dia lari-larian di jalanan! Padahal di belakang gak ada apa-apa!" Tawa Aura meledak, membuat Ketryn dan satu temannya geleng-geleng kepala.

"Lagian, ya.. Adel itu-"

Bruk!

Ketiganya terlonjak, begitupun Raffa yang sama terkejutnya karena suara tersebut. Lelaki itu mengangkat kepala, hendak memarahi si pembuat gaduh hingga membuatnya terbangun kembali, padahal matanya baru saja terpejam.

Namun urung saat melihat tas coklat yang isinya dia yakini berisi tumpukan buku paket yang berat tergeletak mengenaskan di lantai. Lalu matanya naik menatap pemiliknya. Mata tajamnya, helaan nafasnya yang teratur dan tenang, juga dengan headset yang berada di telinga.

Raffa menelan ludah. Pokoknya jangan pernah main-main dengan Gadis itu, Agatha Adeline.

"Adel? S-sejak kapan lo disitu?" Aura seketika kicep. Bisa diyakini Gadis mungil dengan rambut sebahu itu tremor setengah mati.

"Minimal sopan." Imbuhan Adel terdengar, suaranya berat masuk telinga. Namun tak membuat ketryn takut. Langkah Gadis itu maju.

"Apa?" Tanya Ketryn tak paham dari tempatnya duduk.

Adel membuka headset di telinga kiri, menyampirkan rambut lurusnya. "Hal yang di ajarkan di sekolah, di rumah, di lingkungan, itu mencakup sopan santun, baik berbicara dengan guru, teman, bahkan orang yang gak di kenal, sopan santun itu harus ada."

"Ya terus?" Raffa memperhatikan hal menarik di depannya. Apalagi nada bicara Ketryn terdengar menantang. Sedangkan dua temannya di belakang sudah ciut, tidak bersuara.

"Sekarang gue tanya. Apa lo bertiga udah nerapin itu selama ini?" Adel menatap lurus mereka satu persatu, tidak ada ekspresi berarti.

"Lo ngehina kita?" Aduh, sepertinya Ketryn siap mengibarkan bendera perang.

Sudut bibir Adel naik. Terpancing untuk segera mengeluarkan kalimat pedas.

"Bukan ngehina," Tatapan dingin Adel menginterupsi Ketryn, suasana berubah mencekam. Sekali itu.. Primadona 11 IPS 2 itu menelan ludah.

"Tapi gue ngomong berdasarkan fakta. Di lihat dari kalian bicarain orang dari belakang aja, udah kelihatan gak punya sopan-santun ataupun etika. Ck, bahkan anak TK aja ngerti gimana caranya ngehargain teman sekelas." Ucapnya tanpa jeda. Berbalik, mengambil tas. Lalu berjalan di bangku nya yang berada di depan. Menyimpan tasnya lalu kembali menyetel lagu di ponselnya yang terhubung di headset.

Adel tak menghiraukan gerutuan Ketryn yang berapi-api. Baginya mereka adalah kotoran pengganggu yang mengotori senin paginya.

Raffa tak bersuara. Pun, dia tidak ambil pusing dengan itu. Hal itu sudah sering terjadi. Tapi pagi ini, entah kenapa Lelaki itu sedikit tertarik. Menatap punggung tegak perempuan berambut lurus tersebut beberapa menit. Senyumnya timbul.

***

"Soraya Ketryn, Nur Fadila, Raffa pranemaja, Agatha Adeline, Muhamad Firmansyah. Kalian masuk di kelompok 3." Guru Seni Budaya tersebut mengatur bukunya di atas meja. Bersiap keluar. "Sekian pelajaran kita hari ini, ibu akhiri-"

"Maaf, Bu." Satu kelas menoleh ke arah seorang Gadis berambut lurus yang duduk di bangku paling depan. Tangannya teracung, hendak bertanya, membuat seluruh atensi tersebut mengeluarkan decakam malas. Dia lagi.

"Ya, Adel?"

"Kelompok tiga.. Apa boleh di ubah agar menjadi perempuan semua? Maksud saya-"

Ibu itu tersenyum, menggeleng. Memotong kalimat Adel. "Maaf, Adel. Kali ini tidak bisa. Tugas kalian membuat kerajinan dari bahan berat, kelompok kalian membutuhkan laki-laki. Baik, ibu akhiri saja, Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh."

Adel menunduk. Mengatur buku dengan pikiran berkelana. Tangannya terkepal. Tidak memperhatikan jika dari tadi, Ketryn sudah berdiri di depannya dengan bersedekap dada.

"Lo ketua kelompok nya."

Adel lupa kalau dia satu kelompok dengan Gadis primadona itu.

"Gue gak ikut." Balasan Adel cukup membuat Ketryn terbelalak, begitupun mereka yang masih berada didalam kelas. Menatap keduanya tertarik.

"Lo? Itu namanya lari dari tanggung jawab!"

"Kok gitu, Del? Kelompok kita nanti kurang!" Ketus Firman, salah satu anggota kelompok tiga yang duduk sambil memegang ponselnya, siap bermain mainan online.

"Gue ikut kalau Laki-laki di kelompok kita pindah." Adel justru mengedikkan bahu, tak peduli.

"Lo sadar gak sih! Kalau lo itu terlalu egois?!" Ketryn meledak. Menggebrak meja Adel.

Namun Gadis itu justru bersikap acuh. Bersiap berdiri.

Mereka memang sudah terbiasa dengan sikap keras kepala Adel, merasa selalu di utamakan. Yang dia pikirkan hanya bagaimana dia bisa bebas. Dan kemauannya terpenuhi. Menyingkirkan semuanya yang di anggap sampah, Adel jagonya.

Kelas mereka ricuh, gaduh karena Gadis dengan netra tajam itu tetap bersikukuh tidak ingin ikut. "Ketryn, Stop." Suara Lelaki di ujung meja terdengar. Suara basnya membuat suasana tegang berangsur surut. Atensi teralih, begitupun dengan Adel yang sama tak menyangkanya.

"Lo pengecut, Del." Ucapan pertama Raffa, langsung ke inti karena kepalanya penuh dengan beban yang selama ini dia tampung sendiri. Jika dia diam saja, dan hanya meledakkan isi pikirannya di dalam sana. Rasanya sama sekali tidak impas.

Karena jengkel setengah mati, dan kegaduhan kelompok mereka yang satu ini.. Yang lagi-lagi, membuat mereka sebagai Lelaki harus mengalah karena seorang Agatha Adeline, Raffa merasa sangat sangat muak.

Sekali-kali, Perempuan ini harus di beri pelajaran.

***

Evanescent (END) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang