抖阴社区

#1 A Starting Point

41 1 0
                                    

YAYODA BERDIAM DIRI di ambang pintu rumahnya yang besar, melipat tangan di depan dada sambil memandangi kedua kakaknya yang bersibuk menaikkan tiga koper besar ke bagasi mobil. Mulutnya rapat, enggan sekadar membagi suaranya dan tetap membisu bahkan setelah salah satu orang di belakang mobil itu tertawa kecil untuknya.

"Jaga rumah baik-baik, Dik."

Yayoda mendecih selagi Giras menutup bagasi usai mengeknya dan Sirin berjalan mendekati.

"Mungkin malam nanti Mama pulang?" si kakak nomor tiga berujar setelah tiba dua langkah di hadapannya, memberinya sebuah usapan sayang di puncak kepala dan dia bisa melihat sonar mata perempuan itu juga tak kalah melimpahnya dengan kasih. Baginya, Sirin adalah definisi seorang ibu yang tidak pernah bisa ditemukannya dalam diri sosok perempuan yang selama ini dipanggilnya Mama. "Siapa tahu, kan? Baik kalau kamu ada di rumah."

Sebagai bungsu, Yayoda jarang dibiarkan seorang diri mendiami kediaman raksasa itu. Selalu ketiga kakaknya menemani pun itu harus bergantian dan tak jarang membuat Yayoda uring-uringan lantaran jengkel atas perlakuan saudara-saudaranya yang memperlakukan dirinya seperti bayi kecil. Namun sore itu dia menyesal pernah menyuruh ketiga kakaknya membiarkan dia menguasai rumah seorang diri dan melakukan apapun yang dia suka tanpa ada yang melarang. Nyatanya, sore itu matanya memerah merebak tangis saat Sirin mulai mengangkat koper-koper besar ke bagasi Giras yang datang terlambat. Nyatanya, dia masih butuh kehadiran saudara-saudaranya demi mengisi kekosongan figur kedua orangtuanya. Dan nyatanya, dia hanya terlalu menyayangi ketiga kakaknya hingga dia harus tersedu sedan saat Sirin berbalik dan menyusul Giras masuk ke mobil.

Si sulung Giras memerhatikan sungguh-sungguh bagaimana air mata adik bungsunya menganak sungai, namun bibir si pemuda bungkam tak mau mengeluarkan isak. Tahu benar hal itu cukup menyakitkan, Giras menyuruh Sirin juga menoleh ke luar jendela.

"Menurutmu gimana?" Giras meringis merasa bersalah. Si adik bungsu mengusap ingus kasar dengan kepalan tangan. "Kudengar besok Yuna mengadakan kuis untuk kelasnya. Yoda sudah terlalu sering membolos, aku nggak bisa membujuk Yuna dengan alasan yang sama terus-menerus."

Ada beberapa sekon yang diambil Sirin demi memandangi raut pilu di luar jendela mobil kakaknya. Sudah lama sekali sejak kanak-kanak Sirin tidak pernah melihat tangisan Yayoda yang sebegitunya. Ada hantaman keras dalam hatinya ketika telinganya bisa mendengar dengan jelas isak yang bahkan sama sekali tak keluar dari bibir si bungsu.

"Duta baru bisa pulang di atas jam dua belas malam, itupun kalau profesornya mengizinkan dia absen presentasi di seminar nasional itu."

Tinggal di dalam rumah besar dengan kedua orangtua yang jarang pulang, Sirin remaja mengalami masa-masa sulitnya dan sering menangis diam-diam di malam hari. Kakaknya yang nomor dua akan menyelinap masuk ke kamarnya dan menemani sepanjang malam demi menceritakan banyak hal dan membuatnya melupakan kesedihannya. Sirin pikir mungkin Yayoda juga kerap melewati malam-malam dimana pemuda itu hanya ingin menangis di samping saudara-saudaranya. Meski jika dilihat, penampilan luar Yayoda lebih tampak kokoh tak bercela dibanding Sirin yang dulu setransparan plastik bening. Kali ini, mungkin saja Yayoda sedang dalam masa-masa itu, dan tidak ada satupun saudara-saudaranya yang duduk menemani di sisinya. Memikirkan hal tersebut membuat Sirin meriang kesakitan.

"Kak Yuna nggak pernah menolak bual rayuanmu, Kak," Sirin akhirnya membalas, terdengar sedikit kesal karena Giras membuat mereka berdua membiarkan si bungsu kesayangan menangis terlalu lama. Dia membuka pintu mobil dengan tergesa sambil berkata, "Urus itu buatku."

Yayoda sedang bersibuk menyeka ingus dan menenangkan irama napasnya yang tersengal lantaran menahan isak, saat kemudian sebuah tangan mengusak kepalanya lembut. Sirin sedang membagi sebuah senyum lebar saat kepalanya mendongak, kakak perempuannya itu kemudian menepuk pelan punggungnya sebelum menggandeng tangannya menuju mobil Giras.

If Only Yesterday Could TellTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang