"Iya om, orang ini masih saja terus menggangguku." Seruku sambil menunjuk kepada kakak.
"Mengganggu! Kau yang tidak pernah menghargaiku." Seru kakak membalas perkataanku. Aku memutarkan bola mataku kesal.
"Kalian ini sudah dewasa masih saja bertengkar." Kata mama mengomeli kami.
"Kakaknya nyebelin." Seruku sambil menjulurkan lidah. Di balas dengan ledekan dari dirinya.
"Kakak balikin dong..." Pintaku sambil menjulurkan tanganku kepadanya. Dia malah meminumnya dan membuatku semakin marah kepadanya.
"Andrew jangan cari gara-gara. Kondisi adikmu masih belum pulih." Tegur papa. Kakak pun mengalah dan kembali mendekatiku dan menyerahkan greenteaku. Untung saja dia hanya meminum seteguk.
"Baiklah aku pamit." Seru om Jason pamit.
"Makasih ya om." Seruku sambil melambaikan tanganku. Setelah om Jason pergi, kakak langsung duduk di tampat tidurku dan ikut membaringkan dirinya di sebelahku. Karena ranjang rumah sakit yang sempit aku pun tidak dapat bergerak secara leluasa.
"Kakak sana! Sempit.." Seruku. Bukannya pergi dia malah semakin mendekat dan memelukku dari samping. Aku tahu dia sangat mengkhawatirkanku oleh karena itu aku mengalah dan membiarkannya memelukku hanya untuk kali ini saja.
"Kau jangan membuatku khawatir lagi." Serunya sambil mengacak-ngacak rambutku. Aku pun tersenyum lembut kepadanya sambil terkekeh pelan. Kadang-kadang dia bisa menjadi manis seperti ini.
"Jadi bagaimana dengan teman-temanmu. Kau sudah menceritakannya?" Tanya mama penuh harap. Mama tidak suka dengan pemikiranku bahwa aku harus merahasiakan kondisiku kepada teman-teman.
"Aku hampir saja menceritakannya kalau saja kalian tidak menganggu obrolanku. Entah aku harus berterimakasih atau menyesal." Seruku sambil membaringkan diri dan meminum green tea, mengabaikan kakak yang tetap memelukku dari samping.
"Karena kejadiannya seperti ini mau tidak mau kau harus menceritakannya." Seru papa. Aku pun terdiam karena perkataan papa. Benarkah aku harus menceritakannya? Namun sepertinya aku tidak dapat mengelak lagi. Aku benar-benar berhutang penjelasan kepada mereka apalagi kepada Rafa.
"Kalau kau tidak memberitahukan mereka. Kakak akan memberitahukannya kepada Rafa secara langsung." Seru kakak sambil memandangku dengan tatapan seriusnya itu.
"Baiklah aku akan memberitahukannya kepada Rafa hanya saja tidak saat ini." Seruku sambil menghela nafas panjang. Mungkin aku akan memberitahukannya sebulan lagi. Entahlah yang jelas aku akan memberitahukannya saat aku telah siap menghadapi semuanya.
"Baiklah... Tapi jangan terlalu lama.. Oke sweetheart." Seru mama. Aku pun menganggukan kepalaku sambil tersenyum. Mau tidak mau aku harus menghadapi kenyataan.
"Kau benar-benar harus memberitahukannya oke? Kau berhutang penjelasan kepadanya." Kata kakak mengingatkanku lagi.
"Hmmm..." Seruku sambil menaruh gelasku di tangan kakak dan memeluknya dari samping. Aku benar-benar takut saat ini. Memikirkan kemungkinan-kemungkinan yang terjadi saat aku memberitahukannya kepada mereka.
"Janga terlalu dipikirkan oke? Sekarang sebaiknya kau berisirahat." Seru papa dan aku menganggukan kepalaku dalam pelukan kakak. Kakak mengelus-ngelus rambut dan punggungku secara bergantian. Semua perlakuannya kepadaku saat ini benar-benar membuatku semakin mengantuk. Aku pun memejamkan mataku berusaha untuk tertidur.
"Mama dan papa akan pegi ke hotel. Kau mau tetap di sini atau ikut?" Tanya papa ke pada kakak setelah mereka yakin bahwa aku sudah tertidur. Dari dulu mama dan papa selalu menginap di hotel yang sama saat menemaniku ke rumah sakit. Jarak dari rumah kami ke rumah sakit cukup jauh, dengan menginap mereka akan selalu dekat denganku.

KAMU SEDANG MEMBACA
Prolog?
Teen Fiction"Apa yang kau mau?" Tanyanya. "Tidak ada." Jawabku singkat. "Lalu kenapa seharian ini kau seperti berusaha mendekatiku?" Tanyanya dengan curiga. "Karena aku penasaran denganmu." "Bisakah kau tidak menggangguku dan membiarkanku menikmati ketenangan?"...
Chapter 21~ Persuade
Mulai dari awal