"Untuk merayakan roket kalian yang sukses, makanlah! Biar aku yang mentraktir kalian!" Seru Pria paruh baya dengan kumis tipis itu. Kini [Name], Senku, dan Byakuya sedang berada di toko ramen langganan mereka.
"Terimakasih, Byakuya-san!" Seru [Name] antusias begitu mereka duduk di salah satu meja restoran itu.
"Roket itu meledak juga pada akhirnya." Ujar Senku mengangkat kedua bahunya cuek. Manik merah krimsonnya menatap malas ke arah gadis 13 tahun itu juga ayahnya yang tak pernah berlaku dewasa.
"Dasar sialan, setidaknya dia mencapai luar angkasa!" Gadis itu meraih rambut pemuda sebayanya kemudian menariknya pelan, menurun agar lebih dekat ke arah wajah
"Kau harus lebih bersemangat! Byakuya-san sudah bersemangat loh."
Gadis itu melepaskan rambut Senku dari genggamannya. Rasanya sangat lucu sekali jika melihat wajah kesal pemuda itu."Betul! Betul!" Pria paruh baya itu memasang wajah sedih sembari mengusap air mata di sudut matanya dramatis. "Andai saja anakku sehangat dirimu, [Name]-chan~" Keluhnya.
"Kalau aku menjadi anakmu, aku akan menyayangimu sepenuh hati tanpa bersifat tsundere, Byakuya-san." Gadis cantik itu menepuk-nepuk punggung pria di sebelah kirinya. Senku hanya menghela nafas panjang dari sisi kanan gadis itu.
"Drama."
"Bagaimana jika kau menikah saja dengan Senku-"
"Ohok ohok!" Gadis itu menepuk-nepuk dadanya perlahan. Dia tersedak begitu mendengar penuturan dari ayah temannya. Begitu batuknya reda, dia melirik ke samping kanannya lalu menatap Byakuya kembali
"Aku tidak berniat menikah dengan orang aseksual." [Name] mengangkat kedua bahunya.
"Iya juga... Aku akan berdosa jika membuatmu menikahi pria sepertinya." Byakuya ikut mengangkat kedua bahunya.
"Kau tidak ada bedanya, sinting." Senku menyikut pinggang gadis yang duduk di sampingnya itu. Mata merah tua miliknya menatapi [Name] yang tertawa pelan.
"Mana ada."
================================
"Kau tidak tidur dan malah memanjat ke atas atap? Bagaimana jika kau jatuh tengah malam seperti ini?" Suara yang terasa sangat akrab melantun memasuki indra pendengarannya. Pemuda itu perlahan memanjati atap gudang milik Chrome.
Sinar bulan ternyata begitu cerah dan dapat dikatakan cukup untuk menerangi penglihatan di malam hari. Bintang-bintang bersinar dengan indah. Galaksi Bimasakti terlukis indah di atas kepalanya, membuatnya tak sanggup dan tak rela memalingkan pandangannya. Ini pertama kalinya dalam hidupnya dia melihat malam yang hanya diterangi bulan dan bintang-bintang, dan dunia ini ternyata bisa menjadi secantik ini.
"Jika kau ikut naik, kau akan ikut jatuh loh." Ucap gadis itu masih tetap mendongak ke atas, mengagumi langit malam.
"Aku bukan orang ceroboh yang akan memasukkan dua puluh empat sebagai hasil dari tiga kali enam." Sarkas pria itu dengan senyuman miring di wajahnya.
"Berisik."
"Kekeke."
"Jadi, cahaya hijau itu yang sudah membuat manusia membatu? Apa-apaan itu? Fenomena alam yang belum pernah terjadi selama 2 juta tahun? Apa itu mungkin? Seperti Aurora? Tidak deh, tidak mungkin. Lagipula apaan itu, science fiction? Mana ada cahaya yang bisa membuat manusia menjadi batu." Gadis itu berpikir keras sambil menyipitkan matanya, mendorong kacamatanya ke atas dengan pipinya yang bergerak begitu dia menyipitkan mata.
"Semua organnya menjadi batu. Benar-benar batu. Dan ketika kau siram dengan nital, batu itu kembali menjadi bagian tubuh manusia? Ini sinting." Kepala gadis mulai terasa berat, rasanya dia jadi malas berpikir.

KAMU SEDANG MEMBACA
Opportunity [I. Senku x Reader]
Fanfiction"Meski Merkurius lebih dekat dengan matahari tetapi Venus memiliki temperatur yang lebih panas. Kok bisa begitu? Terdengar keren!" Tanya gadis itu antusias. Matanya berbinar-binar kala mendengarkan ocehan dari anak laki-laki dengan sejuta pengetahua...