抖阴社区

24. With Fear

345 47 3
                                        

Yuha berangsur membaik. Namun Ayahnya masih belum memperbolehkan masuk sekolah. Sayangnya, Yuha tetaplah Yuha. Keras kepala dengan gengsi setinggi langit.

Dia merengek pada Pak Ben agar tetap mengantarnya, berjanji tak akan pulang lebih dari jam tiga sore.

Pak Ben melotot, dia melengos pergi meninggalkan Yuha yang sesenggukan. Berdecak kesal, akting yang sudah susah payah Yuha bangun sia-sia begitu saja.

"Setengah hari," ucap Yuha tiba-tiba.

Pak Ben menghentikan langkah. Jantungnya berdegup sangat kencang. Perintah Ayah Yuha adalah mutlak baginya. Namun di lain sisi, dia sebenarnya juga tak tega pada sang Nona.

"Setengah hari pak, lagian saya juga udah baik-baik aja, bapak mau saya tambah stress di rumah!? Justru dengan pergi ke sekolah saya merasa lebih baik, pak!" Yuha meninggikan suara. Kini dia benar-benar menangis sungguhan.

"Justru dengan di rumah saya merasa kosong! Ayah gak pernah pulang dan Pak Ben sama Bibi Nim gak akan paham gimana cara nemenin saya!" Yuha melangkah dengan tangan terkepal kuat. Giginya bergemeletuk. Emosi membuncah dari dalam hatinya.

Yuha kembali oleng. Pak Ben tersentak kaget menahan tubuh ringkihnya.

"Tuh kan Non! Jadi sakit lagi," Pak Ben menatap khawatir.

"Ya ampun! Ada apa pak!?" Bibi Nim datang dengan centong sayur, lari terbirit-birit. Wajahnya pucat menatap Yuha yang lemas dengan napas tersengal.

"Bi! Obatnya Bi!" Pak Ben menggendong cepat tubuh Yuha masuk ke dalam kamar dengan Bibi Nim cekatan mengambil tablet di laci.

A-na tersentak dari tidurnya.

Jantungnya berdegup kencang. Peluh membasahi pelipis. Ia refleks menatap ke luar jendela. Matanya menerawang jauh seolah sedang mencari sesuatu.

"Kenapa Na?" Juun berbisik di sampingnya, menyenggol pelan. A-na tak merespons hingga guru sejarah, sekali lagi, membentaknya dari arah depan.

"A-na! Ngapain kamu bengong terus!?"

berdecak kesal, A-na terpaksa menyunggingkan senyum. Dia harus membalas dengan menunjukkan keseriusannya dalam belajar.

"Maaf pak, saya sedang memikirkan sesuatu tentang pelajaran hari ini," ucapnya tegas tanpa berhenti menatap tajam ke depan.

Guru itu menaikkan kedua alis. Teman-teman A-na menoleh bersamaan.

Terjadilah perdebatan seru di dalam kelas dengan A-na sebagai pemimpin. Entah bagaimana cara dia menggugah rasa ingin tahu murid lain, guru sejarah di sana menatap antusias. Terharu dengan tindakan yang A-na lakukan. Kesan jelek padanya hilang begitu saja.

Di akhir kelas, guru itu memuji pertanyaan dan jawaban Ana yang di luar nalar. Benar-benar tak terpikirkan oleh siswa lain. Meski terkadang sedikit nyeleneh karena memang materi mereka belum sampai sejauh itu, namun misi A-na mencuri hati guru ini sukses besar.

"Inyi! ngipiyin kimi binging tiris!?"
(A-na, ngapain kamu bengong terus!?)

A-na menirukan ucapan guru sejarah dengan nada mengejek.

Juun tertawa di sampingnya, menyenggol agar tak meneruskan. Meski hanya bercanda, tetap saja itu tidak sopan. Mereka berjalan beriringan dengan hiruk-pikuk sekitar.

A-na tak merespon. Dia benar-benar seperti orang linglung saat ini. Tak ada tanda-tanda keberadaan Yuha, membuatnya seperti kehilangan sesuatu di sekolah.

"Astaga, lemes banget Na, Kak Yuha gak ada di sini," Juun tersenyum simpul. Menatap A-na dengan wajah sedikit khawatir.

"Jangan sampek lu juga ikutan sakit loh Na, Kak Yuha pasti tambah sedih nanti," ucap Juun tiba-tiba menepuk bahunya.

Until The End [Hanaz] [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang