Vanezero mendaratkan kecupan lembut di puncak hidung Sabrina. "Mulai malam ini kita tidur sekamar, ya? Boleh, kan?"
***
Kewarasan Sabrina terkikis habis ketika ia terlempar ke dalam dunia novel berjudul "The Dark" dan menempati raga istri dari sepup...
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
"Ayah pulang." Dengan wajah lelah, seorang lelaki berusia empat puluhan memasuki rumah. Ia harus pulang terlambat akibat insiden menyebalkan di kereta api. Beruntung ia akhirnya dapat bebas. Ya, ia hanya perlu memberikan sejumlah uang, dan manusia-manusia budak rupiah itu dengan cepat membebaskannya.
Semudah itu.
"Sayang?" panggilnya. Biasanya anaknya akan berlari menyambut kedatangannya. Tumben anak dan istrinya tidak terlihat.
"Sayang? Misa?"
Kakinya melangkah cepat memasuki rumah. "Saya-ha!" Langkahnya mendadak terhenti saat melihat anak dan istrinya tergeletak di bawah tangga. "Sayang! Misa!"
Panik langsung menderanya hingga ia melempar asal tas kerjanya dan berlari menuju anak dan istrinya. Belum sampai beberapa langkah, ia hampir terjungkal saat suara tembakan menggema di keheningan malam.
Dor!
Lampu besar di ruangan tersebut langsung pecah. Jatuh berserak tak karuan. Beberapa detik kemudian langkah kaki teratur terdengar mendekat.
Pelan sekali.
Semakin dekat, semakin lelaki itu ingin melarikan diri. Namun, kakinya seolah memaku, untuk bergerak pun tak berdaya.
Ia menahan napas saat sang pemilik langkah menampakkan diri. Berpakaian serba hitam, berkulit pucat, dan bermata merah.
Dia ... manusia?
Ketakutan langsung merayap ke seluruh tubuhnya. Ia bahkan lupa dengan anak dan istrinya. Satu hal yang ia pikirkan. Lari.
Kakinya terseret berjalan menuju pintu. Sosok mengerikan itu semakin mendekat, tangannya kembali terangkat.
Dor!
"Akh!" Lelaki itu langsung ambruk dengan kaki bersimbah darah. Namun, ia tak menyerah begitu saja. Dibanding rasa sakit, ketakutannya lebih besar. Ia kembali berusaha berlari, walau tertatih.
Dor!
Bunyi tembakan itu seakan membuat jantungnya berhenti. Namun, ia tak merasakan apa pun selain kaki kanannya yang terluka.
Riak wajah Vanezero semakin datar. Langkah kaki panjangnya terayun teratur, sama sekali tak berusaha mengejar mangsa yang semakin berlari ketakutan. Akan ia berikan ruang, hingga mangsanya merasa ia bisa melarikan diri. Kemudian saat ia memiliki harapan untuk hidup, Vanezero akan merenggut nyawanya.
Saat berhasil keluar rumah, dengan tergesa-gesa lelaki berpakaian hijau itu memasuki mobilnya.
Tangan gemetarnya membuka kunci. Tidak bisa hidup. Sial!
Bagaimana caranya melarikan diri? Sedangkan Vanezero telah terlihat melangkah menuju mobilnya.