SMA Kartini sedang merayakan hari jadinya yang ke tiga puluh. Para siswa-siswi ikut serta memeriahkan acara ulang tahun sekolah dengan mengikuti berbagai macam perlombaan. Buktinya saja saat ini tengah ramai para murid menonton perlombaan basket.
“Gak seru ah, mending gue belajar,” ujar Rina yang kini tengah asyik membuka halaman baru dari buku di hadapannya.
Kirana hanya tersenyum sambil menggelengkan kepalanya. Setelah hampir tiga bulan mereka belajar bersama, kini Rina sudah sangaat menguasai berbagai mata pelajaran. Meneurut Kirana, Rina hanya kurang semangat dalam belajar yang membuat nialainya anjlok.
Mereka berdua kini tengah duduk di depan kelass Rina, 11 IPA 2 yang menghadap langsung ke arah lapangan. Kirana sudah kembali asyik menonton pertandingan basket saat tiba-tiba seseorang tersenyum ke arahnya.
Karena merasa tidak yakin, Kirana memperbaiki letak dan bahkan mengusap lensa kacamatanya. Namun, hal itu tidak mengubah apa-apa, Zaid kini sedang tersenyum ke arah gadis itu. Rina yang menyadari Kirana sedang duduk dalam keadaan gelisah, melihat ke sekelilingnya.
Tatapan Rina terhenti saat melihat seseorang di lapangan yang mencuri pandang ke arah gadis di sampingnya dengan tersenyum. Bukan hanya satu kali, namun hampir setiap saat dia tengah senggang.
“Ra? Dia siapa?” tanya Rina mengalihkan pandangannya.
“Siapa?” tanya Kirana balik.
“Gak usah sok gak tau lo,” ketus gadis itu.
Kirana menghela napasnya, “Zaid,”
“Lo kenal sama dia?” tanya Rina menyelidiki.
Kirana hanya mengangkat kedua bahunya acuh, tidak berniat meladeni pertanyaan Rina. Akan panjang urusannya jika Rina mengetahui hal itu, bisa-bisa satu sekolah akan tahu tentang perjodohan yang di rencanakan Papahnya.
Setelah hampir setengah jam mereka duduk disana, Rian datang dalam keadaan penuh keringat. Tidak, cowok itu bukan mengikuti pertandingan basket melainkan sepakbola yang diadakan di lapangan belakang sekolah.
Rian mengambil tempat duduk disebelah Kirana, menenggak habis air dalam satu botol minuman. Cowok itu masih terasa aneh dengan sikap adiknya yang kini tengah kembali tenggelam dalam bukunya.
“Belajar itu gak baik juga kalo dilakukan setiap saat, error ntar otak lo,” ucap Rian sinis.
Rina memberikan tatapan tajam pada saudara kembarnya, “Gue masih sehat kok sekarang, dan sorry aja ya gue bisa bagi waktu,” jawab Rina tak kalah sinis.Kirana yang berada di tengah-tengah mereka hanya bisa menatap kedua kakak beradik itu. Dia bahkan tidak bisa berkata apa-apa dalam keadaan seperti ini.
“Kira lo hari ini free gak?” tanya Rian yang kini tengah bersandar pada dinding di belakangnya.
Dari sudut matanya cowok itu bisa melihat sebuah anggukan kepala dari gadis di sampingnya membuat sebuah senyum terukir di wajahnya, “Nanti gue jemput, jam 2,” ucap cowok itu kemudian beranjak dari duduknya.
Kirana tidak menolak ucapan Rian, cowok itu bahkan sudah pergi tanpa menunggu jawaban dari gadis itu.
“Ekhem,” Rina membersihkan tenggorokannya.
Kirana hanya tersenyum singkat kepada gadis itu, “gue balik dulu,” ucapnya.“Berasa nyamuk gue,” gumam Rina yang kemudian kembali sibuk kepada barisan angka di bukunya.
Zaid yang sedari tadi tengah beristirahat dengan teman satu tiimnya melihat ke seberang lapangan tempat seorang gadis dengan kacamatanya tengah duduk di sana. Sejak mereka berdua jalan bersama beberapa waktu yang lalu, cowok itu sangat jarang melihat Kirana di sekitar sekolah. Namun, Zaid masih sering mengantar jemput gadis itu. Beberapa kali Zaid memperhatikan cewek itu dari seberang lapangan, bahkan obrolan teman satu timnya pun dihiraukan oleh cowok itu.
Tak berapa lama kemudian, datang seorang cowok dengan baju penuh keringat, terlihat dengan jelas cowok itu sehabis bermain sepak bola dari seragam yang dikenakannya. Zaid mengenal cowok itu, siapa yang tidak kenal dengan Rian sang pangeran SMA Kartini yang baik hati. Belum lagi posisi cowok itu sebagai perwakilan sekolah dalam sepak bola dan dance cover membuat siapa saja pasti mengenalnya.
Rian terlihat duduk di samping Kirana dan membicarakan sesuatu, dari sudut pandangnya Zaid dapat melihat Kirana mengangguk yang membuat sebuah senyum terukir di wajah Rian. Rian kemudian pergi dari sana dan sebuah senyum juga terukir di wajah Kirana, kemudian gadis itu juga meninggalkan tempatnya duduk sebelumnya.
“Gue cabut dulu,” ucap Zaid kepada salah satu teman setimnya.
“Mau kemana lo?!” tanya cowok yang tadi duduk di samping Zaid, namun percuma saja, Zaid sudah terlebih dahulu menghilang ke dalam lorong sekolah.
Zaid melangkahkan kakinya menuju kelas Kirana, memang selama ini mereka tidak pernah bertemu di sekolah karena hal itu diminta sendiri oleh Kirana. Menurut gadis itu, tidak baik untuk memberikan gosip gratis kepada murid sekolah tentang perjodohan mereka.
Suasana di kelas 11 IPA 4 sangatlah sepi, hanya ada Kirana seorang diri di sana, mungkin karena saat ini para murid lebih memilih untuk menonton pertandingan atau mengisi tenaga mereka di kantin.
~ to be continued

KAMU SEDANG MEMBACA
K I R A
Teen FictionCerita tentang Kirana Mentari dan seorang teman dari masa lalunya......