─────
Chapter Fifthteen : Permintaan Maaf.
─────
Pemuda yang memiliki alis seperti camar itu pun tengah berdiri di depan pintu kamar ruang inap bernomor 258; kamar inap Haechan. Sebenarnya Mark sudah berdiri disana sekitar 15 menit lalu namun ia merasa tidak pantas karena apa yang sudah Mark lakukan kepada Haechan sebelumnya.
"Hyung, bagaimana dengan Haechan?" Mark pun mendengus kala mendengar nama Haechan terucap dari mulut Jaemin saat dirinya sedang mengabari teman-temannya kalau keadaan Jaemin sudah lebih baik.
"Kenapa kau menanyakannya?"
"Karena dia yang menyelamatkanku."
Mark seketika menghentikan aktifitasnya, seperti membeku. Haechan menyelamatkan Jaemin? Bagaimana bisa?
"Saat itu kami berpisah di halte dekat kampus, Haechan memberikan tawaran untuk pulang bersama dan juga dengan temannya tapi aku memilih untuk pulang sendiri," Ucap Jaemin yang menjeda perkataannya, "Ketika aku ingin menyebrang aku mendengar seseorang meneriakan namaku dan aku yakin bahwa itu Haechan, tapi pikiranku begitu kalut karena apa yang terjadi, karena kejadiannya begitu cepat."
"Aku pun terdorong hingga mendapatkan luka ini." Jaemin mengangkat tangannya yang diperban, "Aku panik? Tentu, darah yang mengalir membuatku terkena serangan panik, tapi aku memilih abai untuk melihat siapa yang menolongku dan ternyata itu Haechan."
Bayang-bayang percakapan antara dirinya dengan Jaemin membuat Mark menjadi semakin merasa bersalah, namun lebih banyak ke arah menyesal. Menyesal karena tidak mendengarkan lebih dulu penjelasan si manis dan lebih mengutamakan egonya sendiri.
Semua itu demi Jaemin, oke?
Akhirnya, ia memutuskan untuk pergi namun terkejut ketika Mark berbalik mendapati kakak dari Haechan; Hendery dan entah dengan siapa, Mark tidak tahu berdiri dibelakangnya.
"Mark? Kenapa tidak masuk?" Tanya Hendery yang mempehatikan Mark hanya berdiri di depan pintu kamar inap sang adik tanpa berniat untuk masuk.
Orang yang berada di sebelah Hendery pun pamit lebih dulu untuk masuk ke dalam kamar inap Haechan, dan menyisakan Hendery dan Mark yang tengah mengusap tengkuknya karena perasaannya menjadi kikuk, bahkan hanya tersenyum canggung menanggapi perkataan Hendery.
Saat Mark masuk, Haechan yang tengah tersenyum sumringah menjadi terhenti kala melihat kehadiran Mark yang berada dibelakang Hendery. Ini sudah seminggu Mark tidak mengunjunginya sejak kejadian itu dan Haechan merasa sedikit tidak nyaman dengan keberadaan Mark.
"Aku sangat merindukan adik gembulku ini." Ucap Hendery saat menghampiri Haechan yang tadi asyik mengobrol dengan kekasihnya; Dejun. Mencubit pipi gembil sang adik dan di respon dengan pekikan keras serta menepuk tangan Hendery beberapa kali.
Haechan memandangan Hendery bengis sambil mengusap pipi kanannya kemerahan itu dengan susah payah, karena tangan kirinya terpasang selang infus.
"Ah iya, mumpung ada Mark disini ayo kita pergi." Ajak Hendery pada Dejun, namun seketika raut wajah Haechan berubah sedih.
"Apa-apaan raut wajahmu itu?" Haechan mendelik tak suka pada sang kakak.
Dasar tidak peka.
ia tidak ingin ditinggal sendirian disini, apalagi selama seminggu ini hanya dirinya di kamar inap─ walaupun Renjun sesekali datang berkunjung. Tapi tetap saja rasanya sepi. Apalagi ditemani Mark.
"Ada Mark, kau bisa menemani Haechan sebentar kan? Tidak lama." Mark hanya menangguk sebagai responnya yang membuat Hendery menjadi merasa sedikit lega karena ada yang menemani adiknya.
"Mark akan menemanimu, aku tidak akan lama. Mungkin kau bisa..." Hendery pun menaik-turunkan alisnya sebagai kode entah itu apa. Namun otak si manis sedang bekerja dengan baik kali ini, Haechan pun membulatkan matanya dan melempar bekas kemasan air mineral pada Hendery yang sudah kabur lebih dulu sambil menarik Dejun yang berteriak berpamitan pada Haechan.
Kesunyian pun menghampiri mereka berdua bahkan mereka berusaha untuk tidak saling tatap, namun Tuhan memiliki rencana lain. Pandangan mereka saling bertemu, membuat keduanya menjadi gelagapan, terutama Mark.
"Ah iya, silahkan duduk, hyung." Bodohnya Haechan tidak mempesilahkan Mark untuk duduk sedari tadi. "Jadi... ada apa?" Tanya Haechan sambil memiringkan kepalanya.
Mark sudah duduk pada kursi yang sudah ada di sebelah ranjang Haechan, pemuda tampan itu menjadi canggung dengan Haechan. Ia pun memberikan buah-buahan dan juga susu cokelat pada pemuda memiliki kulit tan itu.
"Maaf aku baru datang lagi." Haechan tersenyum kecil menerima pemberian dari Mark, "Juga, aku minta maaf sudah menyalahkanmu dan... menamparmu saat itu, aku─"
"Hyung, tidak apa-apa. Aku baik-baik saja."
Lain dimulut namun lain juga di hati, mulut mengatakan 'baik-baik saja' dalam hati ia mengumpat kesal. Begitulah isi hati Haechan saat ini, walaupun kesal tapi si manis tidak pernah menunjukkannya.
Kau sangat murah hati, Haechan.
Tapi perasaan Mark merasa janggal, seperti ada yang kurang tapi entah itu apa. Yang jelas Mark berusaha untuk menurunkan egonya untuk datang meminta maaf─ dengan paksaan Jaemin.
"Bagaimana keadaan Jaemin, hyung?" Tanya Haechan untuk membuka suara kembali.
"Sudah lebih baik, 2 hari lalu sudah pulang."
Haechan mengangguk sebagai jawaban, ia pun bisa tahu apa yang terjadi setelah itu. Mengantarkan Jaemin pulang dan merawatnya sampai saat ini, bahkan Mark yang notabene-nya adalah kekasih Haechan baru datang lagi sekarang.
Ironis sekali.
Padahal alasan pemuda tampan itu baru datang adalah takut, Mark takut jika Haechan marah padanya dan meninggalkannya begitu saja. Mark tidak tahu saja kalau Haechan sudah cinta mati pada pemuda beralis camar itu; dibodohi karena rasa cintanya pada Mark.
Mark pun mengambil tangan kiri Haechan dan menggenggamnya kuat, "Maaf jika selama ini aku belum bisa membuatmu bahagia, aku merasa kita jarang memiliki waktu berdua dan aku janji aku akan─"
"Jangan berjanji jika kau belum tentu bisa menepatinya." Bagaikan disambar petir, perkataan Haechan begitu mengejutkan. "Kita sering membuat janji dan berakhir dengan kau yang tak menepatinya."
Skakmat.
Apa yang dikatakan Haechan benar. Tanpa sada, Mark sudah sering mengingkari janjinya dengan Haechan, walaupun itu sangat sederhana. ia terlalu terlena dengan apa yang dia lakukan bersama Jaemin sampai-sampai melupakan eksistensi Haechan sebagai kekasihnya.
"Tapi tak apa, aku mengerti. Memang lebih baik kau bersama teman-temanmu daripada aku, karena merekalah yang selalu ada untukmu, bukan aku."
"Haechan, aku─"
"Halo semuanya! Manusia tampan kembali." Hendery membuka pintu kamar inap Haechan dengan beringas, mendorong dengan keras sampai berbenturan dengan pintu serta berteriak seperti di hutan.
Mengampiri Haechan dan Mark yang memandang Hendery dengan raut wajah yang tidak bisa dijelaskan, mungkin mendekati terkejut.
Hendery pun memberikan es amerikano pada Mark, "Sebagai bentuk terima kasihku karena sudah menjaga adik gembulku yang menyebalkan ini."
"Akhhh, hyung! Hentikan." Dengan susah payah Haechan menyingkirkan tangan Hendery yang kembali mencubit pipi gembilnya, membuat Mark menggelengkan kepalanya melihat aksi gila kakak-beradik itu.
"Baiklah, kalau begitu aku pamit pulang, semoga lekas sembuh Haechan dan terima kasih untuk kopinya, Hendery." Hendery pun menghentikan aksinya dengan mengantar Mark keluar sedangkan Haechan hanya mengangguk.
Disisi lain, sepasang pria dan wanita kini saling duduk berhadapan di sebuah kafe, mereka duduk disudut kafe itu─ ditempat yang sedikit sepi. Raut wajah si wanita begitu penasaran untuk menunggu jawaban dari si pria.
"Jadi, bagaimana?"
Si pria meneguk segelas espresso dengan santainya membuat si wanita jengah seakan dipermainkan, dia hanya membutuhkan informasi dari si pria kenapa seperti di tarik-ulur begini?
"Kau bahkan sudah tahu beritanya jika Jaemin dan Haechan tidak hadir kuliah hampir seminggu." Jawab si pria setelah meletakkan gelasnya di meja.
"Jaemin baru pulang 2 hari lalu dan harus menjalani rawat jalan selama sepekan sedangkan Haechan masih masa pemulihan karena tangan kanannya patah, bukankah cukup bagus?"
Si wanita menyeringai kala mendapatkan informasi yang dia inginkan dan orang di depannya ini mengerjakan tugasnya dengan baik. Ia pun mengambil ponselnya dan mengetikkan sesuatu dan kembali meletakkan ponselnya.
"Kerja bagus, aku sudah transfer dengan nominal yang sudah kita sepakati." Si pria pun mengecek ponselnya dan terkejut melihat saldonya sudah bertambah banyak.
Si wanita pun bersidekap dada dan menyenderkan punggungnya, menatap lawan bicaranya dengan tatapan tegasnya, "Untuk selanjutnya, akan aku tambah dua kali lipat. Dan pastikan mereka lebih parah dari ini." []
[ ─────────────── ]
To Be Continue...
don't forget to vote and comment!