抖阴社区

23

84 15 1
                                    

Halilintar terbangun dan terjerit dari lelapnya yang singkat.

"ARKKHH!" refleks, dia berubah posisi menjadi duduk karena tersentak.

Nafasnya memburu. Dadanya turun naik dengan cepat, seolah paru-parunya kehabisan udara. Tubuhnya basah dengan peluh dingin, rambutnya melekat di dahi karena basah.

Matanya liar menatap sekeliling, cuba memastikan di mana dia berada. Setelah itu dia menghembus napas panjang. Dia di kamarnya.

Sepatutnya dia tidak ingin melelapkan matanya tadi tapi karena kantuknya yang menyerang dia tertidur juga. Pada akhirnya tenggelam lagi dalam mimpi itu.

Tangannya bergetar saat dia menyentuh wajahnya. Matanya berkaca-kaca, tetapi dia enggan menangis lagi. Tidak. Dia sudah cukup lemah.

Setiap malam... mimpi itu selalu kembali.

Setiap malam... dia terperangkap semula dalam ingatan yang menghantuinya.

Dan dia tahu... sampai kapanpu  ingatan buruk itu tidak akan pernah hilang di dalam pikirannya.

---

Di luar kamar Halilintar...

Mereka saling berpandangan. Taufan menatap sendu ke arah kamar itu begitu juga dengan Gempa. Blaze dan Thorn hanya mampu mengernyit hairan dan tertanya-tanya. Jeritan itu... ia masih terngiang di telinga mereka. Manakala, Ice dan Solar terdiam.

"Kak Hali mimpi buruk?" bisik Thorn pada Gempa. Netra emerald miliknya menatap kakak ketiganya, menanti jawapan.

Taufan mengepalkan tangannya. "Aku sudah tak tahan. Kita harus lakukan sesuatu."

"Tapi... kalau Kak Hali tetap tidak membuka dirinya gimana?," tanyanya. Gempa menatap pintu kamar kakaknya dengan ekspresi sendu.

Taufan menghela nafas panjang sebelum menatap mereka bertiga dengan serius.

"Kalau dia tetap tidak mahu bicara... maka kita akan mencari tahu sendiri."

Mereka berenam saling mengangguk.

Sebab mereka tahu-Halilintar sedang menyembunyikan sesuatu. Mereka tidak mahu saudara mereka menanggung itu sendirian.

Dan mereka akan pastikan, kakak mereka kembali kepada mereka seperti sepuluh tahun yang lalu. Sosok kakak yang penyayang dan terbuka dengan keluarganya.

---

Selepas jeritan Halilintar menggema di rumah, suasana kembali sunyi.

Di dalam kamar utama, Amato duduk di tepi ranjang, matanya menatap kosong ke lantai. Wajahnya kelihatan sedih mendengar jeritan Halilintar yang tersirat kesakitan itu.

Di sisi lain, Aisyah berdiri di tepi jendela, memandang bulan yang menggantung di langit malam.

Dalam hati mereka, ada satu perasaan yang sama-ketakutan.

Mereka tidak bisa terus membiarkan anak mereka begitu. Dan menganggap bahawa semuanya baik-baik saja.

Aisyah akhirnya memecah keheningan.

"Ini bukan pertama kalinya," suaranya lirih, hampir berbisik.

Amato mengangkat wajah. "Apa maksudmu?"

Aisyah menggigit bibirnya, tangannya saling menggenggam erat, seakan cuba menahan perasaan yang berkecamuk dalam dadanya.

"Halilintar... anak itu sering alami mimpi buruk."

Amato diam.

"Aku sering mendengar dia mengigau di malam hari. Kadang-kadang aku terdengar dia menangis."

SISA HUJAN LUKA [on going]Tempat di mana cerita hidup. Terokai sekarang