Bagaimana jadinya kalau gadis polos bertemu dengan sang ketua geng yang cukup di takuti oleh banyak orang?
Akankah pertemuan yang tidak di sengaja ini akan membawa malapetaka atau sebaliknya? Apakah Ardana kembali membuka hatinya untuk Alya sang gad...
"Siapa nama cewek yang duduk samping Ardana nya gue?" Tanya Bunga, tatapannya masih terfokus pada Alya.
"Alya deh kayanya." Bunga mengangguk lalu tersenyum miring.
~~~
"Kak! Kakak jangan pesenin Alya salad terus, dong!" Ardana terkekeh lalu mengusap pucuk kepala Alya.
"Biar lo sehat."
"KOK?!" Heboh Angkasa, Fiona menutup telinganya saat mendengar teriakan Angkasa.
"Apaan sih lo, Bimasakti!" Sinis Nayra.
"Angkasa!! Bukan Bimasakti." Nayra mengangkat bahunya acuh lalu meminum jus alpukatnya, malas berdebat dengan Angkasa, tidak akan ada habisnya.
"Kok lo jadian, gak ngasih tau ya nyet?" Tanya Angga, Ardana hanya cuek lalu memakan batagor miliknya. Emang penting?
Hening.
Akhirnya Ardana dkk dan Alya dkk sudah selesai makan dan MOS juga sudah berakhir, Ardana berniat mengantar Alya lagi untuk pulang sore ini, namun Alya menolak.
"Ada Papa kak nanti di rumah!" Tolak Alya secara halus.
"Ya terus?" Ardana menaikan sebelah alisnya sambil menatap Alya.
"Kakak gak takut sama Papa aku?"
"Buat apa gue takut sama Camer?"
Deg.
~~~
"Jadi nama kamu, Ardana?" Tanya Abram-Papa Alya.
"Iya Om," Ucap Ardana dengan santay, Abram menatap Ardana dari atas sampai bawah.
"Kamu..."
"Iya om, saya emang keliatannya bukan anak baik-baik, saya cuma anak berandal yang sering ngabisin waktu di jalanan. Saya ketua geng, saya gak se-pintar laki-laki yang mungkin... Bisa cocok buat Alya. Tapi saya janji, saya gak akan khianatin Alya dan saya gak akan buat dia nangis karna saya." Alya melongo, sedangkan Abram mengangguk-anggukan kepalanya. Abram mendengar kesungguhan dalam penuturan kata yang Ardana lontarkan.
"Saya percayakan Alya sama kamu, Ardana." Senyum Ardana merekah, udah di kasih lampu hijau nih sama camer!
"Loh? Ada Ardana," Ucap Jihan dari arah dapur sambil membawa secangkir kopi untuk suaminya.
"Aya ganti baju dulu sana, Nak. Nanti turun lagi, makan Siang." Alya mengangguk lalu berjalan ke lantai 2, dimana kamarnya berada.
"Kamu makan siang disini dulu, Ar?" Tanya Jihan lalu duduk di sebelah suaminya.
"Iy-"
Ting!
Ardana mengecek ponselnya lalu menghembuskan napas jengah, ia mengetikkan beberapa pesan lalu memasukkan ponselnya kembali ke saku celana.
"Tadinya saya mau, Tante. Tapi maaf, saya baru dapet pesan kalau saya udah di tunggu dan disuruh kesana secepatnya. Lain kali saya janji bakal main lagi kesini, maaf Tante," Jihan tersenyum lalu mengangguk.
"Gapapa, eh tapi gak usah panggil Tante - Om ya. Panggil aja Mama - Papa biar sama kaya Aya." Ardana mengangguk lalu mencium punggung tangan Abram dan Jihan.
"Ardana pamit dulu ya Om, Tante."
"Iya, hati-hati di jalan!"
~~~
Ardana melajukan motornya dengan kecepatan di atas rata-rata, napasnya memburu saat membaca pesan dari Xavier.
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Sesampainya Ardana di markas cadangan miliknya, yang ia lihat pertama kali adalah pintu gerbang yang rusak dan beberapa anak ARSAVIGALD yang cedera.
"KENAPA BISA SAMPE KAYA GINI?!" Tanya Ardana dengan napas memburu, netra birunya menatap sekeliling bangunan yang sudah hancur sebagian.
"GUE UDAH KERAHIN 20 ORANG BUAT JAGA NI MARKAS!! KENAPA BISA KEJEBOLAN, ANJING?!" Yang lain bungkam saat mendengar teriakan Ardana.
"Tembok belakang, Ar. Mereka jebolin tembok belakang," Ardana mengerutkan keningnya saat mendengar ucapan salah satu anggota.
"Bukannya gue udah kasih kalian duit buat memperkokoh pertahanan tembok belakang?" Tanya Ardana dengan nada datar.
"KALIAN KEMANAIN UANG YANG GUE KASIH?!"
"M - maaf, Ar! D - duitnya gak sengaja kita pake!"
Bugh!
"Gue udah percayain masalah keuangan sama lo! APA LO GAK BISA NGELAKSANAIN 1 TUGAS AJA?! SELAMA INI GUE GAK PERNAH NYURUH LO APA-APA!! DI SURUH PEGANG DUIT AJA GAK BECUS LO PADA BANGSAT!!" Ardana terus memukuli orang itu hingga hampir tak sadarkan diri, untung saja Xavier bisa dengan cepat menjauhkan tubuh Ardana dari sang anggota yang kelihatannya miris sekali sekarang.
"Stop, Ar." Suara dingin Xavier mampu membuat Ardana menghentikan pukulannya, Reynald menyuruh beberapa orang untuk mengantar korban ke rumah sakit terdekat.
"Ini terakhir! Geng mana yang ancurin tembok belakang?!"
"Meteor."
~~~
Alya turun dari lantai atas terkejut melihat Ardana tidak ada di ruang tamu, ia menghampiri Jihan yang berada di dapur untuk menyiapkan makan malam.
"Kak Ardan kemana, Ma?" Tanya Alya sambil duduk di salah satu kursi makan.
"Pulang, katanya ada urusan." Alya mengangguk lalu mengetukkan jarinya di meja makan.
"Abang?" Tanya Alya.
"Abang lagi dirumah Laras, mungkin nanti malam pulang tapi agak larut,"
"Abang kapan tunangan sama Kak Laras, Ma?"
"Kenapa emangnya?" Jihan duduk di depan Alya sambil melihat putrinya dengan lekat.
"Kan kalo Abang udah tunangan, abis itu Aya yang tunangan sama Kak Ardan!"
"Hahahahahahahaha, ada-ada aja kamu, Sekolah dulu yang bener baru bahas pertunangan."