抖阴社区

6

36.4K 3K 713
                                        

Jeno memandang beberapa berkasnya di atas meja, merutuki bagaimana bisa sekarang ia menjadi salah satu penerus keluarga Na yang seharusnya haknya jatuh kepada sang anak, namun harus teralihkan kepadanya. 

Jeno melemparkan tubuhnya pada kursi direktur yang ia duduki, tangannya meraih segelas bir yang telah disiapkan oleh bawahannya dan tanpa sepengetahuan sang Ayah. Pandangannya lalu mengarah pada balkon di ruangan itu dan memang disengaja untuk beristirahat sejenak dari penatnya aktifitas kantor dan juga kuliah yang ia jalani bersamaan. 

Di sisi lain, perasaan dosa yang ia miliki pada sang adik, membuat pikirannya akhir-akhir ini menjadi penuh. Mencintai adiknya saja, ia sudah merasa bersalah, apalagi sampai merebutnya dari keluarga inti yang sudah membesarkan Jaemin dengan baik. 

Jeno menghembuskan asap rokoknya dan kembali memandang ke arah gedung pencakar langit di seberangnya. Dahulu dia yang menatap ke arah Kantor ini dari seberang sana, saat dirinya menjadi OB dan membersihkan ruangan sang direktur yang ada di seberang balkon ruangannya. Sekarang, ia yang memandang balik ke arah gedung seberangnya dengan dada membusung dan posisi yang setara untuk memandang ke gedung seberangnya. 

Senyum tipisnya terukir, bukankah ia akan selalu berusaha mendapatkan apa yang ingin ia dapatkan?

*

Jeno menaikkan kecepatan mobilnya, sejak daritadi perasaannya sudah mulai gelisah dan gundah selama di Kantor sudah terjawab ketika sang bunda menelpon dirinya untuk menjemput sang adik. 

Sayangnya, sang Bunda menelpon sejak 2 jam yang lalu, bertepatan dengan dirinya yang sedang mengadakan rapat pertemuan dengan beberapa orang. Penampilan Jeno sudah tidak terbentuk dengan jas yang sudah entah dimana dan lengan kemeja yang tergulung hingga ke lengan, perasaan khawatirnya lebih tinggi daripada kekhawatiran akan penampilannya yang sudah seperti karyawan terkena PHK. 

Jeno takut guru yang selama ini ia curigai akan menyakiti adiknya saat ini, ditambah ketika sampai di sekolah yang keadaannya mulai gelap, Jeno tak menemukan sang adik yang menunggu di gerbang depan atau di gedung paling depan. 

Jeno bersumpah akan membunuh orang yang menyakiti adiknya saat ini. 

Jeno memarkikan mobilnya sembarangan dan berlari masuk ke dalam sekolah yang sudah sepi. Matanya mengedar ke seluruh ruangan gedung yang ia lewati, dia mulai masuk ke area kelas yang bahkan Jeno sendiri tidak tahu dimana area kelas sang adik menimba ilmu. Jeno sama sekali tidak menghentikan langkahnya berjalan, dia harus menemukan sang adiknya cepat atau adiknya akan semakin trauma dengan perilaku guru yang selama ini ia hindari. 

Jeno berlari ke lantai 2, dimana suasana lorong sudah mulai sepi. Jeno tidak peduli dengan setan, yang ia pedulikan sang adik. 


"Jangan melawan guru, Na..."


Jeno langsung membalikkan kepalanya ketika mendengar sebuah suara di lorong belakangnya. Lorong lain di sekolah itu yang berisikan kelas 3. Jeno berjalan pelan ke arah lorong yang sekarang mulai semakin jelas terdengar adanya isakan tangis. 

"Nana"


"Jangan takut...."


Jeno mendengar suara dari ujung ruangan yang ia yakini adalah gudang. Sembari menenangkan nafasnya, dia mulai berjalan ke arah ujung, memastikan bahwa suara itu darisana, ditambah suara erangan yang terdengar seperti meminta tolong. 


"Seperti biasanya saja, kau memberikanku ciuman lalu aku akan melepasmu seperti biasa"

Step Brother (Nomin) ? (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang