[Completed]
"Kengeriannya, ketakutannya, depresinya. Bahkan aku seolah-olah bisa mendengar pekikan ngilu kawanan mereka, begitu nyaring. Serta tusukan tombak perak yang menembus dada kiriku, memecahkan jantungku dan mematahkan seluruh tulang rusukku...
Yangyang di seberang telepon menjelaskan panjang lebar. Kun mengangguk paham, meskipun ia tahu hal itu tak akan dilihat oleh Yangyang.
"Baiklah, aku akan kesana sebentar lagi."
Sambungan terputus. Kun menggeram dan menggebrak meja makan, setelah itu dibenturkan kepalanya dengan keras kesana. Ponselnya ia remat kuat-kuat sambil terisak tertahan.
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Setelah menjelaskan maksud kedatangannya, akhirnya Hendery dipersilahkan masuk oleh Bibi pemilik rumah susun Winwin.
Hendery mengerti kenapa ia ditolak untuk memasuki kamar Winwin. Tentu saja tak lain dan tak bukan alasannya karena penampilan suramnya terlalu mencurigakan.
Alhasil, ia hanya duduk dengan canggung di ruang tamu rumah itu. Bibi itu, meskipun sedikit curiga pada Hendery, tetap bersikap baik dan ramah. Disuguhinya lelaki itu berbagai macam camilan dan kue.
"Sebentar, ya. Nak Sicheng mungkin akan datang sebentar lagi."
Hendery mengangguk sopan. Ia sebetulnya tahu bahwa Winwin mungkin tak akan pulang dalam waktu dekat. Ia juga kasihan pada wanita tua di hadapannya itu, beliau seharusnya sudah tertidur jika Hendery tak mengetuk pintu di malam-malam buta seperti ini.
"Omong-omong, nak ini teman Nak Sicheng sudah berapa lama?" tanya Bibi itu.
Hendery tersenyum. "Tidak terlalu lama."
"Begitukah? Apa kalian bersekolah di sekolah yang sama?"
Senyum Hendery berubah menjadi sendu. "Iya, setahun yang lalu."
Bibi itu tersenyum manis. "Kalian anak-anak yang pintar dan sopan."
Hendery kembali mengangkat wajahnya ketika mendengar sanjungan itu. Tiba-tiba, pintu rumah susun yang agak lapuk itu diketuk.
"Sebentar. Makan saja dulu kue-kuenya," ujar Bibi itu sebelum pergi untuk membukakan pintu.
Pandangan Hendery mengikuti langkah sang Bibi ke pintu depan. Alangkah terkejutnya ia ketika mengetahui siapa yang mengetuk pintu depan tadi.
'Qian Kun?'
Bibi itu tergesa menghampiri Hendery. "Ada yang mencarimu. Sepertinya ada sesuatu yang buruk terjadi pada teman kalian."
Hendery bergegas mendatangi Kun yang wajahnya pucat karena udara dingin. Bibirnya yang kaku berucap pelan.
"Cepatlah, Dejun-"
Mata Hendery melotot. Ia buru-buru pamit kepada Bibi pemilik rumah susun itu. Bibi itu mengucap hati-hati sambil menggenggam tangan Hendery dengan sayang.