Total Kata : 2.600 Kata
***
Ketika Dante sudah di depan pintu gerbong kelas bisnis, terdengar suara tembakan lagi, kali ini lebih nyaring dan besar. Dante pun langsung membuka pintu tersebut.
Tapi sangat gelap gulita, tidak terlihat apa-apa. Karena gerbong depan sudah masuk terowongan, sehingga di gerbong kelas bisnis sangat gelap dan tidak ada pencahayaan yang masuk dari luar.
Beberapa detik kemudian, lampu kereta pun menyala kembali.
Dan yang pertama kali Dante lihat adalah, Louisa berdiri menodongkan pistolnya dengan gemetar ke arah seorang lelaki berambut coklat yang menodongkan pisau tajam. Napas Louisa terlihat tidak beraturan dengan matanya membelak ketakutan.
Mark dan Lara pun sudah berdiri dari kursi mereka, di belakang kursi Louisa.
Lelaki itu memakai baju putih sehingga terlihat jelas kalau badannya sudah berdarah-darah sekarang.
Ada keheningan selama beberapa detik yang menegangkan sebelum lelaki tersebut terjatuh ke lantai, dan wajahnya terlihat sudah tidak bernyawa.
Dia sudah meninggal di tempat.
Semua penumpang yang melihat itu langsung menjerit ketakutan. Mereka langsung menjauh dari Louisa yang memegang pistol.
Dante mengerjapkan matanya. Apa Louisa menembak mati lelaki itu? Batin Dante kaget.
***
Setengah jam yang lalu.
Setelah Dante bangun dari kursinya dan menuju toilet, Louisa kembali sibuk ke dalam lamunannya.
Louisa jadi teringat, Dante berkata dia sengaja tidak memakai pengaman, karena ingin Louisa hamil? Louisa mengerutkan dahinya.
Dante sengaja? Apa Dante sangat menginginkan anak? Atau... Dante ada motif tersembunyi? Pikir Louisa.
Louisa mencoba menebak-nebak motif Dante melakukan itu.
Tapi tepat saat itu, Louisa merasa merinding, bulu kuduknya berdiri, dia merasa seperti ada seseorang yang mengawasinya.
Louisa pun melihat sekelilingnya. Kursi kelas bisnis tidak terisi penuh, hanya ada ada beberapa penumpang di gerbong ini.
Tepat saat itu, mata Louisa bertemu dengan mata seorang lelaki berambut coklat yang duduk di seberang diagonal kanannya.
Kursi lelaki tersebut hadapnya berlawanan arah dengan kursi Louisa sehingga Louisa dapat melihat wajahnya.
Ketika mata mereka bertemu, lelaki itu yang lebih dulu memutuskan kontak mata mereka dengan santai.
Membuat Louisa berpikir. Apa dirinya terlalu paranoid?
Louisa menarik napasnya untuk menenangkan dirinya. Mungkin memang dirinya terlalu paranoid.
Sejak kejadian mereka dikejar dua mobil pembunuh bayaran, Louisa merasa selalu alert ketika mereka keluar rumah.
Louisa pun mencoba menatap keluar jendela, mencoba melihat pemandangan di luar. Walaupun keliatannya sia-sia, karena lampu di dalam gerbong menyala sehingga pemandangan di luar tidak terlihat.
Louisa menghelakan napasnya.
Tepat saat itu, Louisa menangkap pantulan bayangan dari jendela. Itu adalah pantulan bayangan lelaki berambut coklat tadi.
Louisa merasa bulu kuduknya berdiri ketika melihat, ternyata lelaki tersebut sedang mengawasinya.
Louisa merasa sangat gugup dan paranoid sekarang. Ada apa dengan lelaki itu?
Louisa sudah sering mendapatkan tatapan menjijikan dari para lelaki seumur hidupnya, dan itu hanya membuat Louisa tidak nyaman.
Tapi kali ini, Louisa merasa ketakutan, sangat ketakutan. Entah kenapa, kali ini sangat berbeda dari biasanya.
Louisa menatap layar TV di depan kursinya sekarang, mencoba terlihat tetap tenang dengan pura-pura memilih film.
Mana Dante? Kenapa dia lama sekali di toilet? Pikir Louisa.
Jika Dante ada di sini, mungkin Louisa akan merasa lebih tenang dari pada sekarang. Walaupun ada Mark dan Lara di belakangnya, tapi Louisa masih merasa tidak tenang.
Louisa hanya bisa berharap Dante segera kembali ke kursi.
Louisa masih merasakan tatapan lelaki itu, membuatnya semakin gugup.
Akhirnya Louisa mengambil tasnya, meletakkanya di pangkuannya, lalu menggenggam pistol yang Dante berikan padanya di dalam tas.
Setelah sekitar dua puluh menit berlalu, lelaki berambut coklat terlihat sibuk dengan ponselnya sejak tadi dan sudah tidak memperhatikan Louisa, membuat Louisa lega.
Tapi Louisa masih menggenggam pistolnya di dalam tasnya untuk berjaga-jaga.
Mana Dante? Kenapa dia lama sekali? Batin Louisa kesal.
Apa jangan-jangan dia ke restoran membeli snack? Tambah Louisa dalam hati.
Tiba-tiba, Louisa menyadari kalau laju kerata api ini melambat, sampai akhirnya beberapa menit kemudian, kereta api tersebut benar-benar berhenti.
Membuat Louisa kebingungan.
Louisa dapat mendengar suara Lara di belakangnya. "Kenapa keretanya berhenti?" Sedangkan Mark tidak menjawab, dia menatap sekelilingnya, mencari kejanggalan.
Louisa melihat jamnya, sudah hampir setengah jam Dante ke toilet. Louisa jadi khawatir.
Bagaimana kalau terjadi sesuatu pada Dante di dalam toilet? Seperti pingsan dan tidak ada yang menyadarinya.
Apa mungkin baiknya aku periksa toilet? Batin Louisa.
Ketika Louisa berdiri, dan mau memeriksa Dante di toilet. Tiba-tiba semua lampu di dalam kereta api tersebut mati.
Semua penumpang di dalam gerbong pun bising, mereka panik dan kebingungan.
Sedangkan Louisa semakin panik. Karena di sini benar-benar gelap gulita, dan dia memiliki feeling buruk dengan semua ini.
Dengan cepat Louisa langsung menyalakan senter di ponsel yang dia genggam, untuk diarahkan ke depannya.
Tepat ketika senter tersebut menyala, Louisa dapat melihat lelaki berambut coklat yang mengawasinya tadi, sudah cukup dekat, dan bergerak ke arahnya sambil mengangkat pisau, dia seperti mau menusuk Louisa. Wajahnya menatap Louisa dengan tatapan membunuh yang menyeramkan.
Louisa hampir merasa jantungnya lepas melihat itu. Reflek, dengan panik, Louisa mengangkat pistol yang masih dia pegang, dan langsung menembak lelaki itu.
Tapi tembakan Louisa hanya mengenai lengan lelaki itu. Dia meringis.
Mark dan Lara yang melihat itu langsung mengeluarkan pistol mereka, dan menyusul menembak lelaki itu juga secara bersamaan. Mark menembak tepat di jantung, sedangkan Lara menembak tepat di dahi lelaki itu.
Suara nyaring dari dua tembakkan itu secara bersamaan memenuhi gerbong kereta.
Setelah itu Mark dan Lara menurunkan pistol mereka.
Di belakang, terdengar pintu terbuka kencang, dan tidak lama kemudian, lampu di dalam kereta pun kembali menyala.
Ketika lampu menyala, di situ, terlihat jelas Louisa masih menodongkan pistolnya lelaki berambut coklat dengan tangannya gemetar.
Darah sudah terlihat dari baju putih yang dikenakan lelaki itu. Tepat saat itu lelaki tersebut jatuh ke lantai dan meninggal di tempat.
Suara jeritan dan kepanikan penumpang memenuhi gerbong itu. Louisa menurunkan pistolnya sambil menatap lelaki yang sudah tumbang di depannya.
Apa yang sebenarnya terjadi? Kenapa lelaki ini mencoba menusukku? Batin Louisa panik.
Tiba-tiba Dante muncul, lalu melangkahi mayat pembunuh itu agar dapat berdiri di depan Louisa. Dante dengan cepat memeriksa seluruh tubuh Louisa.
"Apa kau terluka?" tanya Dante langsung.
Louisa menjawab dengan menggelengkan kepalanya. Dia masih syok dengan apa yang terjadi. Ini adalah pertama kalinya Louisa menembak seseorang.
Beberapa hari kemarin, Louisa sempat belajar menembak dengan Lara sebentar. Agar Louisa tahu cara memakainya di situasi genting.
Louisa tidak mengira dia akan mempraktekkannya secepat ini.
Dante langsung menghela napas lega mendengar itu. Dante menoleh ke Mark dan Lara yang masih memegang pistol.
Melihat dari tembakkan tepat sasaran pada lelaki itu, sepertinya suara tembakkan yang kedua tadi adalah tembakkan dari Mark dan Lara. Dan kalau melihat lelaki itu masih memegang pisau, sepertinya dia dulu yang menyerang. Pikir Dante.
Tapi masalahnya, semua orang di sini tidak melihatnya ketika lampu mati tadi. Dante bisa menebak apa yang akan terjadi setelah ini.
Tepat saat itu, petugas keamanan datang karena mendengar laporan ada suara tembakkan.
"Apa yang terjadi si sini?" tanya petugas itu langsung.
Sebelum Mark bisa menjelaskan, seorang wanita paruh baya berpakaian glamor langsung bersuara.
"Dia! Dia membunuh lelaki itu!" Seru wanita itu sambil menunjuk ke Louisa.
Louisa mengerutkan dahinya mendengar itu. Itu tidak benar. Ketika Louisa mau membela dirinya, seorang lelaki berpakaian glamor pun juga bersuara.
"Iya! Kami melihatnya dengan mata kepala kami sendiri! Dia harus ditangkap!" ucap lelaki itu.
Semua orang di situ pun menyetujui perkataan mereka, membuat petugas kemanan menatap Louisa yang masih memegang pistol.
Sudah Dante duga akan begini.
Dante ingin melakukan pembelaan, tapi sepertinya sia-sia berbicara dengan orang-orang bodoh ini. Dante akan melakukannya di hadapan pihak berwewenang saja.
Keadaan apa ini? Padahal lelaki itu lah yang menyerang aku lebih dulu. Batin Louisa frustasi dalam hati
***
Karena kejadian itu, kereta api terpaksa melakukan pemberhentian di stasiun terdekat untuk dilakukan penyelidikan terlebih dahulu oleh pihak berwewenang.
Semua penumpang tidak diperbolehkan turun. Tapi penyelidikan terpusat pada gerbong pertama dan gerbong restorasi.
Louisa, Dante, Mark dan Lara diinterogasi satu-satu.
Seteleh Dante selesai diinterogasi, giliran Mark. Dante pun izin ke toilet sebentar, diperbolehkan tapi ada penjaga yang berjaga di dekat situ untuk mengawasi Dante.
Louisa menatap Dante yang sudah masuk kamar mandi. Lalu dia menatap jarinya yang masih gemetar. Louisa teringat penampakan menyeramkan ketika lelaki itu mau menusuknya.
Louisa mengira itu adalah detik-detik terakhir dia sebelum dia meninggal.
Kalau saja dia tidak menembakkan pistol tadi, apa dia masih hidup sekarang?
Lara yang duduk di sebelah Louisa, melihat itu. Dia langsung memegang tangan Louisa yang gemetar. Tangan Louisa terasa begitu dingin membuat Lara khawatir.
"Tarik napas," ucap Lara mencoba membantu menenangkan Louisa.
Louisa pun menarik napasnya dalam-dalam dan membuangnya, dia melakukan berulang kali untuk menangkan dirinya yang masih dalam keadaan panik.
Tidak lama kemudian Dante kembali ke gerbong, dan Mark sudah selesai diinterogasi. Para lelaki duduk di seberang para wanita. Kursi yang mereka duduki sekarang adalah empat kursi yang saling berhadapan dengan meja di tengahnya.
"Apa kita akan ke penjara?" tanya Louisa khawatir.
Dante menggelengkan kepalanya dan berkata. "Tidak akan." Dante terlihat sangat yakin.
Mark melirik temannya di sebelahnya. Sejak berteman dengan Dante, baru pertama kali Mark melihat Dante panik seperti tadi.
Dan baru pertama kali Mark melihat Dante lengah seperti ini.
Mereka berempat pun mengobrol. Louisa menceritakan dari bagaimana awalnya dia merasa diawasi, lalu Dante juga menceritakan kejadian di gerbong makan kereta api. Dan fakta kalau Louisa menjadi target pembunuhan.
Sebenarnya Dante tidak ingin memberitahu Louisa kalau dia menjadi target pembunuhan, tapi Louisa mungkin sudah merasakannya, dan Louisa harus tahu agar tetap berhati-hati mulai sekarang.
Setelah mendengar itu, Louisa merasa jantungnya berdetak sangat kencang, wajahnya memucat.
"Aku target pembunuhannya?" tanya Louisa lemah. Tidak mengerti kenapa dia menjadi target pembunuhan juga.
"Iya.. Mulai sekarang aku tidak akan meninggalkan kau sendirian lagi, Lou. Maafkan aku, aku ceroboh tadi," ucap Dante terlihat sangat menyesal dan frustasi dengan dirinya sendiri.
Tadi mereka sangat beruntung rencana pembunuhannya gagal karena ada Mark dan Lara.
Untungnya Dante tidak mengajak Mark pergi ke gerbong makan. Instingnya mengatakan dia harus meninggalkan Mark di situ untuk menjaga Louisa.
Setidaknya instingnya tidak pernah meleset.
"Tidak biasanya kau lengah, Dan," komentar Mark tiba-tiba.
Lalu Mark melirik Louisa sejenak, sebelum kembali menatap Dante.
"Well, aku tidak menyalahkanmu. Mungkin kabar Louisa hamil membuat otakmu korslet, " tambah Mark. Dante pun menatap Mark kesal.
Sedangkan Lara yang dari tadi terlihat berpikir, akhirnya bersuara.
"Tapi apa motif mereka membunuh Louisa?" Lara menyela.
Louisa pun tidak mengerti dengan itu. Seumur-umur Louisa tidak memiliki musuh dan selalu menjaga hubungan baik dengan manusia mana pun yang dia kenal. Louisa juga warga negara U.S. yang baik dan tidak pernah menunggak hutang.
Mata Dante terlihat menyeramkan sekarang
"Kemungkinan pertama, karena mereka kesulitan membunuhku, akhirnya menargetkan wanita yang ku cintai dulu. Dan kemungkinan kedua, Shadow Corp sudah tahu kalau Louisa adalah anaknya Lily dan Rasmus."
Hati Louisa menghangat mendengar Dante menyebutnya sebagai wanita yang dia cintai.
"Tapi menurutku dia tidak ingin sampai membuat Louisa terbunuh, melihat dia hanya menyerang Louisa dengan pisau dalam kegelapan. Mungkin mereka ingin membuat Louisa terluka," tambah Dante.
Tapi aku tidak akan mengampuni mereka membuat Louisa ketakutan dan stres seperti ini. Aku pastikan akan membuat mereka menyesal. Batin Dante dengan matanya terlihat menyeramkan.
Ditambah Louisa sedang hamil. Stres tidak baik untuk wanita hamil.
Setelah terjebak hampir tiga jam di kererta itu. Tiba-tiba seorang polisi berpangkat tinggi datang dan mengunjungi gerbong kereta mereka.
Semua polisi di situ memberi hormat pada polisi berpangkat tinggi itu, tapi dia seperti mencari seseorang, sampai akhirnya ketika dia menemukan Dante, dia langsung menghampiri Dante.
"Dante," panggilnya.
Louisa memperhatikan polisi itu, umurnya mungkin sudah kepala lima, ada luka jahitan di pipinya, tubuhnya sangat tegap dan terlihat seperti orang penting.
Siapa? Apa ini teman Dante yang lain? Batin Louisa.
Dante pun berdiri.
"Howard," sapa Dante dengan akrab.
"Kau dan teman-temanmu sudah bisa kembali melanjutkan perjalanan kalian, aku sudah mengurus semuanya," ucap Howard santai.
Louisa dan Lara membelakkan matanya mendengar itu. Semudah itu? Apa ini kekuatan koneksi?
"Terima kasih, Howard, atas bantuanmu," ucap Dante ramah. Tadi ketika Dante ke toilet, Dante menelpon Howard untuk meminta bantuannya.
"Ah, tidak, ini bukan apa-apa dibanding kau yang pernah menyelamatkanku dari pembunuhan setahun lalu," jawab Howard sambil tersenyum hangat.
Setelah itu, mereka dan penumpang kereta akhirnya dipindahkan ke kereta baru yang membawa mereka ke Toronto.
***
Sesampai di Toronto.
Mereka pun langsung menuju rumah sewa mewah mereka. Hanya butuh perjalanan tiga puluh menit untuk sampai di rumah sewa.
Dan sesampai di rumah sewa, mereka langsung memilih kamar masing-masing untuk segera istirahat. Perjalanan mereka yang harusnya hanya memakan lima jam, karena kejadian tadi, akhirnya memakan hampir sepuluh jam.
Sekarang, Dante dan Louisa sudah masuk kamar, mereka berdua masih berdiri.
"Tidurlah, pumpkin. Kau belum tidur," ucap Dante.
Dante menyadari, kalau Louisa tidak bisa tidur sedikit pun karena seluruh tubuhnya masih tegang selama perjalanan.
"Bagaimana kalau pembunuh itu menyusup ke rumah ini, Dante?" tanya Louisa khawatir sekarang.
"Maka mereka lah yang akan mati," jawab Dante.
Louisa mengerutkan dahinya. "Kau begitu percaya diri," ucap Louisa.
Dante mengangkat alisnya sejenak, sebelum melangkah maju sehingga jarak mereka begitu dekat sekarang. Mata mereka terkunci.
"Aku berbicara serius. Kalau mereka berani masuk ke sini, maka aku bersumpah, mereka yang akan mati di tanganku. Aku tidak akan mengampuni mereka sudah mencoba membunuhmu, Louisa," ucap Dante dengan nada rendah, dengan kemarahan di matanya.
Dante sangat marah pada Shadow Corp sialan, dan siapa pun yang mencoba membunuh Louisa.
Dante bersumpah akan membuat mereka menyesal sudah membuat dirinya marah seperti ini.
Mata Louisa melembut, dia merasa hatinya menghangat melihat betapa pedulinya Dante padanya.
Tiba-tiba Louisa langsung memeluk Dante. Membuat Dante kaget.
Aku mencintaimu, Dante. Ucap Louisa dalam hati.
Louisa tidak mengatakan apa pun, dia hanya memeluk Dante dan diam.
Dante dapat merasakan payudara besar Louisa menempel di tubuhnya. Dante sekuat tenaga menenangkan kejantanannya yang seperti sedikit bereaksi dengan itu.
Dante pun membalas pelukkan Louisa dengan satu tangannya ke pinggang Louisa dan satu tangan lagi di belakang kepala Louisa.
"Kenapa, sayang?" tanya Dante, sambil mengelus rambut lembut Louisa.
Louisa mengangkat kepalanya untuk menatap mata Dante. Wajah mereka sekarang begitu dekat.
"Apa aku butuh alasan untuk memelukmu?" tanya Louisa sambil cemberut.
Dante mengerjapkan matanya, bagaimana Louisa menjadi semakin manis seperti ini?
Dante menahan erangannya, rasanya dia sangat ingin bercinta dengan Louisa sekarang juga, tapi Dante takut melukai anak mereka, dan Louisa butuh istirahat.
Sepertinya Dante harus menahan dirinya sampai dokter memperbolehkannya untuk bercinta.
Dante pun mengangkat tubuh Louisa ala bridal style, membuat Louisa memekik kaget. Lalu Dante membaringkan Louisa di kasur.
"Tidurlah, pumpkin. Kau tidak boleh terlalu lelah, tidak baik untuk kau dan anak kita," ucap Dante sambil mengecup pipi Louisa.
Louisa sempat lupa dia hamil karena pikirannya dipenuhi dengan kejadian tadi. Seketika dia panik. Benar kata Dante, dia tidak boleh kelelahan.
Louisa mengangguk dengan patuh, dan berkata. "Kau juga tidur sini."
"Sebentar, aku ambilkan kita minum dulu di dapur," ucap Dante.
"Oke," jawab Louisa.
Setelah itu, Dante langsung keluar kamar dan menuju dapur.
Ketika dia sudah sampai dapur, dia mengeluarkan ponselnya. Dante langsung menghubungi seseorang dengan video call di FaceTime.
Pada deringan ketiga, dua orang yang Dante panggil menjawabnya secara bersamaan, sehingga Dante dapat melihat kedua wajah kakaknya itu di layar ponselnya.
"Dante? Apa kau membuat masalah lagi?" tanya Damien langsung.
Sedangkan Dominic berkata. "Apa ini? Family reunion?" tanya Dominic ketika melihat wajah Damien juga di layar ponselnya.
Tapi beberapa detik kemudian, Damien dan Dominic langsung menyadari kalau wajah Dante terlihat serius, matanya terlihat begitu marah dan tajam.
Bagi mereka, ini adalah sesuatu hal yang langka melihat Dante seperti ini.
"Dominic, Damien, aku butuh bantuan kalian," ucap Dante serius dengan matanya terlihat marah.
Ini sudah menyangkut keselamatan Louisa, aku tidak akan mengulangi kesalahan yang sama seperti tadi. Batin Dante sangat marah.
-To Be Continued-
YUK KOMEN 3.3K lagi ya. Aku akan update besok sabtu kalau 3.3K komennya! Kalau gak sampai aku updatenya senin.
YESSY N.