抖阴社区

                                    

Aisyah berpaling, menatap suaminya dengan mata berkaca-kaca. "Aku takut, Amato. Aku takut dia menyimpan sesuatu."

Amato menarik nafas dalam. "Trauma..." bisiknya pelan.

Aisyah mengangguk. "Aku tidak tahu apa yang dia sudah alami sebelum ni. Tapi aku yakin... sesuatu terjadi padanya."

Amato mengepal tangannya di atas paha. Aisyah benar.

Dan yang membuatnya lebih frustasi... adalah mereka tidak tahu bagaimana untuk menolong anak mereka.

Aisyah duduk di samping Amato, suara lembutnya kembali bersuara.

"Kau tahu... sejak Halilintar kembali setelah diculik dulu, aku selalu merasa ada sesuatu yang tidak beres."

Amato menatapnya dalam. "Kau juga merasakannya?"

Aisyah mengangguk. "Dia masih Halilintar... tapi di saat yang sama, dia bukan Halilintar yang kita kenal."

"Dulu anak itu ceria, terbuka dengan kita. Malah, anak itu juga merupakan sosok kakak yang sangat peduli pada saudaranya yang lain. Tapi setelah dia kembali, dia berubah. Seolah-olah, apa yang dia sudah lalui sebelum ni sudah merubahnya," lirihnya. Netra indahnya berkaca-kaca sejak tadi.

Amato menunduk, cuba mengingat.

Ya... memang ada sesuatu yang berubah.

Halilintar lebih sering diam. Lebih tertutup. Dia juga malah menatap mereka berdua dengan tajam kadang-kadang.

Tapi mereka menganggap itu hanyalah kesan sementara. Mereka mengira seiring waktu, Halilintar akan kembali seperti dulu.

Tapi ternyata... dia tidak pernah kembali.

Aisyah mengusap wajahnya, cuba menghapus air mata yang dari tadi deras mengalir di wajah lembutnya itu  "Apa kita salah, Amato?"

Amato menoleh. "Apa maksudmu?"

Aisyah menatapnya dengan mata penuh berkaca-kaca.

"Apa kita salah kerana tidak pernah benar-benar bertanya tentang apa yang terjadi padanya dulu? Apa kita salah kerana membiarkannya memendam semuanya sendirian?" lirihnya.

"Seharusnya kita tidak membiarkan dia berubah menjadi sosok yang bahkan tidak bisa kita kenali sekarang."

Amato terdiam lama.

Lalu, dia menggenggam tangan Aisyah dengan erat.

"Kita bukan orang tua yang sempurna, Aisyah."

"Tapi kita masih boleh memperbaikinya."

Aisyah menatap suaminya, matanya berbinar penuh harap.

"Lalu... apa yang harus kita lakukan?"

Amato menarik nafas panjang. "Aku bicara dengannya. Tapi kalaupun Hali tidak ingin bicara, aku akan mencari tahu apa yang sebenarnya terjadi padanya."

__

Dalam kamar yang sunyi, Halilintar terbaring di katilnya. Matanya kosong, menatap langit-langit dengan pandangan kabur. Dada dan tenggorokannya terasa sakit dan sesak.

Dia masih boleh rasakan dan sangat jelas tersimpan di memorinya. Dia sangat membenci itu semua, suara-suara yang selalu menggema di kepalanya sukar untuk dia abaikan.

Air mata menggenang di sudut matanya. Tangannya bergetar saat dia mengangkatnya untuk menutupi wajahnya. Bulir mutiara itu lolos juga. Dia menangis. Dengan isakan yang tertahan bersama air mata yang tidak berhenti mengalir di wajahnya. Dan bahkan, sesiapa saja yang melihatnya pasti akan merasa sesak di dada melihat bagaimana kondisi sosok yang menyedihkan itu.

---

Taufan dan yang lain masih berdiri diam.

Taufan menatap lamat pintu itu. Dia ingin mengetuk pintu kamar tersebut.. ingin memastikan saudaranya baik-baik saja.

Namun, sebelum dia sempat melakukannya, dia mendengar sesuatu. Begitu juga dengan yang lain.

Isakan lirih yang tertahan. Mereka saling pandang dan kemudian tertunduk. Hati mereka rasa sesak dan sakit.

Halilintar menangis.

"Kak... seharusnya kau tidak menanggung ini sendirian." lirih Taufan.

Tangannya terangkat, ingin mengetuk pintu.

Tapi dia ragu.

Apakah dia harus masuk? Dia mengepalkan tangannya.

Tidak.

Dia tidak boleh membiarkan saudaranya itu terus tenggelam terlalu dalam pada rasa sakitnya. Mereka harus melakukan sesuatu untuk membawa Halilintar kembali ke permukaan dan melihat bersama betapa indahnya langit biru di atas.














SISA HUJAN LUKA [on going]Tempat di mana cerita hidup. Terokai sekarang