抖阴社区

chap 08, gulatan batin

40 15 0
                                        

Kau adalah langit,luas, megah, dan penuh warna,tak pernah habis untuk kukagumi. Namun tak pernah bisa untuk di sentuh.
"Hema vandermeer"

Pagi di Ashford, Kent 2005.

Pagi itu, langit Ashford terlihat begitu cerah, membentangkan kanvas biru yang dihiasi awan-awan tipis. Bukit-bukit hijau yang mengelilingi mansion Harrington tampak memukau saat sinar matahari pagi membelai lembut rerumputan yang masih basah oleh embun. Angin sepoi-sepoi membawa aroma segar khas pagi, menciptakan suasana yang tenang namun sarat dengan harapan.

Hari itu adalah hari kepulangan Hema dari desa Lisse di Belanda. Perasaan di hatinya bercampur aduk-sebuah perpaduan antara rindu yang mendalam terhadap ayah dan kedua adiknya yang baru saja ia tinggalkan, serta kegugupan yang perlahan merayap saat membayangkan pertemuannya kembali dengan Akasha. Pria itu, suaminya, selalu menampilkan aura dingin dan penuh misteri yang sulit ia pahami.

Saat mobil yang membawa Hema berhenti di depan mansion, Albert, pengawal pribadi Akasha, sudah berdiri tegap di dekat pintu masuk. Ekspresi wajahnya yang biasanya netral kini tampak sedikit lega, seolah kedatangan Hema adalah hal yang telah ia nantikan.

"Selamat datang kembali, Nona Hema," ucap Albert dengan sopan sambil membukakan pintu, nadanya penuh penghormatan.

Hema tersenyum kecil, mencoba menenangkan hatinya yang masih terasa berdebar. "Terima kasih, Tuan Albert. Akasha... apakah dia ada di rumah?" tanyanya pelan, nada suaranya setengah ragu namun tetap lembut.

Albert mengangguk pelan. "Ya, Tuan Akasha sedang berada di ruang kerjanya seperti biasa, Nona. Beliau berpesan, jika Anda telah kembali, mohon segera menemuinya di ruangannya," jawabnya dengan nada formal yang tak pernah ia tinggalkan.

Hema menghela napas kecil, menatap sejenak pintu besar mansion yang menjulang di hadapannya. Ia tahu, di balik pintu itu, suasana rumah mungkin akan kembali terasa dingin, namun di sisi lain, ada juga rasa ingin tahu yang tumbuh di hatinya-tentang apa yang akan ia temukan di balik sikap Akasha yang selama ini begitu sulit untuk ditebak.

"Baiklah," ucap Hema akhirnya, lalu melangkah masuk ke dalam mansion Harrington, diiringi langkah tenang Albert yang mengawalnya dari belakang.

Ruang depan mansion yang megah
menyambutnya dengan keheningan, hanya suara langkah sepatunya yang terdengar menggema di lantai marmer. Perasaan nostalgia dan kerinduan yang tak terucap perlahan mengisi ruang hatinya saat ia melangkah menuju ruangan yang disebutkan Albert, bersiap untuk menghadapi suaminya yang penuh teka-teki.

Jantung Hema berdebar semakin kencang seiring langkah kakinya yang menggema di lorong-lorong panjang mansion Harrington. Dinding-dindingnya dipenuhi lukisan megah dan foto-foto keluarga Harrington yang terpajang rapi, seolah mengawasi setiap langkahnya. Ada sesuatu yang terasa berbeda kali ini-atmosfer rumah ini begitu dingin, lebih dari biasanya. Mungkin karena ia baru saja kembali dari desa Lisse, tempat yang penuh kehangatan dan kenangan manis, membuat mansion megah ini terasa sunyi dan kaku.

Saat melewati ruang makan, pandangannya tertuju pada sosok Ny. Harrington, ibu mertuanya, yang duduk dengan anggun di meja makan. Wanita itu mengenakan gaun elegan berwarna lembut, menikmati sarapan pagi dengan gerakan yang tenang namun penuh wibawa. Namun begitu melihat Hema, wajahnya langsung memancarkan kehangatan.

"Hema, sayang. Akhirnya kau kembali," ucap Ny. Harrington dengan senyuman lembut yang selalu membuat Hema merasa diterima. "Kami semua merindukanmu. Rumah ini terasa begitu sepi tanpamu."

Senyuman tulus terukir di wajah Hema. Ia selalu merasa dihargai oleh ibu mertuanya, sosok yang penuh perhatian dan kelembutan. "Terima kasih, Ibu. Aku juga merindukan semuanya di sini," jawab Hema dengan nada pelan, matanya menyiratkan kehangatan yang tulus. "Di mana Ayah?"

Mentari Di Cakrawala,Hema Akasha. [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang