"Di pucuk pohon cempaka, burung kutilang bernyanyi... Bersiul-siul sepanjang hari, tri-li-li-li-li-li-li-li-li..."
Sebuah bus menyusuri jalanan berliuk di pinggir kota pada pagi hari yang cerah. Penumpangnya adalah guru olahraga, beberapa guru mata pelajaran lain, dan para anak didik yang tergabung dalam klub baseball. Dari siswa kelas satu hingga siswa kelas tiga, semuanya bernyanyi dalam satu alunan lagu. Mereka menuju penginapan untuk melakukan kegiatan Latian Intensif Baseball sekolah.
Beberapa siswa masih mengantuk, ada yang sibuk memakan jajanan bawaan dari rumah, dan ada juga yang asik bercanda dengan teman sekursi.
"Uno Game!" ucap Seungmin menyelesaikan permainannya paling awal.
Hyunjin yang duduk di sebelahnya berdecak beberapa kali, sementara Jisung dan Felix yang duduk bersebelahan kini menepuk dahi nyaris bersamaan. Keempat anak laki-laki itu sama-sama kelas dua. Mereka memang duduk berhadap-hadapan, untungnya kursi bus ini berdesain seperti itu sehingga mereka bisa menghabiskan waktu sambil bermain uno.
Hyunjin menyuap keripik kentang di pangkuannya kemudian mengunyahnya nyaring, "Akhirnya kita bisa ikut Latian Intensif lagi, ya," ucapnya tanpa mengurangi konsentrasi pada kartu unonya.
Felix mengangguk, "Ya, tapi aku agak khawatir soal pembagian kamarnya. Aku dengar mereka membaginya secara acak."
"Apa? Secara acak?" Jisung bergidik, keripik kentang juga memenuhi mulutnya.
"Kalau begitu, aku harap aku bisa sekamar dengan Jeongin. Kalian tahu, kan, anak kelas satu yang imut itu?" harap Hyunjin antusias.
Seungmin menggelengkan kepala, "Apakah dunia bekerja sebaik itu?"
Jisung dan Felix terkekeh. Felix mengeluarkan kartu terakhirnya, ia berhasil menyusul Seungmin, menyisakan Hyunjin dan Jisung dalam permainan sengit.
Tak lama, beberapa anak kelas tiga melewati kursi mereka menuju kursi depan. Namun, tiba-tiba bus melewati tikungan tajam. Saat itu lah ada salah seorang anak laki-laki dari kelas tiga yang seketika oleng ke kiri, ke kursi mereka, tepatnya akan menjatuhi Jisung!
Jisung memejamkan mata bersiap menerima benturan. Dua detik, tiga detik, ia tidak merasakan apa-apa. Mungkinkah terlalu keras dan sakit sampai dirinya mati rasa? Jisung membuka mata kembali. Betapa terkejutnya ia ketika wajah anak kelas tiga itu kini tepat berada di depan wajahya!
Rambutnya yang hitam pekat nyaris bersentuhan dengan dahi Jisung. Mentari pagi menerpa wajah anak itu sehingga matanya berubah kecoklatan. Tampan.
Jisung menggeleng kepala pelan, berusaha menyadarkan diri sendiri. Rupanya kedua tangan anak itu berhasil bertumpu pada kursi Jisung sehingga ia tidak jatuh. Mencuri pandang, Jisung dapat melihat otot tangan anak itu. Dia pasti berolahraga.
Akhirnya anak itu kembali menyeimbangkan posisinya. Seraya masih menatap Jisung, ia mengangkat satu alisnya dan pergi begitu saja.
"Kau tak apa?" Felix bertanya khawatir.
Jisung mengangguk tanda dirinya baik-baik saja.
"Astaga, dengar, kalian boleh sekamar dengan siapa saja, tapi berdoalah agar tidak sekamar dengan anak itu!" ucap Hyunjin setengah berbisik.
Felix mengerutkan kening, "Kenapa?"
"Dia Lee Minho, kan? Dia anak kelas tiga. Suka menindas dan memintai uang jajan adik kelas bahkan pada teman seangkatannya juga. Selama ini ia tidak pernah ditegur guru karena dia pandai bermain aman, tapi desas-desus yang beredar tak bisa dihentikan," cerita Hyunjin panjang lebar. "Kudengar dia melakukan itu karena anggota klub baseball yang sudah lulus, yang mana pernah menjadi kakak kelasnya juga sering melakukan hal itu padanya dulu. Jadi dia balas dendam pada adik kelas atau kepada anggota klub yang terlihat lemah, sebaiknya kalian berhati-hati," lanjut Hyunjin dramatis.
Alis Seungmin ikut berkerut, "Tapi bukankah kita sudah beberapa kali latihan bersamanya di sekolah? Dia terlihat baik-baik saja."
"Dasar bodoh, memang begitu cara mainnya! Lagipula kita tidak sering berlatih dengan kakak kelas, bukan? Di keramaian dia terlihat baik, tapi berdua saja dalam satu ruangan bersamanya? Sudah pasti dia akan menunjukkan sifat aslinya. Apa kalian tak mampu melihat sorot mata iblis di wajahnya tadi?" hardik Hyunjin.
Jisung, Felix, dan Seungmin bergidik. Tentu mereka tidak mau Latihan Intensif Baseball yang seharusnya menyenangkan berubah menjadi bencana hanya karena mereka sekamar dengan orang seperti itu.
Setelah Hyunjin mendongeng, raut wajahnya yang sok serius berubah sumringah. "Uno game!" ucapnya lantang.
Jisung kalah. Sepertinya ia tidak beruntung hari ini.
"Ayo main lagi!" Felix bersorak. Ketiganya lalu mengangkat tangan bersemangat untuk permainan ronde kedua.
***
"Baiklah semuanya, kalian bisa beristirahat di kamar kalian selama tiga puluh menit setelah itu langsung menuju lapangan baseball dengan baju olahraga. Nomor kamar sesuai dengan nomor yang tertera di kunci yang kalian dapat," Chan, si ketua klub baseball memberi arahan kepada teman-temannya yang sudah berbaris rapi setelah menuruni bus dan sampai di penginapan.
Beberapa menit yang lalu, para pengurus klub memberi kunci kamar kepada masing-masing anak, dan Jisung mendapat kunci kamar nomor 143.
Hyunjin, Jisung, Felix, dan Seungmin berpisah di koridor, mencari kamar masing-masing sambil berdoa semoga roommate mereka adalah anak yang waras.
Jisung menyeret koper hijau mudanya melewati tangga, menaiki lantai enam. Setelah sampai, Jisung akhirnya menemukan kamar nomor 143 di sisi timur lantai. Bagus, dekat dengan sinar matahari. Jisung bersorak dalam hati.
Jisung segera membuka kuncinya dan memasuki kamar. Kamarnya cukup luas. Ruangnya berbau seprai sehabis dicuci, ada jendela besar di sisi timur, dan pendingin udaranya sepertinya masih baru. Alih-alih ranjang susun, ruangan ini punya dua ranjang terpisah dengan ukuran lumayan. Segera Jisung meletakkan tas punggungnya di atas salah satu ranjang, kopernya ia letakkan di pinggiran. Sambil beres-beres, ia bersenandung senang.
Samar-samar, Jisung mendengar langkah kaki yang lembut. Pintu kamar pun terbuka. Benar, itu teman sekamar Jisung.
Jisung mendongakkan kepala, berdiri, dan memasang senyum lebar, bersiap memberi sambutan paling hangat sedunia. Ia harus bersikap baik pada siapa pun teman sekamarnya agar Latian Intensif tahun ini meninggalkan kesan yang baik bagi keduanya.
Teman sekamar Jisung akhirnya memasuki kamar. Jaket putih, headphone putih, dan tas punggung berwarna hitam dengan gantungan kunci boneka kucing.
Senyum Jisung luntur seketika.
Itu Minho! Lee Minho! Minho si kakak kelas yang katanya nakal itu!
Mulut Jisung terbuka sempurna. Persediaan makanan ringan yang semula berada di genggamannya kini terjatuh di kasur.
Usai sudah bayangannya tentang Latian Intensif Baseball yang menyenangkan. Tiba-tiba, saat ini juga Jisung ingin berteriak sambil menangis merengek minta dipulangkan saja. Tapi dia tidak bisa. Dia sudah kelas dua SMA sekarang. Eomma pasti akan malu kalau putranya benar-benar melakukan hal bodoh seperti itu.
Jadi Jisung memilih duduk dengan kepala menunduk, "Se-selamat datang."
Minho lagi-lagi mengangkat alis, "Hei, kau terlihat tidak senang melihatku?"

KAMU SEDANG MEMBACA
SKZ's Intensive Training (Minsung)
FanfictionJisung tidak sabar untuk menikmati berlangsungnya kegiatan Latihan Intensif Baseball sekolah, namun ia harus berbagi kamar dengan Minho. Kabar burung mengatakan bahwa anak laki-laki dari kelas tiga itu suka menindas! ☆BxB ☆No Smut!