Fajar muncul samar, seperti enggan menyinari tempat terkutuk itu. Udara lembap dan basah, menyelimuti kabin dan dermaga dengan aroma lumpur dan kayu lapuk. Tapi pagi itu, tidak ada waktu untuk menikmati ketenangan palsu. Mereka sudah bersiap. Hari ini adalah misi terakhir. Dan bisa jadi... hari terakhir mereka semua.
Carmen duduk di tepi dermaga, jari-jarinya memeriksa lagi pengait pemberat di pinggangnya. Di sampingnya, A-na dan Stella juga dalam pakaian selam tipis seadanya, tubuh mereka sudah dilapisi minyak untuk menjaga suhu. Senter tahan air, palu besar, dan tali-tali pengikat sudah diatur dengan rapi.
Yuha berjalan mendekat sambil membawa termos kecil.
“Minum dulu,” katanya sambil memberikan pada Carmen. “Hangat. Teh halia. Biar badanmu enggak kaget waktu masuk air.”
Carmen tersenyum lelah. “Thanks, Yuha.”
Stella memandang ke arah danau. Airnya tampak tenang—terlalu tenang.
“Kita bertiga turun. Ian dan Yuha berjaga di atas,” ujar Carmen, memastikan sekali lagi. “Kalau lebih dari satu jam kami belum kembali, jangan tunggu. Lari.”
“Dan kalau ada suara minta tolong?” tanya Yuha, menatap tajam. “Kalau ada yang muncul, wajahnya sama persis kayak kami?”
“Jangan percaya,” jawab A-na cepat. “Makhluk itu bisa meniru. Tapi dia nggak bisa bikin kita kembali utuh. Pasti ada yang aneh.”
Ian berdiri dari arah kabin, membawa tas kain berisi cadangan makanan dan korek api. “Kalau ini gagal,” katanya pelan, “semua orang yang hilang sebelum kita akan tetap terperangkap di sana.”
Carmen menatap mereka semua. “Dan kalau berhasil... kita bisa keluar dari sini.”
A-na menghela napas panjang. “Siap atau nggak, sekarang waktunya.”
***
Sinar matahari menembus kabut tipis. Tak seperti sebelumnya, hari ini cahaya itu terasa lebih nyata. Tapi mereka tahu, kedamaian itu rapuh. Dan bisa hilang kapan saja.
Carmen masuk duluan ke danau, tubuhnya menggigil saat air dingin menyentuh kulit. Stella dan A-na menyusul. Ketiganya berenang pelan ke arah tengah danau, tempat batu purba sebelumnya ditemukan. Batu itu mungkin sudah hancur, tapi Carmen tahu, ada sesuatu yang tersisa. Ada... gema yang belum terpadamkan.
Dari atas, Yuha mengarahkan senter ke arah air. Ian mengikat tali pengaman ke dermaga.
“Senter ini nyala sekitar 45 menit,” ujar Ian. “Setelah itu, kita harus andalkan feeling.”
Yuha duduk di sampingnya, tangan meremas-remas jaket. “Kau percaya mereka akan kembali?”
Ian menatap permukaan air. “Aku percaya mereka cukup kuat untuk membuat keajaiban terjadi.”
***
Di dasar danau, cahaya senter bergerak pelan, membelah air yang pekat. Carmen mengarahkan sinarnya ke bawah. Mereka sudah mendekati lokasi batu sebelumnya—tapi kali ini, ada sesuatu yang berbeda. Tanah dasar retak. Seperti luka besar yang menganga. Dari celahnya, gelembung-gelembung naik perlahan.
“Di sini,” ujar Carmen lewat gerakan tangan.
Mereka menyelam lebih dalam, masuk ke celah itu. Suasana berubah drastis. Udara di kepala terasa berat, tekanan meningkat. Tapi ketiganya tak berhenti.
Sampai akhirnya mereka melihatnya.
Bukan hanya sisa batu. Tapi... pintu.
Lubang besar di dasar danau, dengan semacam lengkungan batu, seperti gerbang purba. Cahaya redup berdenyut dari balik pintu itu. Dan di sekitarnya—ratusan tengkorak, menggantung dalam air, seperti dipaku tak terlihat.
A-na menggigil. “Apa... itu?”
Carmen menunjuk ke bagian tengah gerbang. Ada benda hitam kecil yang tampak seperti kristal. Retak. Tapi masih utuh.
“Itu sumbernya,” gumam Carmen dalam hati. “Sisa terakhir.”
Tanpa ragu, Stella mengangkat palu.
Namun saat dia bersiap menghantam, dari balik gerbang, muncul tangan.
Tangan manusia atau menyerupai manusia yang menggenggam lengan Stella.
Air mendadak mendidih. Gelombang tekanan menghantam mereka. Carmen melesat dan membantu Stella, memukul tangan itu dengan palunya. A-na menarik mereka ke atas.
Makhluk itu tak terlihat jelas, hanya siluet hitam dengan mata yang memendar biru. Tapi teriakan dalam kepala mereka memekakkan telinga.
*“Jangan sentuh milikku…”*
Carmen mengangkat palu, dan bersamaan dengan Stella dan A-na, menghantam benda hitam itu.
Retakan di kristal melebar. Cahaya menyembur ke segala arah.
Air mendadak menjadi terang.
Tubuh mereka ditarik arus tak terlihat, namun mereka terus memukul. Sekali lagi. Dan lagi.
Sampai akhirnya—
*PRAAANG!*
Kristal pecah. Sebuah semburan besar menyapu mereka, melempar tubuh mereka menjauh. Dan sesaat... semuanya gelap.
***
Di permukaan, Yuha dan Ian mendengar suara seperti ledakan dalam air. Air danau mendadak bergolak. Gelembung besar muncul dari tengah. Dermaga berguncang hebat.
“CARMEN!!!” teriak Ian.
Tiga kepala muncul dari air, terbatuk keras. Stella menggandeng A-na yang hampir pingsan. Carmen berenang ke arah dermaga dengan tenaga terakhirnya.
Yuha dan Ian melompat, menarik mereka satu per satu.
Napas mereka berat. Tapi mata mereka... menyala.
“Kami berhasil...” bisik Stella.
“Apa kau yakin?” tanya Yuha.
Carmen duduk, menggigil. “Pintu itu... sudah hancur. Sumbernya hilang.”
A-na mengangkat kepalanya. “Aku nggak dengar suara-suara lagi.”
Ian menatap danau. Permukaannya tetap tenang. Bahkan terlalu tenang.
Dan kemudian—kabut mulai menghilang.
Langit memucat, membuka semburat biru keemasan yang belum mereka lihat selama berhari-hari.
Udara jadi lebih ringan.
Burung terdengar dari kejauhan. Untuk pertama kalinya.
Yuha meneteskan air mata. “Kita... benar-benar bisa keluar?”
Carmen memandang sekeliling, lalu ke arah jalan setapak yang dulu membawa mereka ke danau.
“Kalau jalan itu tidak membawa kita kembali ke danau,” katanya, “maka ya. Kita bebas.”
Ian membantu mereka berdiri satu per satu. “Kita pulang.”
***
Namun saat mereka mulai meninggalkan dermaga, sebuah bisikan pelan terdengar di udara:
“Aku tidak bisa mati... karena aku tidak pernah hidup.”
Carmen menoleh.
Danau itu diam.
Tapi dia tahu beberapa kegelapan... hanya tertidur.
Belum sepenuhnya padam.

KAMU SEDANG MEMBACA
The Forgotten Lake
HorrorDelapan wanita dari klub renang pergi ke danau legendaris untuk liburan, tetapi air danau itu dihuni oleh makhluk yang menyeret siapa pun ke dalamnya. Mereka harus bertahan hidup dan mengungkap misteri di balik danau yang telah memakan banyak korban.