抖阴社区

1. Had Aso

602 185 287
                                    

[DISCLAIMER!]

Cerita ini termasuk dalam soft sci-fi; artinya tidak akan menitikberatkan pada praktik sains itu sendiri, melainkan lebih ke reaksi psikologis akibat praktik tersebut.

••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••

“Aku ingin melihat senja.”

Hara mendengkus sebagai respon dan langsung terpaku. Namun, sahabat lelakinya itu masih diam saja seperti tak mendengar, terlalu dalam berpikir sementara mata fokus pada pemandangan di bawah mereka.

Sejujurnya, Hara paham kenapa sahabatnya itu mendadak seperti merindukan sesuatu setiap kali mereka duduk di sini. Mereka lahir dan tinggal di bunker bawah tanah bernama Dala. Satu-satunya waktu di mana mereka bisa keluar adalah saat Had Aso tiba; hanya dibuka selama satu jam pada hari Rabu dan Jumat. Sudah dua puluh tahun berlalu sejak terakhir kali penghuni Dala menyaksikan senja. Generasi seperti Hara hanya bisa melihatnya secara tidak langsung lewat layar monitor LED enam puluh lima inci di Aula Utama.

Hara turut menatap lembah hijau nan indah di bawah sana. Di kejauhan, hutan tampak begitu hidup ketika para burung terbang keluar-masuk darinya. Sesekali suara sayup hewan terdengar sampai sini. Pepohonan paling tinggi meliuk diterpa angin, bagai melambai para manusia untuk bertandang barang sebentar.

Untuk sejenak tatapan Hara mengikuti seekor elang hijau yang mengepakkan sayap di atas kepala mereka. “Kau bisa minta rekomendasi izin dari atasanmu.”

“Rekomendasi izin.”

Gadis berusia dua puluh tahun itu sontak menoleh begitu mendengar respon datar dari lawan bicaranya. Ia berlagak seperti sedang memeriksa wajah lelaki di sampingnya dengan ekspresi heran. Rambut hitamnya yang dikucir jatuh ke bahu. “Gal, kau tidak bodoh, 'kan?”

Yang dipanggil Gal ikut menoleh. Wajahnya berubah kesal. “Bisukan mulutmu itu, Hara.”

“Galang Abraham, aku bukan ponsel.”

“Tapi berdering terus-terusan.”

Hara menabok enteng kepala sahabatnya itu, sebal karena tak bisa menjawab lagi. Lesung pipit Galang muncul saat ia tertawa kecil melihat tingkah Hara, sudah terbiasa dengan sikap gadis itu. Beberapa detik kemudian tawanya mereda, disusul dengan mendesah.

“Izin untuk apa?” ujarnya kecut. “Aku cuma teknisi jelata. Bahkan jika yang aku minta hal sepele sekali pun, kalau tidak punya kedudukan lebih tinggi dan relevan, akhirnya percuma saja.”

Hara tersenyum simpatik. Tangannya membelai puncak kepala Galang dengan lembut, lalu berkata, “Kupikir kau masih belum sadar soal yang begituan.”

Galang menghela napas lelah. “Kau ini bermaksud menghibur atau menghina?”

“Dua-duanya.”

Galang berdecak sekali, tanpa menghiraukan jawaban Hara lebih dalam. Alih-alih, ia melanjutkan pernyataan rindunya akan alam yang nyaris belum pernah ia temui. “Pasti jauh lebih indah dibandingkan dari monitor. Seandainya kita bisa duduk di sini seharian, atau mungkin turun ke bawah sana.”

Hara menyenggol pundaknya. “Kalau tidak keberatan berubah jadi Ugram, kau bisa melakukan itu semua. Risikonya, kau tahu sendiri.”

Galang memperlihatkan senyum terpaksa yang tampak seperti disiksa. “Kau jahat sekali.”

Hara mengibaskan tangan di depan wajah Galang beberapa kali. “Jangan khawatir. Aku tidak akan membiarkanmu pergi sendiri.”

Lelaki berambut cokelat gelap itu tersenyum lebar, kali ini lebih tulus. Ia tidak meragukan kata-kata Hara. Galang selalu percaya padanya sejak dulu. Gadis berwajah judes itu hanya tampak tidak peduli di permukaan saja.

Java Fungard Series: BARUNUSATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang