抖阴社区

                                    

Tetap saja, Doyoung tahu tidak ada yang bisa ia keluhkan, jika ja tersenyum saat mengambil kotak itu dan bersiap terkejut saat melepas jepitnya, tapi sebaliknya, saat ia membuka kotak itu, ia mengernyit.

"Kunci?"

"Itu benda yang paling kurindukan selama aku di sini. Bahkan mobil pun diantar, tapi segera setelah aku kembali ke London..." Doyoung tersenyum saat ia menatap gantungan kunci perak sederhana yang menahan dua buah kunci. Ya, Jaehyun benar, Doyoung tidak menggunakan kunci sepanjang waktunya di Santina. "Aku menginginkan suatu tempat untukmu karena aku tahu betapa kau membutuhkan keluargamu. Aku ingin kau memiliki suatu tempat, tempat milikmu jika kau berkunjung, tempat yang bisa kai datangi jika kau mau..." Doyoung menatap pria yang tentu mencintainya bahkan ketika dia tidak mengetahuinya karena itu hadiah yang penuh perhatian. "Sebuah rumah di London—mungkin kau bisa mengadakan jamuan Natal." Doyoung tertawa di sela-sela tangisnya, tertawa karena Jaehyun tahu betapa penting keluarganya, dan ia bisa merasakan seluruh cinta dan pengharapan untuk masa depan mereka menyelimutinya seperti lengan Jaehyun. "Ada mobil juga," kata Jaehyun. "Aku mengatur untuk digunakan setiap minggu, agar akinya tidak habis." Doyoung mencintai otak Jaehyun yang terus bekerja, dan Jaehyun mencintai Doyoung yang bahkan tidak peduli mobil itu terbuat dari apa dan mereka mencintai karena akhirnya saling memiliki satu sama lain.

"Oh, Jaehyun..." Doyoung tidak tahu harus berkata apa. "Aku—"

"Jangan!" potong Jaehyun. "Aku tidak mengharapkan hadiah. Aku tidak ingin kau malu."

"Tidak," ujar Doyoung, dan ia tidak malu. "Dan aku punya hadiah."

"Apa?"

"Aku tidak malu dan aku punya hadiah. Hadiah yang hanya bisa kuberikan satu kali." Kemudian Doyoung membungkuk dan menciumnya, lalu berbisik di telinga Jaehyun. Ia mundur agar bisa menyaksikan Jaehyun mencerna ucapannya saat mengetahui bahwa istrinya yang modern, ternyata cukup tradisional.

"Malam ini," ujar Jaehyun, dilanda ketegangan, wajahnya pucat saat membayangkan bagiamana saat pertama Doyoung bisa saja terjadi, karena pagi itu di tempat tidur ia tidak bersikap lembut. "Malam ini, kita akan melakukannya perlahan-lahan..."

Tapi Doyoung tidak bisa menunggu sampai malam, karena cinta yang telah membebaskan dirinya.

Bukan cintanya, tapi cinta Jaehyun.

Cinta Jaehyun membuatnya berani dan ia telah menunggu begitu lama, bahkan menunda beberapa jam terasa mustahil.

Saat Jaehyun berbaring dan mencoba berpura-pura tidur, saat ia mencoba memaksa napasnya setidaknya terdengar dalam dan teratur, bertanya-tanya apakah ia harus mendengkur agar terdengar meyakinkan, ia merasakan Doyoung berguling pelan di tubuhnya, merasakan tangan yang menelusuri dadanya dan menyentuhnya. Jaehyun berusaha keras untuk tetap bernapas saat tangan Doyoung membelai tubuhnya.

Doyoung merasakan dada Jaehyun yang rata, dan ia bermain-main di sana selama beberapa saat, karena ia bisa melakukannya.

Karena Jaehyun miliknya untuk dijelajahi dan Doyoung lebih merasa penasaran ketimbang malu.

Aroma Jaehyun sangat bersih—selalu begitu, aroma tajam yang hanya miliknya, wewangian pribadi pria itu. Doyoung menghirup aroma yang akan ia dambakan selamanya, aroma kolonye dan pria ini, aroma telanjang yang menggoda hidungnya dan menuntut ciuman di dadanya.

Dan Jaehyun tidak bisa berpura-pura tidur, ia menahan napas saat tangan Doyoung meluncur di tubuhnya yang keras, erangannya menegaskan apa yang sudah diketahui Doyoung. Tidak, Jaehyun tidak bisa menunggu.

Jaehyun berguling ke arah Doyoung, menciumnya seperti tidak pernah mencium wanita itu sebelumnya, atau mencium orang lain. Tangannya menjelajahi tubuh Doyoung, tubuh Doyoung yang bermain di benaknya dan membawanya ke tempat hangat dan indah yang terjaga untuknya. Ia merasakan tubuh Doyoung yang lembab, membelai lembut, jemarinya tidak menginginkan itu.

"Kau," Doyoung berkata. "Aku menginginkanmu." Dan Jaehyun juga sangat menginginkan Doyoung.

"Aku tidak akan menyakitimu," ujarnya. "Aku akan pelan-pelan."

"Tidak," kata Doyoung. "Jangan menahan diri." Jaehyun memeluknya, wajah pria itu berada di rambut Doyoung tidak ingin Jaehyun pelan dan lembut; ia ingin gairah dan kepedihan yang timbul karena cinta. "Kita hanya punya momen ini satu kali."

Dan momen ini adalah milik mereka dan mereka saling berbagi. Jaehyun mendesak dan Doyoung menyambutnya; menjadikan Doyoung istrinya. Jaehyun menjerit hatinya. Rasanya sakit dan nikmati, rasa sakit unik yang diciptakan Jaehyun dan mengikat Doyoung kepadanya. Dan saat Doyoung mulai terbiasa dengan tubuh Jaehyun dalam dekapannya, saat ia gemetar oleh setiap belaian yang teratur, ia merasakan Jaehyun mencoba tidak tergesa-gesa, tapi tubuhnya kini telah menerima Jaehyun, bergerak bersamanya dan mendorong pria itu agar melepaskan kendali dirinya.

"Apakah aku menyakitimu?"

"Tidak." Doyoung menginginkan setiap jengkal tubuh Jaehyun, ingin pria itu kasar dan liar karena lapar oleh sensasi yang baru dan begitu juga Jaehyun. Perawan yang dipenuhi emosi; Jaehyun pun terhanyut, sore itu, karena mereka menuju tempat yang tidak pernah ia datangi. Ia membagi hatinya dan mengatakan ia mencintai Doyoung saat mencapai puncak; wanita itu ingin tetap di tempat tidur bersamanya, tidak ingin berpakaian, ingin tetap berada di balik pintu yang tertutup.

Telepon di samping tempat tidur berdering—panggilan tugas yang memanggil dengan lantang, karena tidak ada pelayan yang berani masuk pada hari pernikahan mereka.

"Biarkan saja," kata Jaehyun.

"Kita akan terlambat di pesta pernikahan kita."

Mereka pun terlambat, saat mereka sudah mandi, rambut dan riasan ditata kembali, Doyoung sudah mengenakan gaun pengantinnya lagi, Jaehyun mengenakan seragamnya. Mereka terlambat tiga puluh menit dari jadwal!

"Ayahmu akan marah."

"Tidak." Jaehyun mengernyit saat membaca pesan dari Mark di teleponnya. "Sepertinya orangtuaku juga terlambat."

Dan ia pun memberitahu Doyoung.

"Aku membaca bukumu." Jaehyun tersenyum dan wanita itu merona. "Aku juga memberikannya kepada ayahku untuk dibacanya."

"Jaehyun!"

"Aku mengagumi ayahmu."

"Terima kasih," kata Doyoung, karena sangat berarti baginya mendengar itu, kemudian ia tertawa, "Well, kau baik sekali berkata begitu, tapi kuharap kau tidak mengaguminya untuk beberapa hal. Aku menginginkan suami yang sangat berbeda..."

"Kau sudah mendapatkannya," ujar Jaehyun dan Doyoung bukan hanya mempercayainya, tapi dalam hati ia tahu itu benar. "Tapi aku belajar darinya dan kuharap ayahku juga. Aku akan menjadi ayah yang lebih baik untuk memahamimu, suami yang lebih baik, dan pangeran yang lebih baik." Jaehyun meraih lengan Doyoung dan bertanya apakah wanita itu sudah siap.

"Apa kau siap?" tanya Doyoung. "Pesta terakhir..." Ia masih malu jika mengingatnya, meskipun menyenangkan, keluarganya benar-benar bisa membuka syok.

"Aku menantikan pesta ini," Jaehyun mengakui; bahkan mereka berdua menantikannya.

Ini bukan pesta untuk berpisah dengan kehidupan lalu; ini pesta untuk menyambut kehidupan baru.

Jaehyun mencium pengantinnya dan berkata kepadanya.

"Aku menantikan hidup bersamamu."

END

AKHIRNYA SELESAI LAGI GAESSSS
YESSSSSSS.

Makasih banyak udah mau ngikutin cerita ini dari awal.

Maapkan daku yang ngaret banget yesss. Biasa orang sibuk mah gini /digamparsamareaders

Makasih banget buat mbak Carol untuk ceritanya yang sweet banget.

Dan khusunya buat kalian semuaaaaa makasihhhhhhhhhhhhhhh

Oke itu aja deh cuap cuap aku

Akhir kata sampai jumpa para seyenggg

Playing The Royal Game (JaeDo)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang