Jika bisa memutar balik waktu, ingin rasanya Nara kembali ke masa dimana ia masih memandang Anton sebagai laki-laki yang tinggal di samping rumahnya. Bukan sebagai laki-laki yang ia sukai dan diam-diam selalu berharap mereka bisa memiliki akhir kisah yang bahagia.
Hampir sepuluh tahun waktu yang Nara habiskan untuk menyukai Anton. Yang nyatanya waktu selama itu tidak berhasil membuat laki-laki itu membalas rasa cinta Nara yang sudah berkembang sedemikian besar. Mungkin memang benar kesalahan bukan pada rasa cinta yang Nara miliki, melainkan pada siapa perasaan itu Nara tujukan.
Entah sudah berapa kali bibir Nara mengucap kata suka pada Anton sejak sekian tahun lalu, nyatanya tidak satu pun ungkapan suka Nara itu berbuah balasan serupa. Saat ia melihat dengan kedua matanya sendiri betapa bahagianya Anton di pelaminan tiga bulan lalu, saat itu juga rasanya jantung Nara bagai ditusuk dengan ribuan pisau hingga membuat jantungnya hancur.
Tiga bulan selepas acara wisudanya dilaksanakan dengan Nara yang sama sekali tidak merasakan bahagia, gadis itu menyibukkan diri dengan mencari informasi mengenai lowongan pekerjaan. Meski hatinya masih berkabung, tetapi Nara tahu jika hidupnya harus tetap berjalan. Tidak mungkin ia akan terus berdiam diri di rumah tanpa kesibukan yang nantinya akan berujung dengan ia yang kembali sedih.
Sudah beberapa kali Nara memasukkan lamaran pekerjaan, tetapi sejauh ini belum ada yang memanggilnya untuk melakukan wawancara. Meski begitu Nara tak lantas menyerah. Semua informasi lowongan dari berbagai sumber ia kumpulkan untuk kemudian ia pilah sesuai dengan kemampuan dan posisi yang ia inginkan. Mencari pekerjaan itu tidak mudah, Nara tahu itu. Terlebih lagi statusnya yang baru saja lulus juga sedikit membuatnya merasa sulit karena belum adanya pengalaman.
Denting notifikasi dari ponsel yang sejak tadi tergeletak di atas meja belajarnya membuat tangan Nara meraih benda tersebut. Notifikasi pesan masuk rupanya.
Mas Aji
Aku ada info lagi
Kali ini mungkin cocok sama kriteria kamu
Kalau mau, nanti makan siang kita ketemu di kafe deket kantor
Kabarin aja kalau kamu bisaKedua mata Nara seketika berbinar saat membaca pesan tersebut. Gadis itu kemudian melihat jam di sudut kiri atas ponselnya dan menyadari jika jam makan siang sebentar lagi tiba. Dengan cepat ia beranjak dari kursi yang sudah sejak tadi ia tempati. Tak lupa gadis itu juga mematikan laptop yang sebelumnya menampilkan daftar lowongan pekerjaan di sebuah aplikasi sosial media.
***
Jam makan siang membuat tempat Nara berada saat ini menjadi semakin ramai. Berada di deretan perkantoran dan juga letaknya yang berada di pusat kota membuat kafe bernuansa monokrom ini banyak dikunjungi pembeli yang mayoritas adalah para karyawan dari tempat kerja di sekitarnya.
Nara sendiri saat ini menempati sebuah meja untuk ukur dua orang yang berada di dekat pintu masuk. Sambil menikmati makanan yang sudah ia pesan, Nara mendengarkan laki-laki di hadapannya berbicara.
“Posisi itu sebenernya belum bener-bener kosong. Karena pengajuan resign biasanya baru bisa diproses sekitar dua minggu sejak surat resign masuk ke HRD. Ya, anggaplah aku jadi orang dalam di sini. Kalau kamu minat, besok langsung datang aja buat wawancara. Soal gaji jangan takut.” Nara mendengarkan sambil menganggukkan kepala.
“Tapi, memangnya boleh langsung datang buat wawancara sedangkan belum dibuka lowongannya?”
Laki-laki di hadapan Nara itu tersenyum setelah menelan makanan di dalam mulutnya. “Aku udah bilang tadi, anggap aja aku ini orang dalam buat kamu bisa dapat pekerjaan. Aku nggak mungkin ngasih posisi itu ke sembarang orang juga biar mereka bisa langsung wawancara. Karena aku tau kamu punya keahlian di bidang itu, makanya aku tawarkan ke kamu.”

KAMU SEDANG MEMBACA
SHORT STORY
Short StoryKumpulan cerita pendek yang saya buat. Semoga kalian suka.