抖阴社区

19 - Mama

9.3K 643 4
                                        

Suara gemuruh terdengar dari luar rumah. Hujan begitu lebat dan memberikan sensasi dingin di tubuh Kana hingga gadis itu kembali merapatakan tubuhnya pada Nic. Ini hanya rahasia kecil mereka... keduanya memang tidak pernah tidur terpisah, tidur dalam artian yang sebenarnya.

"Nic.." gumam Kana.

"Hmmm..."

"Apa kau mendengar suara tangisan?" Tanya Kana. Nic merenggangkan sedikit pelukan mereka untuk menatap wajah Kana.

"Apa kau sedang menakuti ku?" Sejak kemarin rumah Orlando hanya diisi oleh Nic, Kana dan Orlando. Naya dan Faris sudah kembali kerumah mereka masing-masing dengan alasan tradisi pingit, sementara Kakek dan nenek Nic juga sudah kembali ke rumah mereka.

Kana menggeleng pelan. "Aku serius." Ucapnya kemudian wajah Kana semakin memucat saat mendengar teriakkan memilukan yang entah datang dari mana.

"Nic aku rasa kita harus memeriksanya." Kana segera bangkit dari tidurnya dan berjalan keluar kamarnya diikuti oleh Nic.

Kepanikan Kana semakin hebat kala melihat pintu kamar yang selama ini selalu tertutup kini terbuka. Sementara Orlando menunggu di luar dengan wajah Panik.

"Ada apa kek?" Tanya Kana khawatir. Kana sempat melihat wajah terkejut Orlando tapi kakeknya hanya diam mematung tanpa mau bicara sedikit pun. Dengan gusar Kana masuk ke dalam kamar itu dimana dilihatnya seorang dokter tengah sibuk dengan segala macam alat medis dan darah yang berceceran di lantai.

Seperti terpaku Kana hanya menyaksikan semuanya di tempat seorang diri. Menyaksikan betapa sibuknya dokter itu bergerak kesana kemari dengan lihainya. Ada dua perawat disana hingga menghalangi pandangan Kana untuk melihat siapa pasiennya.

Apakah ia sedang bermimpi.

"Kau tidak sendiri Kana." Nic dengan perlahan merangkul bahu Kana dan memberi kecupan ringan di atas kepala gadisnya.

"Dia ibumu." Jelas Nic sambil menggenggam tangan Kana seolah sudah sigap menahan bobot tubuh Kana karena setelah mengatakan itu tubuh Kana seperti daging tanpa tulang. Gadis itu kehilangan keseimbangannya sementara air matanya sudah mengalir.

"Apa yang terjadi?" Tanya Kana masih menatap ke tempat yang sama.

"Ibumu kembali mencoba bunuh diri."

Seolah dunianya runtuh. Kana langsung jatuh ke dalam dekapan Nic, Nic membawa Kana perlahan keluar dari ruangan itu. Dengan perlahan Nic menggiring Kana kembali ke kamar gadis itu.

Ini mimpi bukan! Batin dan pikiran Kana berkecamuk. Ya, seharusnya ini mimpi, jika saja dekapan Nic tidak terasa nyata.

Ibunya kembali mencoba bunuh diri? Seberapa sering wanita itu melakukannya? Tidak cukupkah ibunya tidak menginginkannya hingga tidak menginginkan hidupnya juga?! Kana menahan denyut dikepalanya. Merasakan sensasi yang luar biasa di dalam kepalanya.

"Kau harus kuat." Hanya itu yang bisa Nic ucapkan.

"Kau sudah lama tahu?" Tanya Kana pelan.

"Tidak. Aku juga baru tahu." Ya, Nic juga baru tahu.. selama ini yang ia tahu jika memang ada satu lagi anggota dirumah ini yang tidak pernah menampakkan batang hidungnya.

Nic diam-diam sering melihat Orlando menatap sendu ke arah kamar di ujung ruangan itu, sesekali Orlando akan bercerita sendiri di depan kamar itu tentang betapa lucunya Kana kecil atau seorang anak kecil yang bernama Leona dan Orlando juga rutin mengantarkan makanan tiga kali sehari ke dalam kamar itu dan keluar setelah setengah jam setelahnya. Awalnya Nic mengira Orlando lah yang memakan makanan itu sendiri namun dugaannya meleset saat melihat Orlando selalu ikut makan di meja makan.

"Aku ingin semua ini hanya sekedar sebuah mimpi Nic." Ucap Kana parau.

"Kalau begitu anggaplah ini mimpi." Balas Nic menenangkan Kana.

-o0o-

Pagi ini Kana harus kembali membuka matanya lebih lebar. Pagi ini Orlando dengan tenang membawanya kembali masuk ke dalam kamar ibunya. Dan dengan bantuan sinar matahari Kana dapat dengan jelas melihat wanita yang tengah terbaring dengan bermacam-macam alat bantu kedokteran. Wanita itu, ibunya terlihat sangat kurus dan pucat.

"Ibumu mengandungmu saat berusia 19 tahun." Jelas Orlando yang membuat mata Kana terpejam.

"Sejak kapan?" Tanya Kana. "Sejak kapan ia seperti ini?"

"Sejak ia melahirkanmu."

Kana ingin menahan air matanya, namun ia tidak cukup kuat.

"Kau ingin mendengar ceritanya?" Tanya Orlando yang lebih tenang dari Kana. Kakeknya itu memang selalu bersikap datar sejak dulu.

"Tidak perlu kek. Kau tidak perlu bercerita apa pun."

"Maafkan kakek, Kana. Seharusnya sejak dulu kakek mempertemukan kalian."

"Tidak perlu merasa bersalah kek. Aku tahu apa pun yang kakek lakukan itu semua untuk kebaikanku." Jawab Kana seadanya.

"Kana..."

"Bisakah kau memberi waktu untukku dan mama kek... Mmmm... Harus kupanggil apa dia."

"Kau bisa memanggilnya mama karena dia memang ibumu." Jawab Orlando kemudian beringsut mundur meninggalkan cucu dan anaknya di dalam kamar tersebut.

Kana memandangi wajah cantik ibunya. Ya, ibunya sangat cantik. Berwajah mungil khas bangsawan Eropa yang sering ia lihat di film. Hidungnya mancung dengan bibir mungil dan bulu mata yang lebat.

"Maafkan aku karena kau harus menanggung derita karena kehadiranku." Kana tersenyum perih meratapi dirinya yang hanya membawa duka dan penderitaan untuk orang yang sudah bersusah payah melahirkannya dan kakeknya yang telah merawatnya.

"Kau tahu kau sangat cantik, mama." Kana kembali tersenyum kecut. "Pantaskah aku memanggilmu mama. Kau tidak keberatan bukan?" Ringis Kana.

"Seharusnya kau tidak membuang-buang sisa hidupmu, mama. Kau cantik dan sangat muda saat melahirkanku. Kau pasti sangat terguncang."

"Mungkin aku adalah kesialan untukmu."

Kana menatap sekelilingnya, dan melihat banyak tumpukan buku dimana-mana. Mungkin dulu ibunya sangat suka membaca, berbanding terbalik dengan dirinya.

"Aku ingin tahu sejak kapan kau pulang ke rumah? Apa setelah aku pergi sepuluh tahun yang lalu?" Tanya Kana seperti kepada angin.

"Ah.., maafkan aku karena terlalu banyak bertanya." Kana berdiri dari kursinya dan berjalan menghampiri sebuah buku dongeng berjudul Cinderella. Ia mengambil buku itu dan kembali duduk di kursinya tadi, tepat disamping ibunya.

"Baiklah bagaimana jika kita membaca sebuah dongeng. Apa kau menyukai Cinderella, mama? Sejujurnya aku tidak menyukai dongeng Cinderella.. terlalu pemimpi... Bagaimana mungkin ada pangeran yang jatuh hati dengan satu kali pandang. Kurasa pangeran jatuh hati karena Cinderella cantik... Semua laki-laki kan suka yang cantik-cantik dan seksi." Rengutnya sendiri seperti anak kecil.

Kana menatap wajah tenang ibunya. "Aku lupa jika kita belum berkenalan." Kana mengingkirkan anak rambut ibunya dari wajah ibunya dengan pelan.

"Perkenalkan namaku Kana. Aku anakmu. Sejak kecil aku sering mendapat julukan-julukan aneh dan sebagian besar kudapat dari Nic." Kana memutar bola matanya. "Dan yah kami akan menikah." Kemudian ia tertawa.

"Dia bahkan belum melamarku." Ia memang sedikit jengkel dengan hal itu. Kana kembali menatap ibunya yang terbaring dengan tenang, ketimbang dikatakan koma bagi Kana ibunya seperti sedang tertidur dan bermimpi indah.

"Mama.., tidak perduli seberapa bencinya kau kepadaku... Meskipun kau tidak menginginkanku. Tapi aku tidak akan meninggalkanmu... Jadi kumohon terima aku sebagai putrimu... Bangunlah dan lihat pernikahanku."

"Baiklah kita mulai dongengnya." Seru Kana seorang diri.

-o0o-

Protected EnemyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang