Malam setelah gala dinner itu, Lisa tidak bisa tidur nyenyak. Kata-kata Jevano terus terngiang di kepalanya. "Gue nggak mau ada yang jadi penghalang buat kita-baik itu ego, pekerjaan, atau hal lain."
Sejak kapan cowok dingin itu bisa ngomong sesuatu yang bikin hatinya berdebar?
Lisa membolak-balik badannya di ranjang, menatap langit-langit apartemen dengan perasaan campur aduk. Di satu sisi, dia senang karena Jevano mulai menunjukkan perasaan yang lebih dalam. Tapi di sisi lain, dia juga takut.
Apa dia benar-benar serius? Atau ini cuma fase sesaat?
Tiba-tiba, ponselnya bergetar. Sebuah pesan dari Jevano masuk.
Jevano: "Besok pagi gue jemput lo. Kita sarapan bareng sebelum gue ke kantor."
Lisa mengernyit. Cowok itu biasanya selalu sibuk dengan kerjaannya. Sekarang tiba-tiba ngajak sarapan?
Tanpa berpikir panjang, Lisa mengetik balasan.
Lisa: "Kenapa tiba-tiba ngajak gue? Lo nggak ada meeting pagi?"
Beberapa detik kemudian, balasan datang.
Jevano: "Gue bikin prioritas baru. Lo ada di dalamnya."
Lisa terdiam, menatap layar ponselnya dengan jantung yang berdetak lebih cepat. Dia menggigit bibirnya, lalu membalas dengan santai.
Lisa: "Gaya lo. Oke, jemput gue jam 8. Jangan telat."
Jevano: "Gue nggak pernah telat."
Lisa terkekeh. Sombong banget. Tapi entah kenapa, ada perasaan aneh yang mulai muncul dalam hatinya.
Pagi Hari - Sarapan yang Berbeda
Lisa menunggu di depan apartemennya dengan outfit kasual-jeans ketat dan crop top hitam. Dia sengaja tampil santai karena tahu Jevano bukan tipe cowok yang suka cewek terlalu ribet.
Beberapa menit kemudian, mobil sport hitam berhenti di depan apartemennya. Jendela kaca turun, memperlihatkan Jevano yang mengenakan kemeja putih dengan beberapa kancing atas terbuka, memberikan kesan santai namun tetap berkelas.
"Masuk," katanya tanpa basa-basi.
Lisa melangkah masuk dan duduk di kursi penumpang. "Kita sarapan di mana?"
Jevano meliriknya sekilas sebelum fokus ke jalan. "Ada tempat baru di daerah pusat kota. Lo pasti suka."
Lisa mengernyit. "Kenapa tiba-tiba lo ngajak gue sarapan? Biasanya lo nggak peduli soal beginian."
Jevano menghela napas pelan, seolah enggan membahas topik ini. Tapi akhirnya dia berkata, "Gue pengen mulai hari dengan sesuatu yang lebih dari sekadar kerjaan. Dan lo-mungkin jadi salah satu alasan kenapa hari gue bisa lebih baik."
Lisa terdiam. Untuk pertama kalinya, dia melihat sisi Jevano yang lebih terbuka.
"Lo baru aja bikin gue nggak nafsu makan," ujar Lisa, mencoba mencairkan suasana.
Jevano meliriknya dengan tatapan tajam. "Bukan itu tujuan gue."
Lisa tertawa kecil. "Fine. Kita lihat seberapa bagus tempat sarapan yang lo pilih."
Mereka tiba di sebuah restoran kecil dengan desain modern minimalis. Jevano turun lebih dulu dan membukakan pintu untuk Lisa.
"Wow, gentleman," ledek Lisa.
Jevano tidak menanggapi, hanya menatapnya sebentar sebelum berjalan masuk. Lisa mengikutinya sambil tersenyum kecil.
Mereka duduk di dekat jendela besar dengan pemandangan kota yang mulai sibuk. Pelayan datang dan memberikan menu.

KAMU SEDANG MEMBACA
Destined Marriage 'Lizkook
FanfictionBuat Lisandra Isabella Adhikara, perjodohan itu kayak drama zaman baheula-jadul, nggak masuk akal, dan jelas-jelas nggak sesuai vibe hidupnya yang bebas. Dia pecicilan, swag, dan lebih suka shopping daripada diikat aturan,dan jangan lupakan PARTY IT...