DIBAWAHI OLEH KANTOR Wilayah DJP Jakarta Pusat, Kantor Pelayanan Pajak Pratama Jakarta Senen berada dalam dua belas daftar cabang KPP Pratama lainnya di wilayah tersebut. Segala kegiatan yang terjadi di dalam KPP Pratama adalah lepas dari peredaran uang masuk ataupun uang keluar sehingga para pegawainya kerap membuat guyonan khas yang menyentil demi menggambarkan keadaan, "kantor kering". Tidak ada kesempatan sekecil apapun untuk memanipulasi uang kantor, sebab pada dasarnya kantor tidak memiliki uang sendiri untuk dikelola dalam jumlah banyak. Yang menjadi sentral pekerjaan KPP Pratama ialah pelaporan data dan melakukan pengecekan silang untuk itu. Satu-satunya yang bisa dimanipulasi adalah bentuk data dan informasi di meja pelayanan, yang mana hal itu jarang bahkan tidak pernah terjadi sebab asas self-assassment yang diterapkan negara kepada para wajib pajak. Urusan memanipulasi fakta di lapangan oleh wajib pajak itu di luar kesalahan orang kantor, tapi individu wajib pajak bersangkutan.
Sirin menjadi satu dari sekian banyaknya pegawai yang akhirnya harus terkurung selama delapan jam lebih di antara kubikel kecil tiap-tiap divisi dan dengan mudah membaur bersama ombak stigma orang kantoran yang konservatif dan monoton, terkubur bersama berkas-berkas menumpuk di atas meja dan mata yang kelelahan memerhatikan layar komputer. Selama tiga bulan kedepan, Sirin juga masih harus mendapat penataran untuk lantas bisa lepas dari status pegawai On Job Training menjadi pegawai yang sesungguhnya. Harus datang satu jam lebih awal demi menghadiri kelas penataran, hampir-hampir Sirin selalu melewatkan jam sarapan dan berakhir menjadi langganan sebuah resto kecil di seberang kantor, setidaknya tempat itu memiliki lantai yang kinclong dan meja yang selalu dibersihkan tiap kali pembeli selesai makan.
Tapi di tengah rutinitas baru yang Sirin sudah hampir bosan belum genap seminggu ini, ada kehadiran sosok baru yang tak disangka Sirin akan membuat harinya berkali-kali lipat jauh lebih baik dan membuatnya tersenyum tersipu malu di balik kubikel pada jam kerja. Adalah Difka Lesmana, laki-laki dua puluh tujuh tahun yang benar-benar menepati perkataannya sore itu. "Sampai bertemu nanti" dan Sirin sungguh melihat Difka menunggunya di depan pintu keluar-masuk karyawan, menawarkan pulang bersama yang terpaksa harus ditolak Sirin lantaran dua saudaranya yang memutuskan tidak jadi pulang dari rumahnya, dan keduanya berakhir di sebuah kafe beken sekadar berbagi alamat dan nomor telepon. Secara keseluruhan, Difka adalah definisi harfiah dari calon suami yang baik dan matang baik secara materi maupun mental.
Pukul dua belas siang, turun dari tangga, Sirin akan mendapati Difka bersandar di tembok sambil memainkan ponsel, ketika disapa dan ditanya sedang apa, jawabnya selalu sama hangatnya, "Menunggu kamu."
Kali ini Sirin mengambil jam istirahat lebih lambat dari biasanya disebabkan tugas tambahan yang harus cepat-cepat dia selesaikan. Sebuah pesan dia kirimkan pada Difka untuk pergi makan lebih dulu. Namun saat kemudian Sirin turun ke lantai satu setelah pekerjaannya selesai, hatinya menghangat ketika mendapati seseorang bersandar di tembok sana, seperti biasa menunduk sambil bersibuk dengan ponsel.
Difka masih menunggunya pun ini sudah lewat setengah jam dari waktu istirahat.
"Hei," Sirin menyapa lemah. Difka secara otomatis pergi dari atensinya kepada ponsel dan memberi si perempuan senyumnya yang memabukkan, dia menyimpan ponsel ke dalam saku celana.
"Sibuk sekali, Bu?" Difka menggoda. Laki-laki itu jauh jauh jauh lebih panas dengan kacamata bingkai hitam yang sedang dikenakannya sekarang dan Sirin tidak bisa berpaling dengan mudah, sehingga saat Difka menyadarinya, laki-laki itu jadi sedikit malu. Dia membenarkan letak kacamatanya sambil berkata setengah meringis, "Mataku agak kabur belakangan, ternyata aku minus. Ini nggak keren, kan? Pakai kacamata."
Sirin mengerjap beberapa saat, dan seolah sadar mungkin dia memandang Difka terlalu lama sehingga membuat si laki-laki kurang nyaman, dia buru-buru mengoreksi, "Kamu kelihatan lebih baik seperti ini."

KAMU SEDANG MEMBACA
If Only Yesterday Could Tell
ChickLitAtala mendadak hilang pada hari H pernikahannya, meninggalkan Sirin bersama tangisan pilu. Bertahun-tahun hingga akhirnya Sirin mampu bangkit usai menanggung malu sekeluarga, Atala kembali seolah tidak pernah terjadi apapun di antara mereka. "Jangan...