抖阴社区

9 B

1.5K 247 9
                                    

"Aku mengerti," sela Jaehyun, dan ia memang mengerti karena spontanitas tidak bisa menjadi bagian dari hidupnya. Dan itu memang disayangkan. "Aku tidak akan berada di sini jika bertunangan dengan Ten." Ten tidak akan pernah meninggalkan istana; tidak akan ada pertengkaran yang nyaris terjadi di jalanan. Jaehyun berpaling.

"Kau bisa saja melakukannya," kata Doyoung. "Kau memilih untuk hidup dengan aturan lama."

"Orang-orang tahu kita bertengkar."

"Tentu saja mereka tahu," ujar Doyoung. "Mereka tidak bodoh."

"Itu tidak pantas."

"Itu pertengkaran!" Doyoung mengangkat bahu. "Para pasangan bertengkar sepanjang waktu."

Jaehyun bisa mendengar suatu helikopter di atas; ia tidak ragu bahwa itu paparazi. "Apakah mereka akan menemukan kita sedang berciuman?" tanyanya.

"Kurasa begitu," sahut Doyoung. "Jika kita sudah berbaikan."

"Sudahkah kita berbaikan?"

"Kita sedang bicara," kata Doyoung. "Tentunya itu suatu permulaan. Tolong aku, Jaehyun, aku tidak bisa terkurung di istana. Aku merasa kehilangan diriku..."

"Aku akan mencoba," kata Jaehyun. "Mungkin boleh ada pengecualian."

"Kalau begitu kurasa kita sudah berbaikan." Doyoung menginginkan ciuman, meski itu hanya untuk di depan kamera; ia menginginkan sentuhan, ingin merasakan lebih dari pria itu.

Dan Jaehyun tidak akan pernah mempermalukannya; Doyoung tahu itu, sehingga ia tidak tersinggung ketika Jaehyun mengatur ulang posisi mereka, karena pria itu melakukannya dengan menjaga reputasinya. "Turunkan gaunmu." kata Doyoung, karena gaun Doyoung terangkat sedikit. Doyoung menurunkan gaunnya semaksimal mungkin, merasa kaku dan formal, seperti dua aktor sedang bersiap-siap, bahwa ketika Jaehyun menjelaskan. "Aku akan bergerak ke arahmu." Namun sangat menyenangkan untuk bersentuhan, mengingat kembali pria itu.

Itu ciuman demi keharusan, dan ciuman itu tidak akan mengarah ke manapun. Tangan Jaehyun berada di pinggang Doyoung dan akan tetap di sana; tubuh mereka cukup terpisah, hanya wajah mereka yang berdekatan. Ciuman itu lembut, ciuman untuk penyatuan kembali. Satu-satunya yang dirasakan Doyoung adalah bibir Jaehyun dan bibirnya hanya untuk pria itu.

Doyoung mendengar dengung suara helikopter sehingga ciuman Jaehyun tidak bertambah dalam, dan perlahan pria itu menarik kembali bibirnya. Jaehyun tidak ingin menjadi pangeran pada saat itu, menjadi pria normal akan jauh lebih mudah, karena yang ia inginkan adalah merasakan Doyoung lagi, dan ia memilih melakukannya.

Ia menyapukan bibir di bibir Doyoung dengan tetap lembut. Namun ciuman itu bukan untuk di depan kamera; itu ciuman yang berharap mereka benar-benar sendiri, ciuman yang hanya untuk mereka. Mereka tahu itu meski tidak berani mengakuinya.

Doyoung bisa merasakan napas Jaehyun dan napasnya sendiri yang semakin cepat.

"Jaehyun..." Doyoung menjauh, karena sangat sulit untuk tidak berguling ke tubuh Jaehyun. Ia merasakan tangan pria itu mencengkeram pinggangnya, meremas gaunnya dengan kaku. "Aku tidak mau ada satu foto pun yang tidak pantas di koran-koran."

"Sudah kukatakan kepadamu. Aku tidak akan pernah mempermalukanmu. Ku pikir kau ingin kita terlihat normal."

Jaehyun suka mencium Doyoung, itu sensasi yang sangat baru, dan ia tidak pernah bermain-main dalam hidupnya, tidak pernah.

Tidak sekali pun.

Ada dua hal terlarang di sini.

"Aku tidak mau kau menuduhku menggodamu."

Playing The Royal Game (JaeDo)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang