抖阴社区

I Want To Be With You

By Aghtchn0425

3.9K 352 79

Kita ga harus sama buat jadi satu, kan? More

. prolog .
1
2
3
4
5
7

6

364 41 6
By Aghtchn0425

🍁

Kesan ; begini aja bahagia.

_________________


"Hai"

Gadis penyuka hewan melata itu tersentak kaget dengan kehadiran Febian yang tiba-tiba sudah berdiri di samping nya seraya memamerkan senyum tipis seperti biasanya. "Hai juga kak." Tak banyak bicara, keduanya hanya sama-sama terdiam dalam pijakan nya masing-masing. Ah, tepatnya Febian yang menjelma menjadi pengamat yang baik bersama Dey. Tangannya ikut terulur ketika Dey — gadis dengan julukan ratu ulat itu tak mampu menggapai buku yang ada di rak atas karena tubuhnya yang mungil. "Thank you kak." Febian mengangguk, ia mengikuti langkah Dey juga mengambil duduk tepat di hadapan Dey.

Lagi-lagi tak ada yang keluar dari mulut Febian kecuali pandangan matanya yang tak pernah memusat ke objek lain. Dey barangkali kini mulai mempertanyakan apalagi yang di maksud oleh Febian sekarang. Ya, bersama dengan pemilik nama belakang Adhyaksa yang satu ini Dey seperti tengah bermain teka-teki, sebab — dia harus paham dengan cara bagaimana Febian berinteraksi dengan manusia. Hah, pada akhirnya Dey jengah juga, ia menutup bukunya dan berhasil membuat Febian mengernyitkan dahinya bingung. "Udahan bacanya?" Dey menutup matanya sebentar sebelum pada akhirnya membiarkan kedua matanya saling bertumpang tindih. "Kak Febian ngapain diem liatin aku?"

"Emang enggak boleh?"

"Bukan gitu, tapi — ah yaudah deh."

"Kalau enggak nyaman saya pergi." Dey mengangkat kepalanya ketika Febian mulai beranjak dari duduknya. "Eh kak, maksud aku bukan gitu, aku cuma heran aja kenapa kamu duduk diem liatin aku gitu, itu aja." Febian tersenyum seraya mengangguk.

"Cuma pengen liat aja. Anyways, ada waktu kosong minggu ini?"

"Ada."

"Baik."

"Hah, maksudnya gimana?"

"Saya bakal minta waktu kosong mu nanti. Bye Dey." Febian menarik tungkainya dari hadapan Dey. Sungguh bukan pertama kalinya Dey dibuat bingung oleh tingkah Febian yang selalu saja datang dan pergi meninggalkan beberapa pertanyaan dalam otaknya. Dey mendengus malas, "Tau deh, jadi gue yang pusing." Gumam nya, pada akhirnya Dey pun memutuskan beranjak dari perpustakaan. Sungguh, moodnya mulai berantakan hanya karena pertanyaan-pertanyaan yang diajukan oleh otaknya sendiri.

Soal Febian?

Entahlah, laki-laki itu benar-benar konsisten membuat Dey penasaran dengan segala tingkah lakunya.


_______________

Bau lembaran buku terasa begitu menenangkan, Febian menatap lekat wajah samping Dey yang begitu fokus dengan buku bacaannya. Ah, rasanya kencan ini bukan satu hal yang buruk bagi Febian. Kencan? Ya, anggaplah begitu. Masih ingat dengan waktu kosong? Ya — pada akhirnya Febian benar-benar menagihnya dan syukur Dey mengiyakan ajakannya yang kaku, dan di sini lah keduanya sekarang Perpustakaan Nasional Republik Indonesia. Febian benar-benar kaku dalam hal apapun, bahkan kini keduanya hanya berdiam duduk dengan buku ditangan masing-masing tanpa banyak basa-basi setelah hampir satu jam bersama. Yap, perpustakaan nasional RI, di sinilah mereka dengan segala keromantisannya dengan buku yang ada di tangan keduanya, hening yang menjadi ruang benar-benar cukup membuat drama baru di dalam hidup Febian, yaitu ; ada bersama dengan Dey — gadis yang tanpa banyak Febian jelaskan bahwa dia menyukai nya.

Tak banyak bicara, lagi-lagi Febian stuck dengan apa yang seharusnya mampu membuat kesan terbaik di antara dia dengan Dey. Padahal, sebelumnya Febian sudah berguru pada Vito lewat beberapa pengamatannya. Tapi, siapa yang akan mengira untuk pertama kali mengajak Dey pergi berdua, Febian malah membawanya ke Perpustakaan Nasional? Hanya Febian dengan segala pemikirannya yang berhasil menarik Dey ke tempat ini. Sadar dengan pandangan yang Febian lemparkan, Dey pada akhirnya mengangkat kepalanya menyapa mata teduh milik Febian yang sedari tadi singgah pada dirinya. Dey membuat sekat antara pandangan keduanya dengan buku yang dia angkat di tengah-tengah nya.

Sebenernya Febian juga bingung memikirkan bagaimana jika Dey melemparkan pertanyaan di tengah-tengah diamnya mereka, seperti ; kenapa Perpustakaan Nasional? Sebab dirinya pun tak tau kenapa harus kemari.

"Enggak baik liatin orang terus." Ucap Dey berhasil membuat Febian terkekeh kecil, seketika bayangan mengerikan dalam pikirannya menguap entah kemana. Ia menurunkan buku tersebut hingga keduanya kembali saling menatap satu-sama lain. Lagi, Febian melemparkan senyuman nya pada Dey yang kini memiringkan kepalanya menatap Febian pula. Ia tak akan bohong jika laki-laki di hadapan nya ini benar-benar mempunyai kesan yang menyenangkan dalam otak Dey. "Kenapa enggak boleh?"

Dey tersenyum, ia memutar tubuhnya jadi menghadap ke luar jendela, dimana dari atas gedung ini ia mampu melihat bagaimana jajaran bangunan-bangunan yang membentuk kota sebagai pemandangannya. "Nanti suka." Ungkapnya.

"Udah suka."

"Eh?"

Febian menatap kilas tatapan mengintimidasi yang Dey berikan kepadanya. Laki-laki itu memilih beranjak dibandingkan harus menjawabnya, ia sadar apa yang Dey maksud lewat tatapannya. Entah mengapa tiba-tiba ia merasa begitu bodoh dengan gumaman lirih nya sendiri. "Eh, kak Feb, ih kok malah pergi sih? Kak!" 

"Enggak boleh berisik." Sahut Febian yang sudah mengambil beberapa langkah meninggalkan Dey. "Sendirinya juga teriak." Gumam Dey dengan ketusnya.

Jika boleh jujur ada bersama dengan Febian hari ini saja masih menjadi pertanyaan bagi Dey, kenapa dirinya? Atau — kenapa harus di Perpustakaan Nasional? Kini ia harus mempertanyakan lagi tentang pernyataan tak sengaja yang dilontarkan oleh lelaki kutub utara tersebut. Benarkah?

"Suka?"


•••

"GUYSSSSSS!"

"MUTHE!" Gadis centil itu menyengir tanpa dosa setelah benar-benar berhasil duduk di tengah-tengah kedua sahabatnya dan mendapatkan seruan yang cukup memekikan keduanya telinganya. Chika yang sedari tengah scroll tiktok dan Fiony yang tengah membaca buku pada akhirnya mendesah kesal dan menyudahi kegiatan mereka hanya untuk memberikan atensi terhadap kehebohan Muthe. "Kenapa sih?" Tanya Chika, lagi — kehebohan yang tadi sempat di tunda kini kembali Muthe berikan. "LIAT INI LIAT INI." Chika dan Fiony semakin tak memberikan ruang apapun ketika ponsel Muthe mulai menampilkan instastory-instastory yang berhasil membuat Chika maupun Fiony melebarkan matanya. Mereka berdua saling berhadapan dan mengangguk seakan paham apa yang dimaksud hanya lewat telepati.

"DEY NGEDATE SAMA FEBIAN?"

"Duh, bisa enggak kalian jangan teriak-teriak terus, budek nih gue." Ketus Muthe yang hanya di respon dengan cengiran keduanya. Chika merebut ponsel Muthe dan kembali melihat instastory Dey dan Febian secara bersamaan. "Gila, ini beneran nih? Dey sama kak Febian?" Tanya Chika masih dalam mode tak menyangka, pasalnya tak ada cerita Dey akan ngedate dengan Febian hari ini. Ketiganya benar-benar dibuat kaget oleh apa yang baru saja dilihat. Fiony menghempaskan tubuhnya pada sofa empuk.

"Chika sama Kak Vito, Dey sama kak Febian, Muthe lagi di deketin Aldo. Duh gue doang nih yang jomblo?"

"Fioooo..."

Fiony terkekeh kecil, mengapa kedua sahabatnya kini malah memeluknya dengan erat? Padahal apa yang dilontarkan barusan hanyalah sebuah leluconan belaka. Dibandingkan dengan ketiganya, barangkali Fiony lah yang tidak begitu peduli dengan urusan percintaan. Bukan — bukan tak ada yang melirik Fiony, salah besar. Sebab, sebagaimana orang-orang menyukai Chika, begitulah orang-orang menyukai Fiony. Tapi — rasanya tak ada yang benar-benar berhasil mengambil hatinya, sebab apa yang sudah seharusnya di genggam memilih untuk meninggalkan. Bukan hanya dirinya yang ditinggalkan, tapi dengan negeri nya pula. "Ih, pasti kangen yah sama Ran?" Fiony tersenyum tipis menanggapi pertanyaan Muthe.

"Enggak kok, gue cuma — "

Suara pintu apartemen yang terbuka berhasil membuat ketiganya menoleh dan sama-sama melemparkan tatapan penuh intimidasi pada gadis yang baru saja memasuki apartemen. Dia — Dey Angelia, gadis yang baru saja di bicarakan akhirnya memunculkan batang hidungnya. Deheman kecil Dey berikan hanya untuk mencairkan suasana yang terkesan begitu tegang ketika dia baru saja masuk kedalam apartemen Chika. "Hehe, santai dong kawan santai. Gue — gue bawa pizza — woooaahh santai napa deh, gue udah kaya buronan aje nih." Ucap Dey ketik tangannya ditarik keras oleh Muthe hingga tubuh mungilnya terjatuh pada sofa empuk Chika. Dey menghela nafasnya, ia sudah menduga jika momentum ini akan terjadi, ya pasalnya dia tak menceritakan pertemuannya dengan Febian.

"Oke oke, gue cerita."

Disandingkan dengan pizza dan berbagai cemilan yang Chika punya, ketiganya mendengarkan apa yang Dey ceritakan. Tentu, terkadang respon yang mendengungkan telinga karena rasa lebay yang mereka berikan. Atau kekaguman terselubung terhadap Febian hanya dalam cerita Dey. Sebenarnya keempatnya tau, bahwa ; Febian tak seburuk itu jika di jadian sebagai boyfriend. Ya, jauh dari kata kaku dan cuek, Febian mempunyai sisi yang benar-benar tak pernah ada dalam pikiran, jadi — bersama Febian barangkali tak semonoton itu. "Trus elo sekarang sama dia gimana?"

"Enggak gimana-gimana."

"Dia enggak nembak lo Dey?" Dey menghela nafasnya dalam-dalam mendengar pertanyaan Chika. Ia menggeleng pelan sebagai jawaban, hah, bahkan Dey tak berfikir jika Febian akan menembaknya dan memintanya menjadi pacar nya. "Kok?"

"Ya, maksud gue ada hari ini bareng dia aja gue seneng kok. Gue jadi kenal dia dari yang gue pikirin."

"Jadi, lo suka juga sama dia?" Tanya Fiony. Dey tersenyum dan menggelengkan kepalanya pelan. "Ah, maksud gue maybe enggak sekarang, ya karena Febian beberapakali buat kesan dan gini aja udah cukup kok, dia juga pasti bahagia." Jelas Dey. Seruan kecil mendramatisir apa yang Dey ungkapkan, ketiganya saling memberikan pelukan kepada Dey.

"Apa deh kalian, hahaha."

Pada akhirnya semua akan benar-benar merasa bahwa kebahagiaan kecil seringkali tak pernah kita duga. Mungkin sama halnya dengan Dey, ya — siapa yang menyangka jika hari ini ia akan banyak berbicara dengan Febian, telinganya mendera berbagai cerita-cerita sederhana yang mungkin mulai sekarang Dey menyukainya. Entahlah, mungkin terlampau cepat menyimpulkan perasaan, tapi ada bersama Febian hari ini, sesederhana itu dirinya merasa bahagia untuk pertama kalinya.

Saling berbicara saling mendengarkan.

+1 213 **** ****

Today

How are you Pio?

"Siapa nih?" Ketiganya menolehkan kepalanya pada Fiony. Dey meraih ponsel Fiony dan melihat chatt yang masuk. "Bukan nomer Indonesia." Tutur Muthe yang di angguki oleh ketiganya. Fiony terdiam, mengingat-ingat siapa kiranya yang mungkin kini jauh dan Fiony kenal?

"Nomer iseng paling, biarin deh." Ungkap Fiony, ketiganya pun mengangguk seraya mengangkat bahunya acuh. Keempatnya kembali berbalik dengan topik pembicaraan mereka.































TBC

Thank you yang udah mampir, double update sebagai gift buat kalian yang nunggu update cerita ini lama banget, semoga kalian menikmati yah. Istirahat guys, udah malem. Good night.

God bless you guys🖤

NEXT

🏃

Continue Reading

You'll Also Like

22.6K 2.6K 26
Apakah hidup bisa di akhiri? atau hidup bisa di perbaiki?
49.5K 3.8K 17
Keegoisan dapat merenggut akal sehat.
HANYA INGIN KAMU By Fiya Chan

Mystery / Thriller

41.9K 2K 58
gatau mau ngetik apaan guys, pokoknya bacaa terus ya sampai tamat