"Kak Yuha sama Kak A-na kemana ya? Kok nggak balik-balik?" Tanya Ye-on yang tengah duduk tepat di samping Carmen sembari memainkan rubik milik Yuha.
Tempat ini benar-benar luar biasa. Banyak sekali permainan mengasah otak. Ye-on sangat menyukainya.
Melihat Ye-on yang fokus dengan kubus di tangannya membuat Carmen gemas. Tangannya terulur, menepuk-nepuk lembut pucuk kepala Ye-on.
"Nggak tauk, tapi biarin aja berduaan, biasanya tambah akrab nanti," ucap Carmen sembari menoleh ke arah Jiwoo.
"Ya kan?" Carmen menyunggingkan senyum nakal. Tahu betul dulu hubungan dia dengan Jiwoo tak sedekat itu.
Jiwoo yang seperti es gunung dengan Carmen sehangat matahari. Benar-benar bertolak belakang. wajah Carmen memerah melihat senyum tulus yang Jiwoo berikan setelahnya.
"Halo kak," Juun bergabung. Ia mengenakan jaket hitam dengan corak putih, membuat dirinya terlihat keren.
"Hai! Kamu Juun kan?" Carmen menyambut dengan senyuman lebar.
"Yep, temen sekelas A-na," dia bersidekap. Mata Juun tak berhenti menatap Carmen.
Juun sempat terpesona dengan imut dan cantiknya wajah gadis bermata bulat itu. Ia tak sadar bila terus memperhatikan dirinya.
"Juun kelahiran tahun 08 ya?, sama dengan A-na?" Carmen memulai perbincangan.
Tangan Juun tiba-tiba terjulur.
"Permisi ya kak, ada debu,"
Juun membersihkan rambut Carmen dengan lembut.
Act of service?
Mungkin itu adalah kalimat yang tepat terlintas di dalam kepala Carmen saat ini.
Mereka semakin dekat, Jiwoo yang semula tak tertarik dengan perbincangan akhirnya menaruh ponsel dan ikut bergabung.
"Aku ngantuk banget kak," Ian masih sibuk dengan Stella. Dia benar-benar nyaman di posisi ini.
Stella tertawa kecil, tak berhenti mencubit pipi Ian. Rasa gemas terus menjalar di dalam hatinya. Ian benar-benar seperti bayi yang harus dilindungi!
Sejak pertama kali bertemu dengannya, ketika Ian datang ke kelas dengan Ye-on dan A-na, matanya tak berhenti menatap gadis mungil ini.
Siapa sangka, Ian benar-benar cocok dengannya.
"Aw! Sakit kak, stop dipencet-pencet," Ian cemberut. Stella tak berhenti mencubit pipinya.
"Ih? Kok ngatur? Aku lebih tua loh," Stella tersenyum nakal.
"Huh!" Ian kini bangkit, duduk menghadap padanya.
Mereka saling balas dengan pertarungan bantal.
Ruang tamu itu kembali ricuh.
Tiba-tiba, A-na dan Yuha datang dari arah kamar mandi. Mereka semua sontak bungkam.
Di sana, kepala A-na tertutup handuk berwarna putih.
Mereka tak bisa melihat wajahnya. Sedangkan Yuha melakukan beberapa gerakan, meminta mereka untuk menunggu sebentar lagi. Ia menuntun lembut A-na masuk ke dalam kamarnya.
A-na tak bereaksi, ia terus menundukkan kepala dengan tubuh bergetar kedinginan. Tangannya erat memegang Yuha, pasrah masuk ke dalam kamar.
"Kenapa tuh?" Ian mengerjapkan mata beberapa kali. Stella mengendikkan bahu, namun wajahnya ikut khawatir.
Begitu juga dengan anak-anak lainnya. Carmen dan Jiwoo saling tatap, bertanya dalam diam. Ye-on sibuk menganalisis, sedangkan Juun tak berhenti melongo.

KAMU SEDANG MEMBACA
Until The End [Hanaz] [END]
FanfictionDariku, yang kini hidup karenamu, dan akan terus menyayangimu ... Dalam setiap degup, yang tak pernah benar-benar jadi milikku. ? ? ? 100% fiksi