抖阴社区

p. Keyakinan Atas Kemustahilan

388 39 5
                                        

Sensasi dingin dan menenangkan dari sheet mask yang baru 5 menit ku pakai mulai terasa. Kalau Ardi bilang sedang jatuh cinta, maka salah besar. Beberapa minggu terakhir aku memang sedang rutin merawat tubuh serta wajah, dan itu terjadi tanpa alasan. Aku hanya, yeah, ingin melakukannya.

Sebenarnya sih, aku bosan dipanggil Areng atau shadow cuma karena kulit gelapku. Aku pikir, mungkin kalau nantinya aku sedikit lebih cantik—atau minimal nggak sekucel sekarang—orang lain mulai menghargaiku.

Mataku mulai terpejam pada penghujung sore ini, namun suara dering ponsel menggangguku. EUGHHH

"Halo?"

"PIIIINKKK!"

Membelalakan mata mendengar isak tangis di sebrang sana. Buset! Aku nggak salah dengar kan?

Ruby meneleponku sambil nangis?

"Apa?"

Dan kalimat yang dilontarkan Ruby berikutnya membuat efek dingin maskerku seketika jadi hangat. Aku panik, lantas bersiap asal dan mulai melajukan motor ke tempat saudara tiriku saat ini.

"LU PASTI GA IKHLAS KAN MINJEMIN HANDPHONE LO BUAT GUE PESEN OJOL TADI?!"

"Ikhlas kali." Aku memajukan bibirku sesaat. Cewek jahat. Padahal aku udah buru-buru kemari karena mengkhawatirkannya. "Musibah mau diapain lagi, By. Masa nyalahin gue."

Mataku melihat tubuh Ruby dari ujung kepala hingga kaki. Lengan kirinya dibalut gips karena tulang sikunya sedikit geser, lalu kaki kirinya juga keseleo. Beberapa memar dan luka tampak dibalut kasa. Mengenaskan.

Ya, dia jatuh dari motor abang ojol yang mengangkutnya.

"Lagian tadi gue nawarin buat nebeng gue aja, lo nya gamau."

Ruby hanya diam, memandang kosong udara. Lalu dia berkata tiba-tiba, "Pink, gue suka sama Ardi."

Tercengang beberapa detik. Apa-apaan ini orang? Kenapa dia mendadak mengucapkan hal yang mengejutkan? Menyadari keterdiamanku, Ruby kembali bersuara.

"Kenapa? Lo suka juga sama dia?"

E-eh? "Enggak sih."

"Yaudah, bantuin gue biar deket sama Ardi kayak lu."

"H-ha?"

"Kemarin lo bilang mau ngelakuin apapun asal gue bantuin lo jadi putih. Sekarang, bales budi lo."

Ugh.

"Gimana caranya gue bikin kalian deket?"

"Itu urusan lo."

Aku jadi kepo. "Lo sejak kapan suka Ardi?"

"Gausah nanya-nanya deh. Lakuin aja permintaan gue."

UGH, dasar mengesalkan.

Keesokan harinya, Ruby memilih untuk absen. Papa terkejut karena beliau pikir, selama ini aku dan Ruby selalu berangkat serta pulang bersama. Namun akhirnya, aku angkat bicara bahwa kami tidak sedekat itu. Dan akhirnya, Papa marah. Dia menyuruhku selalu pulang-pergi bareng Ruby, begitupun Ruby yang tak diperbolehkan menolak.

Aku menatap bayangan wajahku di spion motor. Wajahku memang sedikit lebih bercahaya, walau cahayanya masih remang-remang. Uh, aku harus sabar. Untuk menjadi cantik dan lebih baik, memang butuh waktu.

"ARGH!"

Meringis kala telapak tangan seseorang menepak bahuku dengan kasar. Siapa lagi kalau bukan Ardi.

Ardi memulai omong kosongnya. "Gue makin ganteng ya kalau pagi-pagi?"

"TAI." Argh, tuhkan aku berkata buruk lagi. Padahal aku janji pada diriku untuk mengurangi kata makian dan umpatan. "Anda gila ya?"

Ar.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang