Langit sore mulai menggelap ketika satu motor berhenti di depan rumah besar berarsitektur modern minimalis — rumah milik Seth. Raka turun dari caferacernya, disusul Kyrel yang baru datang beberapa menit setelahnya.Di dalam rumah, suasananya hening. Tidak ada suara riuh khas keluarga. Rumah itu dingin—secara harfiah dan perasaan. Seth duduk di kursi panjang, memeluk lutut sambil menatap layar TV yang menyala tapi tidak ditonton.
"Oldman sama nyokap lo belum balik dari Jepang?" tanya Zevan yang sudah duluan duduk sambil ngudud di balkon kecil.
Seth mengangguk pelan. "Masih di Tokyo. Katanya balik minggu depan. Tapi gue gak yakin."
Mereka semua berkumpul. Circle itu—Raka, Kyrel, Zevan, Seth, dan Nox—masing-masing membawa luka dan amarah dari tawuran semalam.
"Lu liat sendiri tadi, Vendrng itu bawa orang. Kayaknya anak luar. Gue kenal seragamnya. SMA Grandia," ujar Nox sambil memainkan korek api.
Raka langsung duduk tegak. "Grandia?"
Zevan mengangguk. "Iya. Sekolah penuh anak-anak tajir yang kelakuannya kayak preman elite. Gue dulu pernah main basket lawan mereka."
Kyrel yang dari tadi diam membuka suara. "Kita gak bisa tinggal diam. Tapi kita juga gak bisa gegabah."
"Dia udah mulai ngajak aliansi," tambah Seth, suaranya pelan tapi tegas. "Kalau kita gak gerak, kita kalah."
***
Sementara itu, di sudut lain kota, Vendra berdiri di lorong rumah sakit. Kenzo masih belum sadarkan diri. Tangannya dibalut perban, dan ada bekas darah di ujung pelipisnya. Reksa berdiri di belakangnya, mencoba menghubungi seseorang lewat ponsel.
"Lo yakin mau ngajak Grandia?" tanya Dira.
Vendra menatap kosong ke depan. "Bukan cuma Grandia. Gue mau seluruh musuh mereka gabung."
"Lo waras?" Elvar nyengir.
"Lo pikir gue biarin gitu aja temen gue digituin? Gak. Gue pastikan, SMA mereka ancur."
***
Pagi harinya, suasana sekolah mendadak riuh oleh rumor baru.
"Katanya anak Grandia mulai deketin Vendra ya?" bisik salah satu siswa.
Di meja pojok kantin, Nox mencatat semua info yang dia dapat, lalu bergegas lapor ke yang lain.
Seth merapikan ranselnya, lalu melihat ke arah luar jendela. "Ini mulai jadi perang skala gede."
"Dan kita belum siap," gumam Raka.
***Usai pelajaran keempat, Raka melangkah pelan ke arah perpustakaan. Langkahnya santai, tapi pikirannya penuh. Begitu masuk, dia terhenti.
Nayara berdiri di antara rak-rak buku. Tanpa senyum, tanpa basa-basi. Hanya ada tatapan netral... tapi ada sesuatu di baliknya.
"Gue denger lo yang kena waktu itu," ucap Nayara tanpa menoleh. Suaranya pelan, tapi jelas.
Raka terdiam, lalu menjawab, "Cuma luka kecil. Gak apa-apa."
"Apa semua ini penting banget buat lo?" tanya Nayara lagi, kali ini menatapnya.
Dia menatap mata Nayara sejenak. "Gue gak bisa ngebiarin temen gue diapa-apain."
Nayara menghela napas. "Tapi lo juga punya pilihan buat gak terus-terusan main tangan, Raka."
Diam.
Itu bukan omelan. Bukan sindiran. Tapi lebih ke suara seseorang yang... peduli.
Raka mengangguk kecil. "Makasih udah nanyain."
Nayara tidak membalas. Ia hanya berbalik pelan, meninggalkan Raka sendirian di antara buku-buku yang sunyi.
***
Sore harinya di lapangan basket kosong, Raka dan Kyrel duduk berdua. Angin sore mengayun rambut mereka.
"Lo pikirin Nayara?" tanya Kyrel tiba-tiba.
Raka menoleh, sedikit kaget.
"Gue liat cara lo tadi. Gimana lo jawab dia. Gak kayak Raka yang biasanya."
"Dia cuma nanyain," jawab Raka pelan.
Kyrel mendengus. "Dia nanyain, lo gelisah. Vendra ngajak aliansi, lo malah bengong."
Raka terdiam.
"Fokus, Rak. Lo bisa peduli, tapi jangan sampai buta."
***
Di tempat lain, Seth sedang menggambar denah kecil di buku catatannya.
"Kita butuh lokasi yang gak kejangkau guru, gak bisa direkam orang iseng. Sepi. Jauh. Kita atur, bukan kita yang dipancing," ucapnya.
Kyrel mendekat dan mengangguk pelan. "Biar kita yang tentukan permainan."
***
Dan jauh dari pandangan mereka semua, Vendra sedang menekan tombol ponsel, menelepon seseorang dari sekolah lain.
"Apa lo siap bantuin? Gue pastikan ini bukan cuma balas dendam... ini bakal jadi penaklukan."

KAMU SEDANG MEMBACA
RAKA
Teen FictionRaka cuma cowok biasa, dengan hidup yang penuh omelan guru, PR numpuk, dan sahabat sahabat cowok ganteng yang aneh-aneh kelakuannya. Tapi hidupnya berubah waktu dia jatuh hati sama Nayara kakak kelas satu tingkat yang dikenal dingin, judes, dan sela...