"TINGKAH laku keluargamu mengerikan."
Jaehyun mendesiskan kata-kata itu dari sudut mulutnya sewaktu kembali menuju suite mereka.
"Tepat seperti yang kau inginkan," sahut Doyoung. "Karena itulah kau memastikan ada fotografer untuk menangkap setiap momen yang membawa bencana. Jadi, kuharap kau senang."
"Oh, aku tidak bisa memikirkan kata-kata lain untuk menggambarkan perasaanku." Sebenarnya, perasaan Jaehyun bertentangan, ia merasa bersalah dan malu, mengharapkan sedikit skandal untuk membuktikan kepada keluarga dan penduduk Santina betapa tidak cocok nya mereka. Ia tidak bisa mempercayai betapa gembira orangtuanya menerima berita itu. Tangis ibunya meledak sewaktu ia tiba, begitu bahagia karena sang putra telah kembali, dan ayahnya, meskipun tidak pernah berlebihan, merangkulnya dan memberitahunya bahwa diam-diam dia lega karena putranya sudah siap meneruskan tugas-tugas kerajaan. Ayahnya tidak benar-benar mengakui itu, tapi dari apa yang tersirat, Jaehyun bertanya-tanya apakah itu disebabkan oleh kondisi kesehatannya. Bukan untuk pertama kalinya sejak Jaehyun tiba di Santina, ia tersadar memang sudah waktunya kembali dan mengisi peran yang menjadi takdirnya. Tapi kini tanpa kehadiran Ten yang telah dipersiapkan, wanita yang mengerti perannya, mengerti kebiasaan penduduk Santina.
Sebaliknya, besok koran-koran akan dipenuhi kekonyolan keluarga Kim, karena begitu seringnya mereka membuat skandal, sehingga hal itu tentunya akan berbalik kepadanya. Keluarganya pasti mengira ia sudah gila. Mark tercengang; sahabatnya Yuta bertanya terus terang apakah ia benar-benar telah kehilangan akal sehat.
"Mereka tidak seburuk itu," Doyoung mencoba membela. Ya, keluarganya memang mengejutkan, tapi mereka juga turut berbahagia untuknya, sangat tulus, tidak seperti tamu-tamu kerajaan dan teman-teman Jaehyun, yang semuanya mencemooh serta merespon kegembiraan keluarga Kim dengan dingin.
Para tamu masih hilir-mudik, berbondong-bondong keluar dari ruang pesta, bukan hanya menuju taman-taman yang tertata rapi, namun, karena ini keluarga Doyoung, mengisi kamar-kamar kosong di sudut istana. Meskipun ia membela mereka, Doyoung ngeri melihat tingkah laku keluarganya, dari kedatangan keluarga Kim di pulau itu, hingga suara-suara lantang mereka di pesta formal, ketakutannya semakin bertambah. Kini, saat pasangan yang berbahagia itu melangkah keluar, menuju suite mereka yang terpisah, saat sandiwara ini hampir berakhir, mendadak Doyoung merasa ingin menangis. "Keluargamu tidak lebih baik."
Jaehyun benar-benar berhenti berjalan dan menoleh. "Dan apa maksudnya itu? Keluargaku sangat sopan."
"Mereka tidak melakukan apa pun selain memandang rendah keluargaku." Doyoung berjuang menjaga emosinya tetap terkendali. Koridor, tidak peduli betapa pun mewahnya, bukan tempat terbaik untuk diskusi semacam ini dan ada fotografer dari majalah Scandal yang masih berkeliaran. Tapi kini ia tidak peduli siapa yang mendengar. "Mark menyeret Haechan menjauh dari mikrofon, menjauhkannya dari pesta kakaknya. Dia hanya ingin bernyanyi..."
"Ini pesta pertunangan kerajaan, bukan malam karaoke sambil mabuk-mabukan! Kita akan membicarakan ini nanti," tukas Jaehyun, berjuang keras untuk tidak membentak. Tapi sungguh, istana tidak pernah terlihat seperti ini! "Untuk sekarang, pokoknya..." Jaehyun menunduk menatap wajah Doyoung yang tegang dan memutuskan untuk tidak memintanya melanjutkan sandiwara konyol ini karena wanita itu sudah nyaris meledak. Ia tidak bisa mengerti, lagi pula, keluarga Doyoung-lah yang telah mempermalukan diri mereka sendiri. Dari adiknya yang mabuk mengambil mikrofon dan mencoba bernyanyi, hingga pidato ayahnya yang melantur. Syukurlah ia tidak benar-benar menikahi keluarga itu. "Ayo naik..."
Doyoung tidak mau ke lantai atas, tidak mau diasingkan lagi ke menara tempat tinggalnya, ruangan tempatnya mondar-mandir sejak tiba di Santina. Ia nyaris tidak pernah melihat Jaehyun, atau Yoonoh, sebagaimana ia harus memanggil pria itu sekarang. Bisa dibilang inilah pertama kalinya mereka berduaan, dan mengetahui besok keluarganya akan dipermalukan di depan umum, hancur oleh pemberitaan di koran-koran dan majalah, ia merasa sudah cukup berakting di depan kamera.
"Aku tidak pernah melihat sekumpulan orang yang begitu dingin dan kaku." Doyoung tidak akan diam oleh tatapan Jaehyun, tidak akan menerima ejekannya, bahkan meskipun mereka pantas diejek. Pikiran itu membangkitkan air mata penuh amarah dan perlawanan. "Setidaknya ayahku mendoakan kita."
"Dia sedang mabuk," ujar Jaehyun. "Dia berkata, dan maaf jika aku salah mengutipnya, tapi jika aku mengingatnya dengan benar, dia sangat bahagia karena kau sangat beruntung."
"Setidaknya dia berusaha," sahut Doyoung.
"Berusaha?" Jaehyun tidak bisa mempercayai apa yang ia dengar. "Dia bahkan tidak kembali ke hotelnya, dia tertidur di kamar tamu! Aku meminta sopir pergi ke sana dan mengemas tas untuk semalam. Dan kau menganggapnya berusaha?"
"Begitulah ayahku," Doyoung mencoba membela, karena bagaimana ia bisa mulai menjelaskan kepada pria yang dingin dan angkuh ini, bahwa tingkah laku ayahnya yang ceroboh itulah yang membuat Changmin begitu menarik, setidaknya di rumah. "Setidaknya dia tidak hanya memandang dengan hidung terangkat dan..." Doyoung tidak mampu melanjutkan; kalau tidak ia akan mempermalukan diri sendiri dan mulai menangis. Itu malam yang sangat buruk. Seluruh waktunya di Santina sangat buruk, dari detik pertama setelah mereka mendarat Jaehyun berubah menjadi salah satu dari mereka. Apa yang terjadi pada pria yang ia temui di London?
"Kau berubah." Doyoung menggunakan nada menuduh, tapi itu hanya membuat Jaehyun jengkel.
"Tentu saja aku berubah, di sini aku Putra Mahkota-"
Doyoung tahu itu!
Pria itu dingin dan kaku seperti sang ayah. Bahkan malam ini sewaktu Doyoung diperkenankan kepada Raja, dengan malu-malu, gugup, bahwa takut, Jaehyun nyaris tidak memberikan komentar pada perubahannya. Ia mengenakan gaun mewah berwarna merah tua, dengan rambut licin serta berkilau, dan tetap dianggap tidak layak. Doyoung melihat ayah Jaehyun sepintas mendengus, melihat tatapan tidak setuju dari keluarga pria itu, dan ia bisa saja mengatasi itu, hanya dengan beberapa patah kata penyemangat dari Jaehyun. Jika saja, semua ini nyata, jika mereka saling jalan cinta, sangat tidak tertahankan rasanya diperlakukan dengan begitu rendah.
Jika mereka jatuh cinta.
"Jadi-" Doyoung mengikuti ketika Jaehyun bergegas pergi. "-kau mendapatkan keinginanmu."
Jaehyun ingin percakapan ini berakhir di sana; ada sesuatu yang sangat sulit untuk ia katakan kepada Doyoung, peristiwa yang tidak akan ia terima dengan senang hati dan ia jelas tidak ingin mengatakannya di sini, tidak ingin mereka terlihat bertengkar di koridor, lagi pula mereka seharusnya saling mencintai. Tapi kata-kata wanita itu membuatnya bingung, menuntut penjelasan lebih jauh, dan mungkin beberapa sifat Changmin telah menular pada dirinya, mungkin satu malam bersama keluarga Kim membuatnya mulai bersikap seperti mereka. Untuk sesaat Jaehyun melupakan kedudukannya, lupa bahwa ia harus selalu lebih dulu menyudahi percakapan apa pun. Meskipun ia meraih pergelangan tangan Doyoung dan mulai berjalan, Jaehyun mendapati dirinya berhenti lagi.
TBC

KAMU SEDANG MEMBACA
Playing The Royal Game (JaeDo)
RandomDapatkan Doyoung mempertahankan jati diri dalam perannya sebagai tunangan pangeran dengan segala istana yang mengekang? Dan sanggupkah Jaehyun menahan desakan yang bergejolak di antara mereka mengingat pertunangan ini hanya sementara? [Remake dari n...