Jisoo dalam posisi berbaring di atas tempat tidur sambil memainkan ponsel kala pintu kamarnya dibuka. Abangnya berdiri di sana, memandangnya sesaat sebelum bergerak mendekat kemudian berdiri di hadapannya.
"Dek."
"Hm." Jisoo menyahut tanpa mengalihkan perhatian dari ponselnya.
"Happy birthday, Sayang." ucapnya seraya membungkuk, meninggalkan kecupan di dahi adik perempuannya itu. Lantas mengusap rambut hitam yang semakin panjang itu dengan penuh kasih sayang. "Mau kado apa?"
Jisoo menatap abangnya masih di posisi yang tak berubah, lalu menggelengkan kepalanya. "Nggak usah."
Jin menghela napas pelan diikuti mendaratkan tubuh di tepi tempat tidur adiknya. Ia memalingkan wajah ke Jisoo, memperhatikan raut wajah adiknya yang jauh dari kata bahagia. "Lo ulang tahun, harusnya senang."
"Umur di dunia makin berkurang apanya yang harus disenangi? Gue juga nggak tau harus senang untuk apa."
"Masih banyak orang yang sayang sama lo. Udahlah, jangan cemberut terus." sahut Jin cepat. "Sore nanti lo harus siap-siap. Kita bakalan makan-makan di restoran kesukaan lo."
"Nggak usah, Bang." Jisoo akhirnya mengalihkan perhatian pada Jin. "Makan di rumah aja udah cukup kok."
"Kalau gitu kenapa cemberut terus? Udah mahasiswi, tapi masih kayak anak PAUD."
Jisoo berdecak dengan delikan kesal. "Bodo amat." katanya tak peduli.
"Karena pacar lo?" Jin langsung to the point. "Lo berdua berantem?"
"Nggak." Jisoo menggeleng jujur.
"Terus?"
"Nggak tau. Tuh orang udah ditelan bumi kali." jawab Jisoo kembali memainkan ponsel.
"Jangan gitu lah, lo berdua udah sama-sama dewasa. Udah tiga tahun lebih kan pacarannya? Masa hal begini aja dibesar-besarin sih?"
Jisoo menghembuskan napas keras. Ingin membalas namun tak jadi karena Jin sudah melangkah keluar kamar. Membuat Jisoo menelan kembali semua kata-kata yang akan dilontarkannya tadi.
Jisoo mengomel dalam hati. Abangnya itu tidak mengerti perasaannya. Membesar-besarkan katanya? Jisoo rasanya ingin berteriak sekeras mungkin agar gejolak emosi dalam dadanya yang tiba-tiba hadir musnah ditelan udara.
Sayangnya itu tidak terjadi karena pintu kamar kembali dibuka. Bukan karena ulah abangnya, melainkan bibi Nana."Non, ada yang datang tuh di depan. Katanya paket untuk Non Jisoo."
Jisoo mengangkat alis. "Paket apa, Bi? Jisoo nggak beli apa-apa kok." jawabnya sembari beranjak turun dari kasur. Kemudian ikut turun ke lantai bawah dan melangkah mendekati pintu rumah sedangkan bi Nana ke arah dapur.
Mata Jisoo langsung disambut pemandangan punggung seseorang saat ia membuka pintu rumah. Ia mengernyitkan dahi, maju selangkah untuk bertanya, "Um... maaf, paket apa ya? Soalnya saya nggak ada---"
Tubuh itu berbalik, seiring dengan perubahan pada airmuka Jisoo. Kalimat pertanyaan yang dilontarkan tak berlanjut karena lidahnya kelu seketika. Jisoo tertegun, tanpa sadar kalau ia sudah menahan napas.
1 tahun yang lalu, cowok itu tidak dapat pulang karena Yeri terserang demam berdarah yang mengharuskannya untuk menjaga perempuan itu sampai sembuh atas perintah mamanya sendiri. Dan di tahun selanjutnya, yaitu tahun ini, cowok itu memberi kabar secara mendadak kalau ia tidak bisa kembali lagi dengan alasan tak masuk akal.
Sempat curiga atas alasan itu, tapi Jisoo harus menerimanya karena mau bagaimana pun itu adalah keputusan cowok itu. Lalu mengingat tujuh hari belakangan bahwa cowok itu menghilang tanpa ada kabar membuat perasaan dan pikiran Jisoo lumayan kacau balau.

KAMU SEDANG MEMBACA
My Boy | VSOO ?
FanfictionGue Jisoo. Menjabat sebagai Wakil Ketua OSIS di salah satu SMA terkenal dan cukup elite. Sayangnya gue punya Ketos yang cukup ngebuat emosi gue naik turun. Kim Taehyung namanya. Cowok rese, tengil, nyebelin, keras kepala. Hingga suatu hari, cowok ka...