SESUAI JANJI!
HARI INI DOUBLE UPDATE!
Total Kata : 2.700 Kata
***
Louisa terkejut mendengar itu, sedangkan Dante hanya mengangkat alisnya.
"Adikmu?" tanya Dante.
Rasmus terlihat sangat bingung, dia terlihat tidak tahu tentang itu.
"Lepaskan Yang Mulia sekarang juga!" ucap penjaga itu tegas sambil menodongkan pistol pada Rasmus.
"Rasmus, lepaskan aku," ucap Kareem sambil melototi Rasmus yang sudah di belakangnya.
"Ayah, ku mohon tenang dulu," ucap Rasmus akhirnya memanggil Kareem, Ayah.
Rasmus merasa bingung, kenapa dia baru tahu informasi itu? Bagaimana dia bisa salah informasi?
"Kalau sampai hitungan ketiga kau tidak melepaskannya, kami akan menembak teman-temanmu," ucap penjaga itu langsung.
Louisa membelakkan matanya mendengar itu, tangan Louisa semakin gemetar, dia merasa takut, sangat takut dengan semua ini. Tapi Louisa tidak bisa melakukan apa pun.
"Dante," lirih Louisa pelan ketakutan.
Dante menatap Louisa khawatir, karena Louisa panik. Dante lebih mengkhawatirkan Louisa sekarang. Louisa tidak boleh terlalu stres, dia lagi hamil.
"Rasmus, lepaskan saja Pak tua itu," ucap Dante kembali memanggil Pangeran Kareem itu Pak tua.
Kareem melototi Dante dengan tatapan begitu marah. "Kau- Siapa kau panggil Pak tua!" bentak Kareem.
"Kau?" jawab Dante santai.
"Kau- pemuda tidak sopan!" Bentak Kareem sangat marah tidak terima dipanggil Pak tua walaupun dia memang sudah tua.
Rasmus menghelakan napasnya. Dante ini sepertinya ahli membuat orang tua naik tensi.
Rasmus menatap Dante, Dante hanya menganggukkan kepalanya, seolah memberi kode untuk lepaskan saja Pangeran Kareem.
Rasmus akhirnya melepaskan tangannya dari Pangeran Kareem.
Tepat ketika Rasmus melepaskan tangannya, Pangeran Kareem seperti sudah bersiap mau kembali menyerang Dante.
Tapi Silvi lebih cepat, dia membuka cadarnya dan berdiri di antara Dante dan Kareem, membuat Kareem menghentikan langkahnya.
Kareem membelakkan matanya, sangat terkejut melihat siapa yang berdiri di depannya.
Silvi.
Gadis yang pernah membuat Kareem tergila-gila. Walaupun umur mereka sangat jauh, dengan perbedaan dua puluh tujuh tahun. Tapi Kareem tidak pernah melupakan perasaannya sejak dulu.
Pantas wanita bercadar itu sangat tidak asing. Walaupun terlihat lebih tua dari yang Kareem ingat. Tapi Silvi masih sangat cantik dan menawan di umurnya yang segini.
Rambutnya hitam lurus lembut, kulit eksotis, dan matanya berwarna biru cerah. Kareem bisa melihat sedikit garis kerutan, tapi itu tidak mempengaruhi kecantikan Silvi sedikit pun.
Kareem sangat patah hati ketika Silvi menikah dulu, selama ini Kareem tidak berhasil move on dari Silvi sehingga dia tidak tertarik menikah dengan wanita lain sampai detik ini.
Kareem pun menurunkan pisau yang di pegang, dan pisau tersebut pun langsung terjatuh ke lantai. Kareem melangkah perlahan ke Silvi.
"Silvi? Apa ini benar kau?" tanya Kareem, masih tidak percaya.
Silvi diam dan menatap Kareem tajam. Kareem sudah semakin tua dari yang Silvi ingat.
Louisa lega Pangeran Kareem sudah melepaskan pisaunya, tapi belum sepenuhnya lega karena sekarang mereka masih ditodongkan pistol. Tangan Louisa masih gemetar.
Dante pun bersuara.
"Hei-hei turunkan pistol kalian, jangan buat istriku stres, dia sedang hamil astaga," ucap Dante kesal, sambil menunjuk semua penjaga yang masih menodongkan pistol mereka.
Tapi para penjaga ini belum juga menurunkan pistolnya.
Pangeran Kareem mengangkat alisnya mendengar itu. "Istrimu?" tanya Pangeran Kareem menjadi penasaran. Sambil melirik Louisa yang wajahnya sudah pucat.
"Hentikkan ini, Kareem. Dante tidak mungkin membunuh Adikmu," ucap Silvi tetap tenang.
Silvi sangat yakin, karena Silvi sangat mengenali Dante sejak masih kecil. Dante selalu menjadi bocah lelaki yang manis dan sangat ramah. Dia tidak mungkin menyakiti atau bahkan membunuh orang saat itu.
Louisa menganggukkan kepalanya kuat mendengar ucapan Silvi, tidak mungkin Dante membunuh seseorang di umurnya yang begitu muda. Louisa tidak percaya dengan itu.
Sedangkan Dante hanya terdiam, menunggu jawaban Kareem.
Mata Kareem kembali tajam ketika mendengar itu. "Apa kau ada bukti Dante tidak bersalah, Silvi?" tanya Kareem.
Silvi membalas dengan. "Dan apa kau ada bukti kalau dia bersalah?"
"Tentu saja, Yusef Dawoud bilang sendiri padaku bocah itu membunuh Adikku," jawab Kareem tajam.
Dante mengangkat alisnya. Oh pantas, jadi ternyata Yusef yang memberikan fitnahan itu.
Yusef Dawoud, seorang mafia yang pernah menculik Dante dan Damien ketika mereka masih kecil, lalu menjual Dante dan Damien pada Hassan untuk dijadikan budak.
"Yusef?" tanya Silvi. Dia ingat Yusef, itu adalah temannya Hassan.
Dante pun menyela. "Aku tidak pernah membunuh Adikmu, Pak tua. Aku bahkan tidak ingat pernah menemuinya," jawab Dante. Dia pasti ingat jika dia melakukan itu.
Kali ini mata Kareem menatap Dante tajam dan tatapan membunuh. "Tidak perlu berbohong, aku tahu kau membunuhnya."
"Aku sungguh tidak membunuh-" ucapan Dante terpotong oleh Kareem.
"Kau anak iblis! Tidak ada yang mengizinkanmu berbicara!" bentak Kareem pada Dante.
Alis Dante terangkat. Well, keras kepala juga dia. Batin Dante.
"Kareem, Yusef ini berbohong padamu," ucap Silvi langsung.
Kareem menatap Silvi, mata marahnya hilang ketika melihat Silvi.
"Silvi kau tidak boleh percaya dengan anak iblis ini," ucap Kareem lembut.
Louisa tidak tahan dengan ini, dia akhirnya maju. Walaupun tangannya masih gemetar, dia bersuara.
"Dante tidak mungkin melakukan itu," ucap Louisa. Mata Louisa terlihat tegas, sekuat tenaga dia menutupi kegugupannya.
Dante menoleh ke arah Louisa yang bersuara. Mata Dante melembut melihat istrinya sedang membelanya.
Kareem menatap Louisa sambil mengangkat alisnya. "Dan kau siapa? Istri Dante?" tanya Kareem.
"Dia cucumu," jawab Dante.
Kareem menatap Dante sebelum menatap Louisa. "Cucu?" tanya Kareem.
"Dia putriku, Yang Mulia. Louisa Vanderbilt," seru Rasmus menyela.
Kareem mengangkat alisnya mendengar nama belakangnya Vanderbilt, bukan De jonge. Lalu dia menatap Louisa dari sudut matanya dengan tidak peduli. Dia tidak menghiraukan ucapan Louisa.
Yang Kareem pedulikan hanya Silvi. Kareem pun kembali menatap Silvi.
"Aku harus menghukum dia sampai mati, Silvi," ucap Kareem terlihat serius. Louisa dan Silvi membelakkan matanya.
"Jangan, Kareem!" ucap Silvi langsung.
Lalu Silvi menambah. "Setidaknya tolong berikan waktu agar kami bisa membuktikan kalau Dante tidak bersalah!"
Kareem mengangkat alisnya mendengar itu. "Waktu?"
Kareem melirik Dante dan Louisa sejenak, sebelum kembali menatap Silvi. Silvi menatap Kareem sangat serius.
Kalau ini bukan permintaan Silvi, pasti Kareem langsung menolaknya. Tapi karena ini permintaan Silvi...Kareem pun berkata.
"Berapa waktu yang kalian butuhkan?" tanya Kareem.
Dante tersenyum miring. Membawa Silvi memang keputusan yang tepat. Dia tidak menyangka Kareem masih tidak bisa menolak permintaan dari Silvi.
Dante pun menjawab. "Tiga hari, beri kami tiga hari."
"Terlalu lama, aku beri kalian waktu dua puluh empat jam," jawab Kareem tajam.
Dante menatap Kareem serius. "Dua hari." Dante mencoba menawar.
"Dua belas jam," seru Kareem semakin mempersingkat waktunya.
Dante mengangkat alisnya. Kalau dia menawar lagi sepertinya Kareem akan semakin mempersingkat waktunya. Akhirnya Dante pun berkata.
"Baiklah, dua belas jam," jawab Dante.
Louisa menarik napasnya tajam. Hanya dua belas jam untuk mencari bukti Dante tidak bersalah?
Apa dua belas jam cukup? Dua belas jam terdengar begitu singkat bagi Louisa. Louisa semakin khawatir sekarang.
"Kalau selama dua belas jam kalian tidak menemukan buktinya. Aku akan membunuh Dante," ucap Kareem tajam, dia sangat serius dengan ucapannya.
Silvi menatap Kareem. "Tapi berjanjilah kau tidak melakukan apa-apa selama dua belas jam pada Dante."
Kareem mengangguk dan menjawab. "Aku berjanji. Tapi syaratnya, selama dua belas jam, Dante akan ditahan di penjara, agar dia tidak bisa kabur."
Louisa membelakkan matanya. Tapi kalau Dante di penjara, bagaimana mereka bisa menemukan buktinya? Pikir Louisa semakin panik.
"Well, aku tidak masalah dengan itu," ucap Dante santai.
Louisa menatap Dante khawatir. Kenapa Dante sangat santai?
Rasmus memicingkan matanya, dia tidak percaya kalau dua belas jam Dante ditahan, Ayahnya tidak melakukan apa-apa. Akhirnya Rasmus berkata.
"Aku akan ikut Dante ke penjara," ucap Rasmus.
Untuk menjaganya. Batin Rasmus dalam hati.
Dante langsung berkata. "Tidak perlu. Aku baik-baik saja, Rasmus. Kau di sini saja bersama Louisa dan Silvi." Sambil menatap Rasmus dengan serius.
Rasmus harus bersama Silvi dan Louisa, agar para wanita ada yang jaga. Batin Dante.
Rasmus mengangkat alisnya. Dia langsung memahami ucapan Dante, akhirnya dia menganggukkan kepalanya mengerti.
Kareem menatap Rasmus dan Dante bergantian. Mereka berdua terlihat akrab. Tapi Kareem tidak peduli. Dia sudah memutuskan, akan tetap membunuh Dante nanti dua belas jam lagi.
Kareem yakin mereka tidak mungkin bisa menemukan bukti selama dua belas jam ini. Apalagi kalau Kareem yakin, memang Dante lah yang pembunuhnya.
Kareem menuruti semua ini karena ini permintaan dari Silvi.
Kareem menatap Silvi. Apa Silvi masih bersama suaminya yang orang Italia itu? Atau sudah cerai? Kareem harap sudah cerai.
"Turunkan pistol," perintah Kareem pada penjaga itu.
"Amir," panggil Karim pada pelayannya.
Dengan cepat Amir menghampiri Kareem dan menjawab.
"Iya, Yang Mulia."
"Bawa anak iblis ini ke penjara, jangan biarkan dia keluar selama dua belas jam," tambah Kareem tajam.
"Baik, Yang Mulia," jawab Amir.
Amir pun menghampiri Dante, tapi Dante sudah berkata. "Sebentar, beri aku waktu lima menit."
Amir terlihat kebingungan. Dante pun menghampiri Louisa yang terlihat hampir mau menangis sekarang.
Mata Dante melembut, tangan Dante melingkari pinggang Louisa, dan mengecup bibir Louisa lembut, di depan semuanya.
Louisa terkejut dengan itu. Tangan Louisa di dada Dante, sekarang wajah Dante cukup dekat dengan Louisa.
"Kita bertemu dua belas jam lagi, pumpkin," ucap Dante.
"Dante, berhati-hatilah," seru Louisa merasa begitu khawatir.
Mata Dante melembut. Dante pun mengecup pipi Louisa. "Iya, sayang. Kau juga," ucap Dante lembut.
Mata Louisa berkaca-kaca, kenapa Dante selalu dituduh membunuh ke mana pun dia berada? Louisa merasa Dante selalu dikambing hitamkan.
"Aku mencintaimu, Dante," ucap Louisa tiba-tiba ingin mengatakan itu.
Dante terkejut mendengar pernyataan cinta mendadak itu. Seketika Dante merasa hatinya berbunga-bunga, dia merasa begitu senang- tidak, dia merasa luar biasa senang. Dante menahan senyuman bodohnya.
Dante mengerang rendah. Ah, aku ingin kembali bercinta dengan Louisa sekarang.
"Dan aku sangat mencintaimu, pumpkin," jawab Dante.
Tiba-tiba Dante kembali mencium Louisa lagi di bibir, kali ini lebih lama, membuat mereka berdua sama-sama bisa menikmati percikan kembang api hebat ketika bibir mereka bersentuhan.
Ketika Dante melepaskan ciumannya, mata mereka berdua terkunci, Louisa merasa bibirnya panas setelah Dante menciumnya.
Tepat saat itu, terdengar suara dehaman keras dari Rasmus. Membuat keduanya terbangun dari dunia mereka.
Dante dan Louisa menoleh. Di situ mereka mendapati para penjaga wajahnya sudah memerah, Kareem tercengang, Silvi tersenyum geli, dan Rasmus melototi Dante dengan tatapan membunuh.
Seketika Louisa bisa merasa pipinya menjadi panas. Astaga, ini memalukan! Batin Louisa.
Sedangkan Dante tersenyum miring. "Ah maaf, aku harus pamit dengan istriku dulu, agar dia tidak khawatir."
Louisa mengerjapkan matanya mendengar Dante menyebutnya istrinya lagi. Ada apa dengan Dante? Wajah Louisa semakin memerah padam.
Louisa ingin membalas, aku bukan istrimu. Tapi bahkan untuk mengucapkan itu rasanya terlalu memalukan.
Dante mengecup pipi Louisa sebelum membisikkan sesuatu pada Louisa. Membuat mata Louisa berubah serius. Setelah Dante mengatakannya, dia memundurkan wajahnya.
Louisa menatap Dante dengan kagum, Dante langsung mendapatkan ide itu dalam waktu singkat, Dante memang jenius. Pantas saja Dante terlihat tenang walaupun waktu mereka hanya dua belas jam.
Louisa mengangguk kecil pada Dante. Dia sudah paham apa yang dia harus lakukan setelah Dante memberitahunya.
Dante pun tersenyum, lalu dia mundur dan berjalan menuju Amir yang sejak tadi menunggunya.
"Ayo," jawab Dante santai.
Amir pun berkata. "Mari."
Louisa menatap punggung lebar Dante yang menjauh dengan tatapan khawatir. Semoga rencana yang Dante baru katakan padanya ini berhasil.
***
Dante bersiul sambil menggambar sesuatu di tembok penjara dengan crayon hitam yang dia temukkan di sel penjara itu. Dante menggambar wajah Louisa.
Dante cukup pandai menggambar. Ketika dia kuliah, dia iseng masuk klub melukis, dan ternyata dia cukup berbakat. Saat ini Dante sedang menggambar alis cantik Louisa dengan crayon hitamnya di tembok.
Tiba-tiba perut Dante berbunyi, membuat dia tidak bisa fokus menggambar.
"Ah, aku lapar, apa mereka tidak memberikanku makanan?" ucap Dante entah pada siapa. Melihat letak matahari dari ventilasi, seharusnya sekarang sudah tengah hari.
Tiba-tiba suara berat mengganggunya.
"Biasanya makan siang akan datang sebentar lagi."
Dante hampir melompat mendengar itu. Mata Dante langsung mencari suara tersebut, sampai akhirnya matanya bertemu dengan seorang pria paruh baya, yang jenggot dan rambutnya panjang terlihat tidak terurus, di sel penjara seberangnya.
Sejak kapan dia di situ? Dante bahkan tidak mendengar suara apa pun sejak tadi.
Sebelum Dante dapat bertanya, pria itu bertanya duluan.
"Siapa yang kau gambar itu, dia terlihat begitu menawan," puji pria itu.
Dante mengangkat alisnya, sebelum kembali menatap lukisannya di tembok. Dante tersenyum melihat lukisannya.
"Ini adalah istriku," jawab Dante bangga.
"Dia sangat menawan," puji pria itu tulus.
Dante terkekeh. "Aslinya dia beratus kali lipat lebih cantik. Tanganku ini bahkan tidak mampu menggambarkan betapa cantiknya dia," jawab Dante sambil menatap lukisannya.
Pria itu mengangkat alisnya mendengar itu, sebelum bertanya.
"Apa yang kau lakukan di penjara? Kau terlihat seperti pria baik di mataku," ucap lelaki paruh baya itu.
Dante kali ini menatap lelaki itu. "Oh, well, Pangeran Kareem menuduhku membunuh Adiknya, sesuatu yang tidak aku pernah lakukan. Akhirnya kami sepakat dia akan mengurungku di sini selama dua belas jam sampai aku terbukti tidak bersalah," jelas Dante santai.
Dante pun memperhatikan lelaki itu. Dari penampilan lelaki itu, dia terlihat seperti homeless.
"Bagaimana dengamu? Kenapa kau sampai ditahan di sini?" tanya Dante mulai penasaran.
Lelaki paruh baya itu pun terkekeh.
"Situasi yang mirip denganmu. Tapi bedanya mungkin aku akan diadili, dan mungkin akan masuk ke penjara sesungguhnya setelah ini jika terbukti bersalah," jawab lelaki itu, sambil menghelakan napas.
Dante manatap lelaki itu simpati. "Kau mau cerita?" tanya Dante dengan ramah.
Lelaki paruh baya itu memperhatikan Dante sejenak. Sebelum tersenyum kecil. Dia pun menceritakan semuanya.
Dari bagaimana dia dituduh menipu Pangeran Kareem dengan membawa kabur uang investasi Pangeran Kareem. Walaupun sesungguhnya yang membawa kabur uang itu adalah temannya.
Setelah Dante mendengar itu, lelaki paruh baya itu berkata. "Sungguh konyol semua ini," ucap lelaki itu.
Dante pun terdiam selama beberapa detik. Membuat lelaki itu melirik Dante.
"Aku tahu ini sulit dipercaya, tapi bukan aku yang membawa kabur uang itu," ucap lelaki itu sambil menghelakan napas entah untuk ke berapa kalinya hari ini.
Dante masih menatap lelaki itu sebelum berkata. "Aku percaya padamu," ucap Dante.
Lelaki itu kaget mendengar itu, dia langsung menatap Dante. "Kenapa kau percaya padaku?" tanya dia.
Dante mengangguk.
"Well, instingku kuat. Dan instingku mengatakan kau pria baik yang dikambing hitamkan," jawab Dante santai.
Lelaki paruh baya itu memperhatikan Dante sejenak sebelum tersenyum hangat. "Terima kasih, kid. Semoga masalahmu cepat selesai," ucap lelaki paruh baya itu.
Dante tersenyum mendengat ucapan hangat lelaki itu.
"Ngomong-ngomong siapa namanu, kid?" tanya lelaki paruh baya itu mulai menyukai Dante.
"Dante Mavros, kau?" tanya Dante balik.
"Faris Al-Ghani," jawab lelaki itu.
"Well, senang berkenalan denganmu Faris," jawab Dante ramah, langsung memanggil Faris dengan akrab.
Setelah itu Dante dan lelaki paruh baya itu mengobrol banyak hal. Membuat Dante tidak bosan lagi menunggu berjam-jam di penjara tersebut.
***
Tepat dua belas jam kemudian.
Seorang penjaga bermuka seram masuk ketika Dante masih mengobrol dengan Faris. Dante mengangkat pandangannya ke penjaga yang membuka pintu sel penjaranya.
"Tuan, kau dipanggil Yang Mulia," ucap penjaga itu pada Dante.
"Oh, sudah ya?" tanya Dante tanpa sadar. Dia terlalu asyik mengobrol dengan Faris.
Dante pun bangun dari duduknya dan keluar sel penjaranya. Dia menatap Faris.
"Sepertinya aku harus pamit duluan, Faris. Senang bisa mengobrol denganmu," ucap Dante ramah.
Faris tersenyum hangat mendengar Dante. Walaupun usia mereka sangat jauh, tapi Dante mampu memahami obrolannya membuat Faris tidak bosan sedikit pun membicarakan banyak topik.
"Good luck, kid," ucap Faris.
Dante mengangguk, lalu dia mengikuti penjaga untuk keluar dari penjara.
***
Sekarang Dante dan penjaga itu berjalan di lorong menuju ruang tamu tadi. Tidak lama kemudian Dante pun sampai di ruang tamu.
Di situ, Dante langsung melihat semuanya sudah di situ.
Ada Pangeran Kareem, Rasmus, Louisa dan Silvi. Tim Damien pun semua sudah ada di situ.
Dan yang terpenting...
Mata Dante pun bertemu dengan mata tidak asing yang sudah lama dia tidak pernah lihat. Mata lelaki itu menatap Dante dengan sangat tajam
Dante tersenyum miring. Sepertinya Louisa berhasil melakukan yang Dante minta tadi. Yaitu meminta Silvi menelpon Kakaknya, sambil mengancamnya.
Dan sekarang, Hassan sudah duduk manis di ruang tamu kediaman Pangeran Kareem sambil menatap Dante tajam.
Hassan kelihatannya sudah tahu siapa yang memiliki ide membawanya ke sini.
Dante tersenyum miring. "Hassan, lama tidak bertemu. Kau sehat?" sapa Dante santai.
-To Be Continued-
Tinggalkan komen 1 dan langsung gas ke Chapter 72 yang sudah di-post.
YUK KOMEN 3.6K ya di chap 71 dan 72.