抖阴社区

Chapter 3

17 5 0
                                        

Setiap langkah terasa sangat melelahkan, tapi semua rasa lelah itu cepat terganti dengan sukacita setiap kali dia pulang ke rumah. Rumah bagi Arjuna lebih dari sekedar bangunan kokoh yang menjadi tempatnya berteduh dari panasnya mentari dan dinginnya hujan, baginya rumah adalah Renata dan Andreas. 

Dimanapun mereka berada, dia akan merasa aman dan nyaman. Dengan pelan, Arjuna membuka pintu rumah dan menguncinya kembali. Setelah memastikan semua pintu dan kaca sudah tertutup dan terkunci sempurna, perasaanya kembali lega. Rasa khawatir akan adanya penyusup selalu menghantui alam bawah sadarnya sehingga dia terus mengecek kembali semua akses masuk berulang kali, bahkan dia memasang CCTV yang terhubung dengan ponselnya serta alarm jika ada akses yang dibuka paksa, semua dilakukan setelah Renata siuman di rumah sakit kala itu, sementara Andreas masih tinggal di rumah ayah mertuanya. Arjuna terus mengecek perkembangan semua perbaikan supaya semua selesai pada waktunya dan dia bisa tenang ketika pergi ke kantor meninggalkan mereka berdua di rumah.

Perlahan, dia membuka pintu kamar dan menaruh tas kerjanya. Panik melandanya saat dia mendapati tempat tidur yang kosong. Namun, masih ada satu tempat yang harus diperiksa sebelum dia membiarkan panik menguasai sepenuhnya.

Dengan segera Arjuna pergi ke kamar tidur Andreas dan membuka pintunya pelan, lampu sudah dimatikan, hanya lampu kecil di dekat tempat tidur Andreas yang dinyalakan. Di sana terlihat Renata sudah tertidur pulas sembari memeluk erat Andreas. Seulas senyum terukir di wajahnya, "Bikin kaget orang aja kamu," gumamnya pelan lalu kembali menutup pintu.

Arjuna segera beranjak kembali ke kamar tidurnya dengan Renata lalu bersih-bersih. Berada di luar rumah hampir seharian membuat badannya lengket dan gerah, jadi mandi adalah hal yang ada di benaknya setelah sampai rumah.

Aroma mint tercium darinya, badannya yang wangi dan bersih selalu membuatnya menjadi lebih tenang dan senang. "Oke, mandi udah beres. Sekarang waktunya pakai skincare. Hmm, serum dulu ditetesin," ucapnya sembari meneteskan dua tetes serum ke pipinya dan mengusap perlahan ke seluruh wajahnya.

"Sip, sekarang dikipasin dulu biarin kering. Terus, waktunya pakai cream malam." Seusai itu, Arjuna mengambil serum lainnya dan diusapkan ke bibirnya. 

"Oke serum bibir juga udah beres, sekarang tinggal pakai lotion badan dan semua sudah lengkap," gumamnya dengan riang. Secapek apapun dia akan menyisihkan waktu untuk perawatan diri, setidaknya dia harus menjaga diri supaya tetap tampil menawan.

Setelah semua beres, langkah kakinya tertuju pada dapur. Di saat pikiran sedang penat dan ingin menikmati waktu sendiri, dia akan menyeduh satu bungkus milk green tea kesukaannya dengan segelas air putih hangat.

Untuk seorang pecinta manis sepertinya, menikmati segelas minuman manis adalah kenikmatan yang nggak ada lawan, setelah kenikmatan hidup bersama Renata dan Andreas tentu saja.

Satu dua seruput hingga akhirnya isi gelas sudah habis, perlahan Arjuna menyandarkan punggungnya ke sandaran kursi dan memejamkan mata. Keheningan malam membawa pikirannya kembali ke perseteruan antara dirinya dengan Indira. Akhir-akhir ini semua yang dia lakukan tampak salah, dan perasaan kesal akan selalu menghantuinya.

"Apa aku harus cari konseling lagi ya? Rasanya nggak ada yang beres sama perasaanku," gumamnya pelan.

Terdengar suara di dekatnya, membuat Arjuna membuka mata dan mendapati Renata menatapnya dengan wajah mengantuk.

"Ar? Baru pulang?" pertanyaan klasik tapi selalu diucapkannya, anehnya Arjuna selalu senang mendengar apapun yang diucapkan Renata, selama bukan ucapan yang memicu pertengkaran.

"Iya, nih, sayang. Aku baru mau bangunin kamu tadi, tapi biasa deh, mau minum milk green tea kesukaan dulu baru bangunin kamu dan pergi tidur," balasnya dengan harapan Renata tidak akan kesal karena dinomorduakan oleh minuman favoritnya.

Matanya yang masih merem-merem langsung terbuka sempurna, menatapnya dengan heran. "Idih, dikira aku sebocah itu apa?" balasnya kesal.

"Tuh, dikit-dikit ngambek. Cantik banget, sih, istri aku?" godanya sambil mencubit pipi Renata.

Renata merengut untuk beberapa saat sebelum tertawa dan memeluk Arjuna, "Suami siapa sih ini? Gantengnya kelewatan," balas Renata sembari menyandarkan kepala di pundak Arjuna.

"Idih, gombal. Belajar gombal darimana kamu? Biasanya juga gagap pas aku godain kayak tadi," balas Arjuna berusaha menutupi wajahnya yang merah.

Renata tersenyum, menarik diri dari pelukan mereka dan menatap lekat ke wajah Arjuna yang memerah. "Sudah kuduga kamu bakal gini responnya. Udah berapa tahun kita nikah, masih aja malu-malu pas aku godain balik. Dasar."

"Udah, berisik. Balik ke kamar yuk, tidur," ajak Arjuna mengalah. Tenanganya sudah hampir habis, dia butuh menghabiskan waktu dengan Renata dan Andreas supaya bisa kembali bertenaga lagi.

"Oke suamiku yang paling ganteng sekaligus gampang banget ngambek," balasnya sembari tertawa pelan, memeluk erat pinggang Arjuna. Apapun yang terjadi, Renata dan Arjuna akan hadapi bersama-sama karena mereka sudah berjanji di depan altar gereja,  berjanji di depan semua saksi dan pendeta, dan yang paling penting mereka sudah membuat janji di hadapan Tuhan jika mereka akan menerima satu sama lain sebagai pasangan yang sah, untuk memiliki, menjaga dalam suka dan duka, dalam kaya dan misin, dalam sehat dan sakit, untuk saling mencintai dan menghargai sampai maut memisahkan, sesuai kehendak Tuhan yang kudus.

"Eh, by the way busway. Gimana tadi kerjaan? Demen banget kerja lembur gini?" tanya Renata penasaran dengan hari-hari Arjuna di kantor.

"Hmm, biasa aja. Lagi ada masalah jadi aku sama Indira lanjut kerja lembur. Tapi, kami ada masalah jadi lagi mode senggol bacok. Indira galak banget asli," curhatnya dengan bibir mengerucut, persis seperti Andreas saat ngambek.

Renata menahan diri untuk tidak tertawa, "Wah, kalian senggol bacok soal apa emang?"

"Kerjaan lah, emang apa lagi?"

Renata menggeplak lengan Arjuna keras, "Ya ngerti kerjaan, bisa lebih spesifik nggak jelasinnya? Irit banget kalo ngomong," ujarnya kesal.

Mereka sudah sampai di kamar, Arjuna mengunci pintu kamar dan memastikan semua jendela juga sudah terkunci, sebelum kembali bersama Renata di pinggir kasur. Wanita itu masih setia menunggu Arjuna menjelaskan pertengkarannya dengan Indira tadi.

"Re, saham di kantor lagi menurun. Investor yang tadinya mau kerja sama pada cabut dan batalin kerjasama dengan kami. Lalu, aku juga kerepotan dengan kerjaan jadi mau nyari sekretaris, cuman Indira nggak setuju sama calon-calon yang kami wawancarai, semuanya nggak masuk ke kriterianya. Jujur aku capek dan aku paham dia juga capek, tapi aku nggak ngelihat titik temu antara kami berdua. Dia lagi di fase keras kepala yang paling keras kepala yang pernah aku temui."

Renata masih diam dan membiarkan Arjuna menyelesaikan curhatannya. "Terus, Indira bilang kalo dia ngerasa kinerja salah satu karyawan itu nggak bener. Seakan-akan menghambat semua dan membawa pengaruh buruk di kantor. Sejak dia masuk, perlahan-lahan kinerja menurun dan pemasukan jadi semakin sedikit. Tapi, pegawai yang disebutin Indira baik banget ke aku, sementara Indira bilang dia jutek dan judes banget pas Indira balik badan. Kamu tahu anak itu semacam punya indera tambahan? Dia kayak bisa lihat tatapan judes orang saat dia pergi? Paham maksudku, kan?"

Renata tersenyum, "Iya, Indira the best emang, Ar."

"Nah, syukur deh kalo paham. Jadi gitu, aku lagi pusing nyari sekretaris dan dia mau kita pikir ulang untuk pertahanin pegawai yang jadi biang kerok dibalik semua krisis yang terjadi di kantor. Otomatis aku makin tersulut dong, orang lagi mau nyari orang, ini anak malah mau bikin makin dikit orang yang kerja."

Sepanjang Arjuna menjelaskan, Renata mengusap tangan Arjuna pelan, berusaha memberikan ketenangan dan kekuatan untuknya. Mungkin perannya tidak akan langsung memberikan solusi padanya, tapi Renata mau selalu ada untuk Arjuna.

Jumkat : 1134 kata

Meraih Hatimu yang Hancur Karenaku (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang