?? Follow and Vote before reading! ??
(ganti judul dari lelaki hujan)
[BACA SEBELUM DIROMBAK HABIS-HABISAN SAMA AUTHOR!] ?
Karena hidup adalah pilihan.
-Rega Elzander
Jadilah pribadi yang menantang masa depan, bukan pengecut yang aman di zona nyama...
Gue nggak butuh banyak orang ngerti... cukup satu yang duduk diam, tapi nggak pergi.
••••••
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
••••••
“Lo tau nggak sih... hidup tuh kadang kayak jam weker yang rusak. Lo bisa pasang alarm jam 6, tapi tetep aja bangunnya jam 8.”
Begitulah pagi itu dimulai.
Langit cerah dengan matahari yang telah menyita dunia. Rintik-rintik embun membasahi kaca jendela ruang kelas yang belum terbuka. Jalanan sekolah basah, udara dingin menyusup masuk lewat sela seragam. Dan dua orang murid... berlari tergesa dari arah gerbang, terlambat.
“GILA! Udah bel dua kali!” seru perempuan seraya napasnya yang ngos-ngosan. Rambutnya berantakan. tasnya menggantung sebelah.
Lelaki di belakangnya, diam saja. Wajahnya sedikit pucat, matanya sayu Badan kekarnya itu hanya separuh menutupi perempuan yang datang bersamaan waktu itu.
Di depan gerbang terdapat satpam yang tengah berdiri dengan tangan menyilang. Wajahnya galak, mata melotot bak akan copot.
“Telat lagi? Udah jam berapa ini, hah?”
Perempuan itu langsung maju, mengeluarkan senyum manisnya yang palsu
“Maaf, Pak... jalanan nya macet puolll, terus... sepatunya copot di jalan...” katanya, ngasal banget. Sangat tak dipercaya.
Satpam itu melirik sepatu Leena. Masih utuh, dan rapi. “Bohong mu cupu, nak.”
Lelaki itu hanya menonton dan menarik napas pelan, tawanya tertahan. Namun, tak mengeluarkan ekspresi apapun.
“Udah! Kalian dihukum bareng. Baris di lapangan, ngelilingin taman dua puluh kali!” bentak Pak Satpam.
Mereka berdua pasrah.
§×§
Hukuman dimulai. Leena berlari cepat, dengan omelan kecil.
Sedangkan lelaki itu berjalan pelan,seperti hanya menyeret langkahnya. Matanya terasa semakin berat. Peluh mulai turun. Seragamnya mulai basah oleh keringat, bukan hujan.
Setelah putaran keempat... Lelaki kekar itu tiba-tiba goyah.
“Eh—Rega?”
BRUK!
Dia terjatuh, lututnya menyentuh tanah. Tangannya tremor, matanya kosong.