"Kakak..!"
"Apa sih Jay.."
"Kakak suka dan kalau ngegambar orang bagus. Kenapa kakak gak jadi pelukis aja?"
"Ini cuman hobi, Jay.."
"Gambar kakak aku jual ya?"
"Mau jual kemana? Nanti malah diketawain gimana?"
"Mereka gak akan ketawain gambar kakak, gambar kakak tuh bagus pake banget, apalagi kalau gambar orang. Mirip banget!"
Edelia melanjutkan memberi cat pada ombak di lukisannya.
"Tapi nanti kalau ada request kakak mau gambarin kan?"
"Iyahh Jay tapi gak usah minta bayaran gapapa yah, kakak belum mahir."
"Urusan itu gampang, yang penting ada yang lihat gambar kakak. Jangan cuman dipajang di kamar kakak aja."
Jay menatap lukisan ombak dan perahu di tengahnya. Ia kemudian tersenyum miris secara tiba-tiba.
"Baru sekarang aku mengerti apa arti lukisan ini. Perahu ini terlihat seperti gue dan kakak gue."
"Lubang ini? Kenapa ada lubang? Nanti tenggelam dong?" Teman Jay yang ikut membantu membereskan barang-barang Jay tak sengaja menemukan lukisan yang dibuat Edelia di dekat rak buku kecil.
"Yah yang seperti loe tahu, kakak gue didewasakan oleh keadaan. Dia mengetahui setiap hutang yang dibuat oleh ibu gue, mungkin lubang itu kalau ditutup dengan cepat kita tidak mudah tenggelam. Tapi..."
"Tapi kakak dan gue, bahkan sepertinya kakak gue sendirian masih mencoba menutup lubang itu."
"Setiap keluarga ada masalahnya, loe dan kakak loe adalah orang hebat yang sampai sekarang bisa bertahan. Apa lagi nih yang mau diangkut ke mobil gue?"
***
Edelia duduk di sebuah kursi di taman gedung, nampak beberapa orang disana sedang menyegarkan pikiran. Ada juga yang sedang mengerjakan pekerjaan sambil membawa laptopnya.
Tatapan Edelia ke arah gedung-gedung disana. Ia menatap kosong seolah tak mengerti kenapa hatinya tiba-tiba merasa sedih. Beberapakali Ia sudah mencoba menarik dan menghembuskan napasnya untuk mengusir perasaan tidak jelas ini namun rasanya tidak berhasil.
Seorang anak kecil tiba-tiba terjatuh di depannya membuat Edelia terbangun dari lamunannya.
"Awww..."
"Eh adik?? Kenapa? Ayo bangun." Edelia mendekati anak laki-laki tersebut dan mendudukan di kursi.
"Kamu tidak apa-apa?"
Anak kecil itu hanya terdiam.
"Kamu kuat kok, sedikit sakit ya?"
"Iya.."
Edelia meniup dengkul anak laki-laki itu dan mengusapnya pelan.
"Sudah, rasa sakitnya sudah hilang."
"Terima kasih." Ucap anak kecil itu malu-malu.
"Dimana orang tua mu?"
"Kenzio.."
"Kenzioo?? Kamu dimana?"
Edelial langsung menoleh ke sumber suara.
"Apakah itu papa mu?"
"Bukan, itu kakek ku."
Edelia segera berdiri dan melambaikan tangan.
Seorang pria itu langsung melangkah ke arah Edelia.

KAMU SEDANG MEMBACA
45 DAYS WITH BENEFIT
General FictionEdelia wanita yang hanya memperdulikan tiga hal. Dirinya, adiknya dan pekerjaan tak ada terbesit untuk mengurus yang lain, mengurus ketiga hal itu saja sudah cukup sulit. Tiba-tiba dunia bercanda padanya dengan mendatangkan seorang pria yang ingin b...