? Cerita ini adalah versi baru dari HIM yang sempat dihapus. Alur tetap, dengan beberapa penyesuaian pada nama dan karakter.
Bertemu dan berinteraksi secara langsung dengan member Byulae adalah impian semua Dalbit. Dan Arin, berhasil mendapatkan k...
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Setelah membersihkan diri dan menata barang-barang bawaannya, Arin duduk di atas tempat tidur kamar yang disediakan tim Byulae. Kamarnya nyaman, dindingnya bercat lembut dengan aroma lavender yang samar.
Tapi entah kenapa hati Arin tetap gelisah. Ia meraih ponselnya, mencari kontak "Ibu" dan menekan tombol panggil.
Suara berdering hanya sebentar sebelum akhirnya tersambung.
“Halo, Arin? Gimana di sana?” suara ibunya terdengar dari seberang.
Arin menarik napas dalam, lalu berkata pelan, “Ibu, serius ya? Nggak apa-apa aku ikut mereka?”
Ibunya tertawa kecil di seberang. “Ya ngga apa apa dong sayang. Rejeki kamu loh, itu. Masa mau ditolak,” jawabnya dengan nada meyakinkan.
Arin menggigit bibir bawahnya. Ada rasa ragu yang masih menggelayut di dada. “Tapi…” ucapnya lirih.
“Kenapa, sayang?” tanya ibunya dengan nada lembut.
Arin menghembuskan napas. Ia menatap langit-langit kamar yang asing tapi nyaman itu. “Kalau begini caranya… aku bisa beneran jatuh cinta sama Juwon, Bu,” balasnya dengan suara berbisik diselingi kekehan kecil.
Terdengar tawa lembut dari seberang. “Emangnya kenapa kalau itu beneran terjadi? Nggak apa-apa, kan?”
“Bu… temboknya tinggi banget, Bu…”
Ibunya terdiam sesaat, lalu menjawab dengan nada tenang dan penuh pengertian, “Ibu tau kamu sebenernya paham situasinya. Yang penting hati kamu kuat aja, apa pun tantangannya pasti bisa kamu lalui dengan baik.”
Arin mendengarkan diam-diam, matanya mulai memanas. Sejujurnya ia tidak menganggap serius kalimat 'bisa jatuh cinta beneran sama Juwon' yang diucapkannya tadi. Ia hanya merasa masih terharu, tidak menyangka kalau ia bisa sedekat ini dengan idolnya. Tapi entah mengapa obrolannya dengan sang ibu terasa seperti sesuatu yang memang seharusnya dibicarakan.
“Ingat ya Rin...” lanjut ibunya, “Cinta bukan cuma soal perbedaan. Tapi tentang kesetiaan, pengertian, dan saling menghormati. Kalau kamu memilih untuk jatuh cinta, yang penting hubungan itu sehat dan saling mendukung.”
Arin mengangguk pelan, walau tahu ibunya tak bisa melihatnya. Tapi ia tahu, ibunya selalu bisa membaca perasaan hanya dari suara.
“Tetap pegang nilai-nilai yang kau yakini, dan percaya… akan selalu ada jalan di setiap langkah kita.”
Air mata Arin jatuh. Ia tersenyum kecil. “Bismillah, Bu…” gumamnya pelan.
“Ibu sama Ayah percaya sama kamu. Makanya kami ngizinin kamu ikut Manager Kim dan Byulae. Di sana, kamu harus jaga diri. Jangan sia-siain juga kepercayaan orang-orang yang udah yakin sama kamu.”
“Iya, Bu. InsyaAllah…” jawab Arin, berusaha meyakinkan dirinya sendiri.
“Jangan lupa,” lanjut ibunya, “percaya, kalau apapun yang terjadi itu karena hanya kita yang sanggup melewatinya. Oke?”
“Iya, Bu. Bismillah. Arin siap.”
Suara di seberang terdengar semakin lembut. “Kalau begitu, kamu istirahat ya. Besok pasti udah mulai sibuk.”
Arin tersenyum walau suaranya masih gemetar. “Tapi Bu… jangan bilang-bilang soal ini ke siapa-siapa dulu ya…”
Arin menatap layar ponselnya yang kembali gelap setelah sambungan terputus. Hatinya mulai terasa lebih ringan. Ia memeluk bantal dengan senyum tipis, lalu berbisik, “Aku bisa kan?”
Setelah beberapa saat, Arin langsung merebahkan tubuhnya di atas kasur. Tatapannya menembus langit-langit kamar yang putih dan kosong. Tidak ada suara lain selain detik jam digital di meja kecil di sebelah tempat tidurnya.
Entah mengapa, Arin ditempatkan di kamar seorang diri. Tidak seperti staf lain yang terlihat berpasang-pasangan saat ia datang tadi. Apa karena ia orang baru? Atau... tidak ada yang ingin sekamar dengannya?
Pikiran-pikiran itu terus berputar, membuat matanya sulit terpejam.
"Huft..." Arin mendesah pelan. Ia bangkit dari kasur dan menatap pintu kamarnya. Daripada menduga-duga, lebih baik bertanya langsung. Mungkin ada staf yang masih terjaga, atau jika memungkinkan, ia akan langsung mencari Manager Kim.
Namun, belum sempat ia menyentuh gagang pintu, suara ketukan terdengar dari luar.
Tok tok tok.
Arin tersentak kecil, lalu segera membukanya. Di balik pintu, berdiri seorang perempuan berambut pendek rapi, mengenakan hoodie santai.
"Oh, Song Mi-Ssi," seru Arin lega, matanya langsung menangkap selimut yang dibawa wanita itu.
"Kebetulan sekali," lanjutnya sambil mengambil selimut dari tangan Song Mi.
"Panggil eonni saja. Ada apa, Arin?" tanya Song Mi dengan senyum ramah.
"Aku ingin bertanya... boleh, eonni?"
"Tentu saja boleh."
Arin menunduk sebentar sebelum akhirnya memberanikan diri, "Maaf sebelumnya, tapi kenapa aku tidak sekamar dengan staf yang lain?"
Song Mi terkekeh pelan, "Kau takut tidur sendirian?"
Arin cepat-cepat menggeleng, "Bukan, eonni. Aku cuma penasaran. Apa mungkin karena aku anggota baru?"
Song Mi tampak memikirkan jawabannya sejenak, lalu mengangguk pelan. "Mungkin karena kau sebenarnya tamu, bukan benar-benar staf seperti yang dibilang Manager Kim."
"Tamu?" ulang Arin heran.
"Iya," jawab Song Mi. "Biasanya kalau kekurangan staf, Manager Kim yang akan cari sendiri atau minta bantuan dari kami. Tapi kau beda, kau datang bukan karena kami butuh, tapi karena... ya, karena seseorang menginginkan kau di sini."
Arin terdiam. Ia tidak sepenuhnya mengerti, tapi kalimat itu cukup untuk menenangkan pikirannya yang sempat dihantui rasa tidak diterima.
"Ada lagi yang ingin kau tanyakan?" tanya Song Mi lagi.
Arin menggeleng pelan. "Kalau begitu, aku pamit, ya. Kalau kau butuh sesuatu, kamarku tepat di sebelah. Jangan sungkan."
"Baik, eonni. Terima kasih banyak."
Setelah Song Mi pergi dan pintu kembali tertutup, Arin hanya duduk di pinggiran kasurnya. Selimut pemberian Song Mi diletakkan di pangkuan. Ia mendesah sekali lagi. "Masih nggak bisa tidur..." lirihnya.
Hening.
Arin kembali berdiri, berjalan ke arah pintu. Kali ini perlahan, mencoba tidak membuat suara. Ia membuka pintu sedikit, lalu melongok ke luar.
Sepi.
Sepertinya semua sudah kembali ke kamar masing-masing.
Arin menarik napas lega. Tapi saat ia membuka pintu sedikit lebih lebar...
DOR!
"Seungyeon-ah?! Ups!"
💎💎💎
Terimakasih sudah membaca 💕🤗
Jangan lupa follow, comment dan klik gambar 🌟 dibawah ya 😉