Jungkook melangkah keluar dari tempat persembunyiannya, berusaha menghapus jejak ketegangan yang menggelayuti pikirannya. Senyumnya tampak cerah, meski di dalam hatinya, gelombang rasa cemas masih mengganjal. Dia tidak ingin Lisa, istrinya, merasakan beban yang tengah ia pikul.
"Sayang," panggil Lisa, melangkah cepat menghampiri. Wajahnya yang biasanya ceria kini dipenuhi kerutan kekhawatiran. "Kamu baru tiba?" tanyanya, suara penuh selidik.
"Iya, baru tiba. Gimana urusan kantor? Apa ada investor atau klien kita yang komplain dan ragu lagi?" Jungkook bertanya, berusaha menjaga nada suaranya agar terdengar santai.
Lisa menatapnya lekat, merasakan beban yang tersimpan di balik senyum itu. Dia tahu betul betapa kerasnya Jungkook berjuang untuk perusahaan ini. Setiap detik yang dihabiskan untuk membangun dari nol kini terancam runtuh.
"Aku sudah berusaha negosiasi dan meyakinkan mereka kalau masalah di kantor akan secepatnya teratasi," jawab Lisa, berusaha menenangkan.
Jungkook mengamati wajah istrinya, melihat sisa-sisa air mata yang masih membekas di sudut matanya. Rasa ingin melindungi muncul begitu kuat, tetapi dia menahan diri. Dia berbalik, melangkah ke ruangannya, diikuti oleh Lisa.
Diamnya Jungkook menciptakan jarak yang tak terucapkan di antara mereka. Lisa akhirnya memecah keheningan, suaranya pelan, "Bagaimana dengan investor?"
Pertanyaan itu menggugah ingatan Jungkook, mengembalikannya pada pertemuan terakhir yang dipenuhi harapan. Harapan yang kini terasa sudah pupus.
Flashback
Jungkook duduk di sebuah kafe mewah dengan interior modern dan suasana tenang, tetapi pikirannya jauh dari ketenangan itu. Di depannya, seorang pria paruh baya dengan jas mahal—investor terakhir yang diharapkan dapat menyelamatkan JK Company—memandang Jungkook dengan ekspresi datar.
“Maaf, Tuan Jeon,” kata pria itu akhirnya, meletakkan cangkir kopinya. “Saya tidak bisa mengambil risiko ini. Kondisi perusahaan Anda terlalu tidak stabil. Saya harus mundur.”
Jungkook mengatupkan kedua tangannya, mencoba menyembunyikan kegelisahan. “Kami hanya butuh waktu. Jika Anda tetap mendukung kami, saya yakin bisa membalikkan keadaan.”
Pria itu menghela napas, tampak berat hati. “Saya mengerti usaha Anda, tetapi keputusan ini sudah final. Saya harap Anda bisa memahami.”
Tanpa menunggu jawaban, pria itu berdiri, memberikan kartu namanya sekali lagi, seolah sebagai salam perpisahan terakhir. Jungkook hanya bisa memandangi punggung pria itu yang perlahan menjauh, meninggalkan ruangan kafe yang tiba-tiba terasa terlalu sepi.
Jungkook menghembuskan napas panjang, menggenggam kuat cangkir kopinya sebelum meletakkannya dengan kasar di meja. Dia bangkit, meraih ponselnya, dan mengembuskan napas berat. Dia tidak punya pilihan selain kembali ke kantor.
Flashback off
Jungkook duduk dan di meja kerjanya, memandang layar komputer yang menampilkan laporan keuangan yang tak henti-hentinya berwarna merah. Setelah beberapa detik hening, dia memutar tubuhnya dan menatap Lisa.
“Lisa,” panggilnya ketika realitasnya kembali.
“Ya, Sayang?”
“Hubungi semua kepala divisi dan dewan direksi. Buat rapat darurat. Aku ingin semuanya di ruang rapat dalam waktu dua jam.”
Lisa terdiam beberapa detik sebelum menjawab. Dia mengajukan pertanyaan yang sama, “Apa yang terjadi? Bagaimana dengan investornya?”
“Dia mundur,” jawab Jungkook singkat, dengan nada yang tak menyisakan ruang untuk pertanyaan lebih lanjut. “Lakukan saja.”
Lisa mengangguk cepat, meski matanya menunjukkan kekhawatiran. “Baik, aku akan segera mengaturnya.”
***
Dua jam kemudian, ruang rapat dipenuhi dengan para eksekutif penting. Di sisi kanan meja panjang, duduk para dewan direksi, semuanya tampak serius. Di sisi kiri, kepala divisi keuangan, operasional, dan pemasaran sibuk memeriksa dokumen dan laporan. Di sudut ruangan, Lisa duduk dengan tablet di tangan, mencatat setiap detail rapat.
Jungkook masuk ke ruangan dengan langkah tegas, mengenakan setelan abu-abu gelap yang terlihat sedikit kusut, sesuatu yang jarang terjadi. Dia berdiri di ujung meja, di depan layar besar yang menampilkan grafik keuangan yang jelas menunjukkan kerugian besar.
Jungkook membuka rapat dengan nada tegas,“Terima kasih sudah datang dalam waktu singkat. Kita menghadapi situasi darurat, dan saya tidak akan membuang waktu Anda dengan basa-basi. Situasi perusahaan kita semakin kritis.”
Dia menunjuk ke layar di belakangnya, grafik keuangan terpampang jelas.“Seperti yang Anda lihat, pendapatan terus menurun sejak RH Company mengakusisi Hils Company dan menghentikan kerja sama dengan kita. Hari ini, saya baru saja kehilangan investor terakhir yang kita harapkan untuk menyelamatkan perusahaan.”
Tuan Lee Min Jun, anggota dewan direksi, bertanya dengan nada sarkastis,“Jadi, apa yang Anda harapkan dari kami sekarang? Duduk di sini dan menonton perusahaan ini tenggelam? Apa rencana Anda, Mr. Jeon?”
Jungkook menatapnya tajam.“Rencana saya adalah mencari solusi terakhir. Tapi, sebelumnya saya ingin laporan kondisi terkini dari masing-masing kepala divisi.”
Kepala Keuangan, Tuan Park Joon Suk, memulai. “Kerugian terus bertambah. Kita kehilangan hampir 40% dari pendapatan bulanan kita, dan dengan investor terakhir mundur, dana cadangan kita hanya cukup untuk satu bulan operasional.”
Nona Kim Ji Eun, kepala operasional, menambahkan.“Produksi sudah terhenti di sebagian besar pabrik. Klien utama mulai menarik kontrak mereka karena tekanan dari RH Company dan Hils Company. Kita kehilangan kepercayaan pasar.”
Nona Choi Soo Yeon, kepala pemasaran, melanjutkan.“Reputasi kita hancur. Bahkan pelanggan setia mulai meragukan stabilitas kita. Jika ini terus berlanjut, kita akan kehilangan semua basis pelanggan dalam waktu singkat.”
Mendengar itu semua Lisa akhirnya angkat bicara juga dengan suara gemetar. “Mr. Jeon, kita tidak bisa terus seperti ini. Semua orang di sini sudah berusaha semaksimal mungkin.”
Jungkook terdiam sejenak, menatap Lisa yang jelas-jelas menahan air mata. Dia menarik napas panjang sebelum berbicara. “Kita sudah sampai di titik di mana tidak ada jalan keluar. Saya sudah memutuskan.”
Ruangan menjadi sunyi. Semua orang menunggu dengan tegang.
“Kita akan menggunakan dana yang tersisa untuk membayar gaji karyawan dan menutup semua operasi perusahaan. Setelah itu, saya akan mengumumkan bahwa JK Company resmi bangkrut.”
Tuan Lee Min Jun langsung memotong,“Anda tidak serius! Kita masih bisa menjual aset atau mencari pinjaman lain.”
Jungkook menggeleng dengan tegas.“Tidak ada waktu. Semua aset penting kita sudah dijaminkan. Tidak ada yang mau memberi kita pinjaman lagi. Jika kita terus memaksa, kita hanya akan membawa lebih banyak kerugian.”
Lisa mencoba bicara setelah merasakan hatinya begitu nyeri mendengar keputusan final suaminya. “Apakah ini benar-benar satu-satunya pilihan, Mr. Jeon?”
Jungkook menatap Lisa, matanya penuh kelelahan tetapi juga tekad. “Ya, ini satu-satunya cara. Kita tidak bisa terus bertahan dalam ilusi bahwa semuanya akan baik-baik saja.”
Rapat itu berakhir dengan suasana muram. Jungkook keluar dari ruangan lebih dulu, meninggalkan Lisa dan yang lain. Saat dia berdiri di balkon kantornya, memandang kota yang dipenuhi lampu-lampu, dia hanya bisa memikirkan satu hal—bagaimana semua ini akan memengaruhi orang-orang yang telah bekerja keras untuk perusahaannya.
Keputusan sudah diambil, tetapi hatinya tetap terasa berat. Baru saja dia membangun istana untuk istrinya, tetapi di sisi lain perusahaannya hancur.
***
Bersambung

KAMU SEDANG MEMBACA
Sekretaris Jeon (LISKOOK)?
Fanfiction[ TAMAT ] Di balik kesuksesan dan kekayaan Jeon Jungkook, seorang miliuner muda yang tampan dan berkarisma, terdapat satu masalah yang terus menghantuinya-tekanan dari ibunya yang tak henti-hentinya bertanya, "Kapan kamu menikah?" Dalam usaha untuk...