Yeonjun menghela napas menatap tasnya yang tergeletak tidak jauh darinya. Menepuk celananya pelan, membersihkan dari tanah yang menempel. Yeonjun meringis saat meraih tasnya. Rupanya telapak tangannya lecet. Yeonjun ingat, tadi saat di dorong, dia bertumpu pada telapak tangannya. Perutnya juga terasa nyeri akibat di tendang.
Yeonjun sedang bekerja, lalu Juyeon dan teman-temannya datang. Membuat keributan saat mengetahui Yeonjun bekerja paruh waktu disana. Paman Ryujin yang notabenenya pemilik warnet pun mengusir mereka, termasuk Yeonjun.
Yeonjun tidak bisa menyalahkan pamannya Ryujin karena secara tidak langsung itu juga salahnya. Dipecat pun Yeonjun tidak apa-apa. Karena akhir-akhir ini tubuhnya juga terasa tidak enak. Seperti sudah meronta minta istirahat.
Dan disinilah Yeonjun berakhir. Gedung bekas pabrik. Mereka menyeret Yeonjun kesana. Jaraknya memang tidak jauh dari warnet tempat dia bekerja. Sudah lama terbengkalai dan jalanan depannya pun jarang dilintasi orang.
Yeonjun berjalan pelan keluar area pabrik. Menahan sakit pada tubuhnya. Saat sampai di ujung gang Yeonjun menghentikan langkahnya. Menatap muak orang yang berdiri menatapnya.
"Ini, segera obati sebelum lebamnya makin parah." Orang itu menyodorkan kantong plastik kecil berisi salep luka.
Yeonjun berdecih.
"Yeonjun, aku mohon terima ini."
"Dengar ini Lee Heeseung."
"Jangan lewati batasmu. Kita hanya orang asing yang kebetulan berpapasan."Heeseung terdiam menggenggam erat plastik di tangannya.
"Jangan menatapku seolah kamu paling tersakiti disini. Seperti katamu, jika kita bertemu esok hari, anggap semuanya tidak pernah terjadi. Begitukan? Aku masih mengingatnya dengan jelas."
Yeonjun menarik napasnya yang mulai memberat. "Ini terakhir kalinya aku memohon padamu. Tolong jangan melihat ke arahku lagi, jangan berbicara padaku. Jangan menolongku apapun yang terjadi. Tolong menjauh dari hidupku, seperti yang kamu lakukan sebelumnya."
"Maaf–"
"Jangan. Aku tidak butuh. Aku sudah memberimu banyak waktu untuk itu tapi kamu abaikan. Aku menunggu Heeseung. Tapi ternyata, semua waktu yang kita miliki tidak pernah berarti apapun untukmu."
Heeseung menggelengkan kepalanya. Menatap Yeonjun berkaca-kaca. Tidak beda jauh dengan keadaan Yeonjun sendiri. Yeonjun sudah menahan air matanya dengan sekuat tenaga. Tetapi sesak di dadanya menjadi pendorong air matanya untuk luruh.
Yeonjun dan Heeseung adalah teman. Dulu. Sebelum satu peristiwa, membuat hubungan mereka hancur. Pertemanan yang sudah mereka jalin sejak sekolah menengah pertama itu, harus kandas dengan cara yang menyakitkan.
Yeonjun cukup terkenal sebagai salah satu siswa berprestasi di sekolahnya. Dia masuk ke sekolah ini juga berkat beasiswa yang Yeonjun dapatkan.
Saat itu, ujian tengah semester akan dilangsungkan. Yeonjun tentu saja menjadi salah satu dari sekian banyak siswa yang berambisi untuk mendapatkan nilai yang memuaskan.
Heeseung yang merasa dirinya kurang, selalu berusaha sebaik mungkin. Tidur larut pun dia lakukan untuk menambah waktu belajarnya. Tapi dia merasa, sekuat apapun usahanya, sekeras apapun dia belajar. Nilainya tidak pernah bisa memuaskan hatinya.
Kadang Heeseung iri dengan Yeonjun. Tanpa harus belajar hingga larut malam, dia bisa mendapatkan nilai tinggi di kelasnya.
Sehari sebelum ujian, sekolah dibuat gempar dengan pencurian soal. Salah satu guru melapor bahwa soal yang sudah dia siapkan hilang. Kepala sekolah memutuskan untuk melihat cctv di ruang guru.

KAMU SEDANG MEMBACA
Reason | Soobjun
FanfictionYeonjun hanya ingin lulus dan hidup tenang. Tapi, semesta seolah tidak merestuinya. Yeonjun bertemu dengan pria aneh yang mengaku adik dari bosnya. Pertemuan mereka membawa Yeonjun masuk dalam lingkaran kisah yang tidak pernah ia bayangkan sebelumny...