Terlihat Ardi sedang termenung di ruangan mamanya, sudah lebih dari 1 bulan Claresta meninggalkan semuanya keluarga, sahabat, markas, dan kantor. Semuanya sudah terpecah belah, dari Annaya yang ternyata sedang mengandung anak Angga hingga David yang sudah spt patung hidup.
Semuanya terasa hampa tanpa adanya Claresta, Ardi hanya bisa menghela nafas kasar dan bersabar untuk menghadapai ini semua.
Tokk tokk tokk...
Terdengar suara ketukan pintu yang menyadarakan Ardi dari lamunannya, Ardi beranjak dari duduknya dan langsung membuka pintu ruangan tsb.
Saat sudah terbuka terlihat seorang wanita seumuran dengan mamanya sedang berdiri di hadapannya, Ardi tak mengenal wanita ini, ia menatap heran ke arah wanita tsb.
"Permisi apakah benar ini ruangan nyonya Claresta?" tanya wanita tsb, Ardi mengangguk.
"Yaa, benar. Ada perlu apa?" balas Ardi menatap wanita tsb curiga, wanita itu tersenyum saat menyadari tatapan curiga dari Ardi.
"Ahh, perkenalkan nama saya Nancy Isabella Grimes!" ucap wanita bernama Nancy itu memperkenalkan diri, Ardi tersenyum tipis saat sudah mengetahui nama wanita tsb.
"Saya Ardiana, putri bungsu nyonya Claresta! Mari masuk nyonya," ucap Ardi mempersilahkan Nancy untuk masuk, Nancy tersenyum saat melihat sifat Ardi begitu mirip dengan Claresta.
"Sebelumnya ada apa yaa?" tanya Ardi saat sudah duduk di sofa, Nancy tersenyum lalu mengeluarkan sebuah berkas dan satu buah amplop berwarna cokelat.
"Ini titipan dari almarhum mamamu, dia meminta agar kau membukanya tepat diulang tahunmu yang ke 17! Aku akan menunggu kedatanganmu di Roftoop Clarest's Company," ucap Nancy dengan senyum yang sulit diartikan.
"H-hah? Apa maksud anda? Saya tidak mengerti," balas Ardi yang tak mengerti dengan apa yang di bicarakan oleh Nancy.
"Ahh, sepertinya saya ada urusan! Kita lanjut kapan-kapan, saya permisi!" ucap Nancy dan langsung pergi begitu saja, saat sudah berada di depan Nancy berpapasan dengan Ardana dan Arga.
Namun, sepertinya kedua pria itu tak mengenali Nancy. Nancy melenggang pergi begitu saja tanpa mengucapkan sepatah katapun.
"Lo kenal dia bang?" tanya Arga menatap Ardana namun, Ardana menghedikan bahunya pertanda ia tak tahu.
"Gue juga gak tahu, ayo masuk!" balas Ardana dan Arga mengangguk lalu mengikuti langkah Ardana.
Ardana masuk ke dalam ruangan mamanya dan melihat Ardi tangah melamun sambil memperhatikan murid yang sedang berlalu lalang, Ardana mendekat ke arah Ardi dan langsung memeluknya dari belakang.
"Kenapa? Hm? Masih mikirin mama?" tanya Ardana yang mengerti situasi hati adiknya ini, Ardi hanya berdehem tanpa menatap Ardana.
Ardana menghela nafas saat tahu bahwa adiknya masih saja sedih, ia juga sedih namun, ia harus tegar demi adiknya.
Ardi tampak sangat serius memperhatikan beberapa murid yang sedang berlalu lalang, Ardi tercekat saat melihat salah satu siswi membawa pistol dan berniat menembak Arvelyn.
Ardi berlari keluar, ia berusaha menggagalkan rencana siswi tsb. Ia menarik siswi tsb namun, siswi tsb sudah menarik pelatuk pistolnya dan peluru itu mengenai lengan Arvelyn.
"Sial, siapa yang nyuruh lo?" tanya Ardi menarik kerah siswi tsb, sedangkan teman-teman Arvelyn membantu gadis tsb dan membawanya ke UKS.
Siswi itu tak menjawab ia hanya diam dan menatap remeh ke arah Ardi, Ardi menarik lengan gadis tsb dan di lengan itu ada tato khas milik Taurus Mafia.
"Taurus Mafia? Waoh... Tenyata pria bodoh itu ingin menghabisi orang terdekat mamaku! Hebat, aku acungi jempol keberaniamu gadis bodoh!" ucap Ardi menghina Ricco, siswi itu terlihat marah saat Ardi menghina Ricco.
Ardi sudah bisa memprediksi kalau siswi bernama Addy tsb akan menyerangnya, dan dengan sigap Ardi mengambil pisau lipat yang ada di balik bajunya. Ia tak perduli dengan para murid yang memperhatikannya.
Bugh!
Bugh!
Dugh!
Srett!
Krakk!
Bughh!
Terlihat Ardi memukuli Addy tanpa ampun hingga siswi tsb terkulai lemas di tanah, Ardi mendekat ke arah Addy ia mengangkat dagu gadis tsb.
"Gue gak akan biarin lo kembali ke Ricco, karena gue tahu lo salah satu mata-mata Ricco!" ucap Ardi dan langsung menghempaskan wajah Addy.
"Rain bawa dia!" perintah Ardi kepada Rain, Rain mengangguk dan langsung membawa Addy.
"Gila, gue kira Diana polos tahunya kaga!"
"Persis Miss Clarest,"
"Sudah cantik, panda, pintar bela diri pula!"
"Bukan kaleng-kaleng keturunan Alexander ini!"
"Sama seperti Miss Clarest, psycho!"
"Lo ngehina atau muji sih?"
"Enggak tahu, gue sendiri bingung!"
Ardi tak memperdulikan ucapan para murid yang sedang membicarakan dirinya, rata-rata mereka memuji tak menghina jadi Ardi hanya diam.
Ardi berjalan ke arah UKS dan tak lupa ia menyimpan kembali pisau lipat miliknya, saat sampai di depan pintu UKS ia hanya diam tak berminat untuk masuk.
"Ngapain lo berdiri disitu? Sini masuk," ucap Bella yang menyadari kehadiran Ardi, Ardi tak bergeming terlihat ditangan kanannya ia memegang pistol yang dibawa oleh Addy tadi.
"Ngapain lo bawa pistol? Mau bunuh Arvelyn lo?" tanya Bagas memicing curiga ke arah Ardi, Ardi tampak terkekeh saat mendengar ucapan Bagas.
"Gue cuma megang, lagi pula pistol ini tak ada pelurunya!" balas Ardi yang tentunya bohong, pistol itu masih ada pelurunya namun ia tak ingin memberitahunya.
"Siniin pistolnya, gak baik lo megang begituan!" ucap Arga meminta pistol tsb namun, Ardi menolaknya.
"Gak baik yaa? Kalau gue bunuh salah satu saudara kita pakai pistol ini lo marah gak?" tanya Ardi sambil memutar-mutar pistol tsb, Ardana dan Arga tercekat saat mendengar ucapan Ardi.
"Jangan bercanda lo dek! Lo mau bunuh siapa? Devian?" ucap Ardana menatap tak percaya ke arah Ardi.
"Maybe!" balas Ardi berniat pergi namun, tangannya langsung ditarik oleh Ardana dan dengan sigap Ardana merebut pistol tsb.
"JANGAN KEKANAK-KANAKAN LO DIANA, BERFIKIR DEWASA! DENGAN LO BUNUH DEVIAN SEMUANYA TIDAK AKAN BERUBAH!" bentak Ardana menatap tajam ke arah Ardi, Ardi mendongak menahan air matanya agar tak jatuh lalu menatap Ardana.
"Gak usah sok dewasa lo bang, lo aja semalam ngelapiasin frustasi lo dengan cara minum! Gue punya cara sendiri untuk ngilangin frustasi gue, gue sudah dewasa! Gue bisa jaga diri, gue gak lemah!" balas Ardi berusaha menahan air matanya agar tak keluar.
"Sudah sudah, jangan kelahi!" ucap Marco menengahi perdebatan antara Ardi dan Ardan.
"Lo yang seharusnya berfikir dewasa bang, selama ini gue selalu dianggap lemah, padahal gue gak suka dianggap demikian! Gue diajarkan untuk kuat, tangguh, dan tak takut mati jadi, jangan anggap gue sebagai gadis lemah lagi!" ucap Ardi menunjuk-nunjuk dada Ardana dan langsung pergi dari sana.
Ardi tampak berjalan sambil menahan isak tangisnya, ia memilih untuk pergi ke rumah yang dulu ditempati oleh Claresta dkk. Disaat ia sedih, ia pasti akan ke mansion tsb.
Ardi masuk ke dalam mobilnya dan langsung mengendarinya dengan kecepatan diatas rata-rata, sepertinya Ardi menangis sambil terus fokus menyetir.
5 menit kemudian Ardi sudah sampai di mansion tampat kejadian Resta meninggal 1 bulan lalu, rumah tsb tampak sepi karena Cristy dan yang lain sudah tak tinggal disitu.
Ardi masuk dan langsung berjalan menuju kamar mama dan papanya, dikamar itu masih banyak foto-foto Claresta, David, dirinya, dan kedua abangnya.
Ardi mengambik salah satu foto itu dan langsung memeluknya, ia menangis di sudut ruangan. Dadanya terasa sesak saat mengingat kenangan terakhir bersama sang mama.
"Ma, Ardi lelah ma! Semuanya berubah semenjak mama pergi, Ardi sudah berusaha kuat dan tegar tanpa mama tapi, itu rasanya sulit ma!" gumam Ardi.
"Maa, Ardi kangen hikss... Ardi kangen maa hikss..." Ardi kembali menangis sambil memeluk foto yang ia ambil tadi.
"Ngapain lo disini?" tanya Alvan dan Alvino yang kebetulan sedang ada di mansion ini, Ardi diam tak bergeming.
"Lo punya mulut 'kan!?" tanya Alvino menatap malas ke arah Ardi.
"DIAM DAN PERGI, URUS AJA HIDUP LO!" bentak Ardi melempar sebuah pisau lipat yang nyaris mengenai Alvan.
Alvan dan Alvino memilih pergi dari kamar tsb.
Gimana? Sudah tahukan nama wanita yang menatap waktu di pemakaman Claresta? Wanita tsb adalah Nancy, siapa Nancy? Kalian anak mengetahuinya nanti:)
Jangan lupa vote klean!
Vote! Vote!