Konosuba S2 Sebelum Episode 1 di mulai
_______
Setelah pertemuan aneh dengan Kazuma dan timnya, Rizki dan Velgrynd mengikuti mereka menuju guild petualang. Kota ini, yang bernama Axel, memang tidak begitu besar, tetapi cukup ramai dengan para petualang pemula yang berlalu-lalang.
Saat mereka tiba di depan guild, Rizki melihat sebuah bangunan besar dengan papan kayu bertuliskan "Guild Petualang". Dari dalam terdengar suara riuh, gelas-gelas bertabrakan, tawa keras, dan suara orang-orang yang berbicara tentang berbagai macam hal, dari misi berbahaya hingga mabuk-mabukan.
Velgrynd mendengus pelan. "Tempat ini... berisik."
Rizki hanya tersenyum tipis. "Tapi di sinilah kita bisa mendapatkan informasi, uang, dan mungkin cara untuk keluar dari dunia ini."
Mereka berdua masuk ke dalam guild, diikuti Kazuma dan timnya. Begitu mereka masuk, perhatian beberapa orang langsung tertuju pada mereka, terutama Velgrynd yang memiliki aura agung dan kehadiran yang luar biasa mencolok.
Seorang pria besar dengan kapak di punggungnya mendekat. "Hei, nona cantik! Kau petualang baru? Bagaimana kalau bergabung dengan timku? Aku bisa melindungimu, hehehe."
Sebelum Rizki sempat bicara, Velgrynd hanya menatap pria itu sekilas, dan tiba-tiba hawa panas menyelimuti ruangan. Pria itu langsung berkeringat deras dan mundur dengan wajah pucat.
"A-Apa...?"
Velgrynd hanya menatapnya dingin. "Pergi."
Tanpa perlu berkata lebih banyak, pria itu langsung lari ketakutan. Rizki hanya bisa menghela napas. "Kau seharusnya tidak perlu menakut-nakutinya seperti itu."
Velgrynd melipat tangan. "Dia menggangguku. Aku tidak suka orang yang terlalu percaya diri pada kekuatannya padahal tidak seberapa."
Kazuma hanya bisa mengusap wajahnya. "Ya ampun, kalian baru datang dan sudah menarik perhatian semua orang."
Aqua, yang sejak tadi hanya melihat, langsung berseru. "Ayo cepat ke meja resepsionis! Aku ingin melihat reaksi mereka saat mengetahui kalau dua orang overpower ini ingin jadi petualang pemula!"
Rizki dan Velgrynd akhirnya berjalan ke meja resepsionis. Di balik meja berdiri seorang wanita berambut pirang dengan senyum ramah.
"Selamat datang di Guild Petualang! Apakah kalian ingin mendaftar sebagai petualang?"
Rizki mengangguk. "Ya, aku dan Velgrynd ingin mendaftar."
Wanita itu tersenyum. "Baiklah, silakan isi formulir ini dan letakkan tangan kalian di bola kristal ini untuk menilai status kalian."
Rizki mengambil formulir dan mengisinya dengan nama serta beberapa informasi dasar. Velgrynd melakukan hal yang sama, meskipun ia tampak tidak terlalu tertarik dengan proses ini.
Setelah itu, mereka meletakkan tangan mereka di bola kristal satu per satu. Saat Rizki menyentuhnya, bola kristal tiba-tiba bersinar terang, memancarkan cahaya emas yang menyilaukan.
"Eh?" Wanita resepsionis itu membelalakkan mata.
Semua orang di dalam guild langsung terdiam, menatap ke arah bola kristal yang tampak hampir meledak.
Setelah beberapa saat, cahaya mulai meredup dan layar status muncul. Wanita resepsionis menatapnya dengan ekspresi terkejut.
"I-Ini...! Ini bukan status seorang petualang pemula! Ini bahkan lebih tinggi dari petualang legendaris mana pun!"
Kazuma yang melihat layar status Rizki hanya bisa menghela napas pasrah. "Ya... tentu saja... Kenapa aku tidak terkejut?"
Aqua terdiam sesaat sebelum langsung berteriak. "INI CURANG!! KENAPA DIA LANGSUNG SEKUAT ITU?!"
Megumin hanya bisa menatap kagum. "Luar biasa... Aku harus menantangmu suatu hari nanti."
Resepsionis masih berusaha memproses informasi ini. "A-Ahem... Baiklah, meskipun statusmu luar biasa, sistem tetap menganggapmu sebagai petualang pemula. Jadi, kau akan mendapatkan kartu petualang peringkat pemula."
Rizki hanya mengangguk santai. "Tidak masalah."
Lalu giliran Velgrynd. Saat ia meletakkan tangannya di bola kristal, efeknya bahkan lebih gila. Bola kristal itu langsung pecah menjadi serpihan kecil akibat tekanan energi yang terlalu besar.
Seluruh guild terdiam.
Kazuma menatap kejadian itu dengan wajah pasrah. "Tentu saja. Tentu saja ini akan terjadi."
Resepsionis itu terdiam sejenak sebelum akhirnya berkata dengan suara pelan, "...Aku akan mengambil bola kristal cadangan."
Beberapa menit kemudian, setelah mereka mendapatkan kartu petualang, Rizki melihat sekeliling dan bertanya. "Jadi... Apa langkah selanjutnya?"
Kazuma menepuk bahunya. "Sekarang kalian bisa menerima quest dari guild! Tapi karena kalian pemula, quest yang bisa diambil masih yang tingkat rendah dulu."
Velgrynd hanya mendengus. "Aku tidak tertarik dengan quest remeh."
Rizki tersenyum kecil. "Tetap saja, kita butuh uang dan informasi. Jadi, mari kita coba satu dulu."
Mereka pun berjalan menuju papan quest, siap untuk memulai petualangan mereka di dunia Konosuba.
Dan tanpa mereka sadari, petualangan yang akan mereka jalani bukanlah petualangan biasa…
Setelah mendapatkan kartu petualang, Rizki dan Velgrynd berjalan ke papan quest di guild. Berbagai misi tersedia, mulai dari memburu monster kecil hingga mencari bahan-bahan alkimia. Namun, karena mereka baru saja mendaftar, pilihan mereka terbatas pada misi peringkat pemula.
Kazuma melipat tangan sambil mengamati papan quest. "Baiklah, karena ini pertama kalinya kalian mengambil quest, aku sarankan yang paling sederhana dulu."
Megumin langsung menunjuk sebuah kertas dengan penuh semangat. "Bagaimana kalau misi membasmi kawanan Giant Toad? Itu sangat cocok untuk pemula!"
Rizki meliriknya dengan sedikit bingung. "Giant Toad? Seberapa besar mereka?"
Kazuma mendengus. "Oh, jangan salah sangka. Mereka lebih besar dari manusia dan sangat menyebalkan. Mereka juga suka memakan petualang pemula."
Aqua langsung angkat tangan. "Aku pernah hampir dimakan! Itu pengalaman traumatis!"
Velgrynd hanya mendengus. "Monster katak sebesar itu? Sepertinya terlalu mudah."
Kazuma mengangkat bahu. "Ya, tapi ini adalah salah satu quest yang selalu ada. Karena jumlah mereka selalu bertambah, guild akan membayar siapa pun yang membasmi mereka."
Rizki akhirnya mengambil quest itu dan menyerahkannya ke resepsionis. "Baiklah, kami akan mencoba."
Resepsionis tersenyum. "Bagus! Hati-hati di luar sana!"
Di Lokasi Perburuan
Rizki, Velgrynd, dan tim Kazuma tiba di padang rumput luas di luar kota Axel. Beberapa petualang lain juga terlihat berburu Giant Toad, dan suara "croak" besar terdengar di kejauhan.
Tak butuh waktu lama sebelum seekor Giant Toad muncul. Katak raksasa setinggi dua meter itu melompat ke arah mereka dengan mulut terbuka lebar.
Kazuma langsung mundur. "Aqua, giliranmu!"
Aqua berlari maju dengan ekspresi percaya diri. "Tonton aku, rakyat jelata! Dewi Aqua akan mengalahkan makhluk menjijikkan ini!"
Namun, sebelum ia sempat menyerang, katak itu langsung melompat ke arahnya dan…
BLAM!
Aqua tertelan dalam sekali teguk.
Rizki menatap Kazuma. "Haruskah kita menolongnya?"
Kazuma hanya mendesah. "Berikan dia beberapa detik. Dia akan menangis sebentar, lalu keluar sendiri."
Velgrynd menatap pemandangan itu dengan ekspresi jijik. "Makhluk menjijikkan. Aku tidak ingin menyentuhnya."
Rizki mengangkat tangan, dan dalam sekejap, semburan api hitam keluar dari telapak tangannya, langsung membakar Giant Toad tersebut hingga hanya menyisakan abu.
Aqua yang berlumuran lendir keluar dari abu katak itu dan mulai menangis. "Kenapa ini selalu terjadi padaku?!"
Kazuma menepuk bahunya. "Setidaknya kita menyelesaikan satu dari lima target."
Megumin tiba-tiba melangkah maju. "Sekarang giliran sihirku!"
Kazuma panik. "Tunggu! Jangan pakai Explosion di sini! Itu berlebihan!"
Tapi sudah terlambat.
Megumin mengangkat tongkatnya, mengarahkan ke sekelompok Giant Toad di kejauhan, lalu berteriak:
"EXPLOSION!"
Ledakan besar mengguncang area tersebut, menciptakan kawah besar dan mengirim tanah serta debu beterbangan ke langit. Semua Giant Toad di area itu langsung musnah.
Megumin jatuh terduduk dengan senyum puas. "Hahaha… Sempurna…"
Rizki hanya bisa menggelengkan kepala. "Itu pasti overkill."
Velgrynd melipat tangan. "Setidaknya selesai dengan cepat."
Kazuma hanya bisa menghela napas panjang. "Baiklah… Mari kita kembali ke guild sebelum ada masalah baru."
Dengan itu, mereka pun kembali ke guild untuk melaporkan misi pertama mereka—tanpa menyadari bahwa kejadian di lapangan telah menarik perhatian beberapa pihak yang tidak terduga…
Setelah menyelesaikan misi pertama mereka dengan sangat berlebihan, Rizki, Velgrynd, dan tim Kazuma kembali ke guild. Begitu mereka masuk, semua mata langsung tertuju pada mereka.
Para petualang yang sebelumnya meremehkan mereka kini menatap dengan berbagai ekspresi—takjub, takut, dan heran.
"Hei, itu mereka yang membantai puluhan Giant Toad dalam hitungan detik!"
"Ledakan yang terjadi tadi... Itu gila! Apa mereka benar-benar pemula?"
"Siapa sebenarnya mereka?!"
Kazuma menghela napas dan berbisik ke Rizki, "Kau tahu? Kita baru saja mendapatkan perhatian yang tidak kita inginkan."
Velgrynd hanya mendengus. "Itu bukan urusanku."
Aqua, masih berlumuran lendir, langsung berlari ke resepsionis. "Kami selesai! Beri kami hadiahnya!"
Resepsionis, yang tampak masih syok dengan laporan dari petualang lain, akhirnya tersadar dan tersenyum. "B-Baiklah... Ini hadiahnya untuk kalian."
Dia menyerahkan sekantong besar koin emas kepada Kazuma.
Kazuma membuka kantong itu dan matanya berbinar. "Akhirnya uang! Kita bisa makan enak malam ini!"
Namun, sebelum mereka sempat menikmati kemenangan mereka, seorang pria bertubuh besar dengan armor berat mendekati mereka.
"Kalian orang baru yang membuat kekacauan di luar kota?" tanyanya dengan suara berat.
Rizki menatap pria itu dengan tenang. "Bukan kekacauan, hanya menyelesaikan misi dengan cara efisien."
Pria itu menyipitkan mata. "Nama saya Dustein, pemimpin tim petualang peringkat atas di kota ini. Aku ingin menantangmu dalam duel."
Kazuma langsung menutup wajahnya. "Ya ampun, ini mulai jadi klise..."
Aqua tertawa. "Hah! Kau pasti akan dikalahkan! Rizki dan Velgrynd itu monster!"
Dustein menatap Rizki dengan serius. "Aku tidak mencari perkelahian. Aku hanya ingin melihat sendiri apakah kalian benar-benar sehebat yang diceritakan orang-orang."
Rizki menatapnya sebentar, lalu tersenyum tipis. "Baiklah, aku terima tantanganmu."
Velgrynd menyentuh bahu Rizki. "Jangan buang waktumu dengan manusia lemah ini."
Dustein mengerutkan kening tetapi tetap tenang. "Kalau begitu, kita bertemu di lapangan latihan besok pagi. Jangan sampai tidak datang."
Setelah berkata begitu, Dustein pergi.
Megumin menatap Rizki. "Kau yakin ingin melakukan ini?"
Rizki tersenyum. "Tidak ada salahnya bermain-main sedikit."
Velgrynd menghela napas, lalu mendekat ke Rizki. "Lakukan sesukamu, tapi jangan buatku menunggumu terlalu lama."
Rizki menoleh ke arahnya dan tersenyum. "Kau khawatir padaku?"
Velgrynd menoleh ke samping dengan sedikit rona di wajahnya. "Tentu saja tidak!"
Kazuma melirik mereka berdua, lalu berbisik ke Aqua. "Aku merasa hubungan mereka mulai berkembang."
Aqua terkekeh. "Romansa antara dua monster? Menarik."
Dan dengan itu, mereka pun bersiap untuk tantangan berikutnya…
Pagi hari tiba, dan lapangan latihan guild dipenuhi oleh petualang yang penasaran. Semua ingin melihat bagaimana pertarungan antara Rizki dan Dustein, seorang petualang berperingkat tinggi.
Kazuma, Aqua, Megumin, dan Darkness sudah duduk di pinggir lapangan, menonton dengan penuh antusias.
"Menurutku, pertarungan ini tidak adil," ujar Darkness sambil menggenggam tangannya dengan penuh semangat. "Dustein memang kuat, tapi Rizki bukan petualang biasa."
Aqua mengangguk. "Benar! Rizki lebih dekat ke kategori 'monster' daripada manusia."
Sementara itu, Velgrynd berdiri di dekat Rizki dengan ekspresi datar, meskipun matanya memancarkan sedikit ketertarikan. "Jangan terlalu lama. Aku tidak suka membuang waktu."
Rizki tersenyum tipis. "Tenang saja, ini hanya pemanasan."
Duel Dimulai
Dustein menarik pedang besarnya, aura pertempuran mengelilinginya. "Aku tidak akan menahan diri, jadi bersiaplah!"
Rizki hanya berdiri diam, tangan di saku, terlihat santai seolah ini bukan apa-apa.
"Mulai!" teriak wasit.
Dalam sekejap, Dustein melesat ke depan dengan kecepatan luar biasa. Tanah retak di bawahnya saat dia mengayunkan pedang dengan kekuatan penuh.
"HAH!"
Namun, dalam hitungan detik, Rizki menghilang dari pandangan.
"Apa?!" Dustein terkejut.
Sebelum dia bisa bereaksi, Rizki sudah berada di belakangnya dengan tangan masih di saku. "Serangan yang bagus, tapi terlalu lambat."
Dustein berputar dan mencoba menyerang lagi, tetapi Rizki hanya bergeser sedikit, menghindari setiap serangan dengan gerakan minimal.
Petualang yang menonton mulai berseru.
"Dia bahkan belum menarik senjatanya!"
"Gila! Dia benar-benar bermain-main dengan Dustein!"
Velgrynd, yang biasanya tidak tertarik dengan pertarungan biasa, kini memperhatikan dengan sedikit senyum.
"Hmph, dia tidak buruk." gumamnya.
Dustein mulai frustrasi. Dengan teriakan keras, dia menggunakan skill terkuatnya, menghantam tanah dan menciptakan gelombang kejut besar.
Namun, saat debu menghilang… Rizki masih berdiri di tempat yang sama, tidak terluka sama sekali.
"Serius?" Kazuma mengeluh. "Aku kira setidaknya ada sedikit drama."
Rizki akhirnya mengangkat tangannya, lalu menjentikkan jari.
Dalam sekejap, tekanan udara di sekitar mereka berubah drastis. Dustein terlempar ke belakang hanya karena gelombang kecil dari jentikan itu.
"UGH!"
Dia terhuyung-huyung, lututnya hampir menyerah. "Apa-apaan kekuatan itu...?!"
Rizki berjalan mendekat dan menepuk bahunya. "Kau cukup kuat, tapi kau masih terlalu lambat untukku."
Dustein, yang biasanya penuh percaya diri, hanya bisa menatap dengan ekspresi tak percaya.
Wasit akhirnya mengangkat tangan. "Pemenangnya adalah Rizki!"
Sorakan dan gumaman langsung memenuhi lapangan.
"Gila, dia bukan petualang biasa!"
"Aku bersumpah, dia pasti level tinggi!"
"Bahkan Dustein tidak bisa
menyentuhnya!"
Velgrynd mendekat dan menatap Rizki. "Kau selesai?"
Rizki tersenyum. "Ya, aku sudah cukup bersenang-senang."
Velgrynd hanya mendecak kecil sebelum berbalik. Namun, sebelum pergi, dia menyentuh lengan Rizki sebentar, sebuah gerakan yang sangat halus namun terasa penuh makna.
Kazuma menyipitkan matanya. "Oi... Aku tidak salah lihat, kan?"
Aqua tersenyum licik. "Ah~ Sepertinya ada perkembangan romantis di sini."
Megumin hanya tertawa. "Sepertinya menarik!"
Rizki, yang sadar dengan komentar mereka, hanya menghela napas. Namun, dia tidak bisa menyembunyikan senyum kecil di wajahnya.
Dengan kemenangan duel ini, Rizki semakin dikenal di kota Axel. Tapi dia tidak menyadari bahwa ada seseorang yang memperhatikan dari bayang-bayang, merencanakan sesuatu yang lebih besar…
Setelah duel selesai, Rizki dan yang lainnya kembali ke dalam guild. Namun, perasaan aneh menyelinap dalam pikirannya.
Ada seseorang yang mengawasinya.
Velgrynd, yang berjalan di sampingnya, melirik sekilas. "Kau merasakannya juga?"
Rizki mengangguk. "Ya. Sejak tadi ada seseorang yang bersembunyi di bayangan, mengamati kita."
Kazuma menatap mereka dengan bingung. "Hah? Aku nggak ngerasain apa-apa..."
Aqua tertawa. "Mungkin itu cuma penggemar rahasia Rizki! Hahaha!"
Namun, Rizki mengabaikan lelucon Aqua dan berbalik dengan cepat. Dalam satu gerakan, dia menghilang dari tempatnya, bergerak ke arah sumber tatapan misterius itu.
Velgrynd mengikuti di belakangnya tanpa ragu.
Di Gang Sempit Kota Axel
Rizki tiba di gang gelap, di mana aura aneh masih terasa.
"Keluar," katanya dengan suara datar.
Sesaat hening. Lalu, dari bayangan, muncullah seorang pria berjubah hitam dengan wajah tersembunyi di balik tudung.
"Heh... Seperti yang kuduga, kau menyadari keberadaanku."
Velgrynd menatap tajam. "Siapa kau?"
Pria itu tertawa pelan. "Namaku bukan sesuatu yang penting. Tapi... aku punya ketertarikan pada pria yang tiba-tiba muncul di dunia ini dengan kekuatan absurd."
Rizki menyipitkan matanya. "Jadi kau tahu aku bukan berasal dari dunia ini?"
Pria itu tersenyum. "Tentu saja. Aku punya mata yang bisa melihat apa yang tersembunyi."
Tiba-tiba, tekanan sihir yang luar biasa keluar dari tubuh pria itu. Velgrynd secara refleks mengangkat tangannya, siap menyerang, tetapi Rizki menghentikannya.
"Santai saja, Velgrynd. Aku ingin tahu apa yang dia inginkan."
Pria berjubah itu berjalan mendekat. "Aku hanya ingin memastikan satu hal... Apakah kau sekutu atau ancaman bagi dunia ini?"
Rizki terdiam sejenak, lalu tersenyum. "Itu tergantung. Jika dunia ini baik padaku, aku tidak akan menghancurkannya."
Pria itu tertawa kecil. "Jawaban yang menarik."
Lalu, dia berbalik dan mulai berjalan menjauh. "Kita akan bertemu lagi, Rizki. Dan saat itu terjadi, pastikan kau sudah menentukan di pihak mana kau berdiri."
Begitu dia menghilang dalam bayangan, Velgrynd mendekati Rizki. "Kenapa kau membiarkan dia pergi?"
Rizki tersenyum. "Karena aku ingin tahu apa yang dia rencanakan. Lagipula, ini baru awal permainan."
Velgrynd menatapnya sejenak, lalu mendesah. "Baiklah. Tapi jika dia menunjukkan tanda-tanda ancaman... aku akan membakarnya tanpa ragu."
Rizki hanya tertawa kecil. "Tentu saja."
Namun, di dalam pikirannya, dia tahu bahwa pertemuan ini hanya awal dari sesuatu yang jauh lebih besar…
Malam telah tiba di kota Axel, tetapi Rizki masih terjaga. Di dalam kamar penginapan, dia duduk di dekat jendela sambil menatap ke luar, memperhatikan jalanan yang mulai sepi.
Dia tahu.
Pria berjubah hitam itu belum pergi jauh. Bahkan, dia masih berada di kota ini, bersembunyi di salah satu bangunan tua di dekat alun-alun kota.
Namun, Rizki memilih untuk berpura-pura tidak tahu.
Velgrynd yang duduk di ranjang dengan tangan menyilang meliriknya. "Aku tahu kau menyadari keberadaannya. Kenapa tidak langsung kita habisi dia?"
Rizki tersenyum tipis. "Tidak perlu terburu-buru. Jika dia mengawasi kita, itu berarti dia punya sesuatu yang ingin dia pastikan. Dan aku ingin tahu apa rencana selanjutnya."
Velgrynd mendecakkan lidahnya. "Tsk, kau terlalu santai. Kalau aku, sudah kuhanguskan dia sejak tadi."
Rizki menoleh padanya. "Dan jika dia ternyata punya informasi penting?"
Velgrynd terdiam sejenak, lalu mendesah. "Baiklah, lakukan sesukamu. Tapi jika dia bergerak mencurigakan, aku tidak akan menahan diri."
Rizki tertawa kecil. "Itulah yang kusuka darimu, selalu siap bertindak."
Velgrynd menoleh dengan tatapan tajam. "Jangan menggoda aku, manusia."
Rizki hanya mengangkat bahu, lalu kembali menatap ke luar jendela. "Baiklah... Mari kita lihat seberapa lama dia bisa terus bersembunyi sebelum aku menangkapnya sendiri."
Sementara itu, di bangunan tua dekat alun-alun, pria berjubah hitam itu masih mengamati mereka dari jauh.
Tanpa dia sadari… Rizki sudah mengetahui semua gerak-geriknya sejak awal.
Malam semakin larut, tetapi Rizki tetap tenang di kamar penginapannya. Dia sudah memastikan bahwa pria berjubah hitam itu masih berada di gedung tua dekat alun-alun.
Velgrynd sudah tertidur di sofa dengan tangan menyilang, napasnya tenang. Meskipun tampak santai, Rizki tahu bahwa True Dragon sepertinya tetap waspada, bahkan dalam tidurnya.
"Baiklah, cukup berpura-pura. Waktunya menyapanya langsung."
Dengan satu gerakan, Rizki menghilang dari tempatnya.
Bangunan Tua di Alun-Alun
Pria berjubah hitam duduk di pojokan sebuah ruangan gelap, matanya menatap keluar jendela kecil, masih mengawasi penginapan Rizki.
Namun tiba-tiba—
"Kau benar-benar buruk dalam bersembunyi, tahu?"
Suara itu muncul tepat di belakangnya.
Mata pria itu melebar. "Apa—?!"
Dalam sekejap, tekanan besar menekan tubuhnya. Dia mencoba bergerak, tetapi udara di sekelilingnya terasa seperti terkunci, seolah dia terjebak dalam ruang yang membeku.
Dengan tenang, Rizki duduk di kursi tua di hadapannya. "Sudah sejak tadi aku membiarkanmu mengamatiku. Tapi sekarang giliran aku yang bertanya-tanya... Apa yang sebenarnya kau inginkan?"
Pria berjubah itu mengertakkan giginya. "Bagaimana kau bisa menemukanku...?"
Rizki tersenyum tipis. "Mudah. Tatapanmu terlalu jelas, dan aura yang kau pancarkan walau samar tetap terasa bagi seseorang sepertiku."
Pria itu terdiam. Dia akhirnya menghela napas dan menurunkan tudungnya, menampilkan wajahnya yang tampak seperti seorang pria berusia 30-an dengan rambut hitam panjang dan mata tajam berwarna perak.
"Namaku Zephiron. Aku seorang pencari kebenaran… dan aku ingin tahu, siapa kau sebenarnya?"
Rizki menatapnya sejenak sebelum menjawab, "Hanya seorang petualang baru."
Zephiron menyipitkan matanya. "Jangan bercanda. Aku bisa merasakan bahwa kau bukan manusia biasa. Bahkan mungkin... kau bukan dari dunia ini."
Rizki tidak terkejut. "Lalu kenapa kau mengawasi kami?"
Zephiron terdiam sesaat sebelum akhirnya berkata, "Aku ingin tahu apakah kau ancaman atau penyelamat bagi dunia ini."
Rizki menyandarkan punggungnya di kursi. "Jadi, menurutmu aku yang mana?"
Zephiron menatap dalam-dalam ke arahnya. "Itu yang ingin kupastikan."
Hening.
Kemudian, BOOM!
Tiba-tiba, pintu bangunan tua itu terbakar dan meledak, menghancurkan sebagian dinding.
"Tsk, aku sudah bilang aku tidak akan menunggu lama!"
Dari balik asap, Velgrynd muncul dengan mata bersinar merah, wajahnya penuh dengan ekspresi tidak sabar.
"Aku baru tidur sebentar dan kau sudah menghilang. Aku tahu pasti kau ada di sini!"
Zephiron menegang. "I-Itu... Velgrynd si True Dragon?!"
Rizki menghela napas panjang. "Ya ampun... Aku baru saja mulai bersenang-senang."
Velgrynd menatapnya tajam. "Kalau kau selesai bermain-main, ayo kita kembali. Aku tidak suka tempat kumuh seperti ini."
Zephiron masih tampak kaget, tetapi dia dengan cepat menyusun pikirannya. "Tunggu! Jika kau benar-benar bukan musuh dunia ini, maka aku ingin kau membuktikannya."
Rizki menaikkan alis. "Oh? Dan bagaimana caranya?"
Zephiron menatapnya serius. "Ikut denganku ke kerajaan Erindor. Ada sesuatu yang harus kau lihat di sana... sesuatu yang mungkin mengubah cara pandangmu tentang dunia ini."
Velgrynd mendengus. "Dan kenapa kami harus peduli?"
Zephiron tersenyum tipis. "Karena jika kau tidak ikut… dunia ini mungkin akan hancur lebih cepat dari yang kau kira."
Rizki menatapnya, lalu tersenyum kecil. "Menarik... Baiklah, tunjukkan sesuatu yang layak untuk perhatianku."
Velgrynd hanya mendecak kesal. "Terserah, tapi aku tetap mengawasinya."
Zephiron mengangguk. "Kalau begitu... bersiaplah, karena perjalanan kita akan dimulai besok pagi."
Petualangan baru telah dimulai.
Pagi telah tiba di kota Axel. Matahari bersinar lembut, memberikan kehangatan pada kota yang mulai sibuk dengan aktivitas harian.
Di depan gerbang kota, Rizki, Velgrynd, dan Zephiron telah bersiap untuk memulai perjalanan mereka menuju Kerajaan Erindor—tempat di mana rahasia besar dunia ini mungkin tersembunyi.
Velgrynd, dengan ekspresi malas, menyilangkan tangannya. "Kau yakin ini sepadan? Aku masih berpikir kita bisa mengabaikan ini dan hidup dengan tenang."
Zephiron menatapnya. "Jika kalian ingin memahami dunia ini lebih dalam, kalian harus datang. Erindor bukan sekadar kerajaan biasa."
Rizki tersenyum kecil. "Kalau begitu, mari kita lihat sendiri apakah yang kau katakan itu benar."
Dengan itu, mereka mulai berjalan keluar dari kota, menuju perjalanan yang tak terduga.
Di Dalam Hutan Wilayah Perbatasan
Beberapa jam perjalanan, mereka tiba di hutan lebat yang menjadi batas antara wilayah netral dan daerah kerajaan Erindor.
Velgrynd berjalan di samping Rizki dengan ekspresi bosan. "Kau yakin tidak ada cara yang lebih cepat? Aku bisa membawamu ke sana dalam hitungan detik."
Zephiron menggeleng. "Kita harus melalui jalur ini. Jika kita tiba dengan cara mencolok, kita akan menarik perhatian yang tidak diinginkan."
Rizki mengangguk. "Aku mengerti. Lebih baik kita tetap berhati-hati."
Namun, tiba-tiba—
SWOOSH!
Sebuah serangan tiba-tiba meluncur ke arah mereka dari semak-semak!
Velgrynd dengan mudah menepisnya dengan satu gerakan tangan, membakar proyektil tersebut menjadi abu.
Zephiron langsung memasang kuda-kuda. "Kita sudah ditemukan!"
Dari balik pepohonan, sekelompok pria bertopeng dengan pakaian hitam muncul, masing-masing memegang senjata dan aura yang cukup kuat.
Salah satu dari mereka berbicara dengan suara dingin. "Serahkan barang berharga kalian, dan mungkin kami akan membiarkan kalian hidup."
Rizki hanya tersenyum tipis. "Ah… Jadi kita baru keluar kota sebentar dan sudah bertemu penyamun?"
Velgrynd mendengus, matanya mulai bersinar merah. "Kau ingin aku membakar mereka sekarang atau setelah mereka menangis minta ampun?"
Zephiron tampak waspada. "Mereka bukan sekadar bandit biasa. Hati-hati."
Namun, sebelum peringatan Zephiron selesai, salah satu bandit melompat maju, menebaskan pedangnya ke arah Rizki—
CLANG!
Dalam sekejap, Rizki menangkap pedang itu dengan dua jari.
Bandit itu membelalak kaget. "A-Apa?!"
Rizki tersenyum santai. "Maaf, tapi kalian salah memilih target."
BOOM!
Dalam satu gerakan, Rizki menghantam pria itu ke tanah dengan kekuatan yang cukup untuk membuat kawah kecil.
Melihat itu, para bandit lainnya langsung mundur ketakutan.
"I-Itu bukan manusia biasa!"
Velgrynd terkekeh. "Terlalu lemah. Membosankan."
Namun, sebelum mereka bisa melarikan diri, Zephiron mengangkat tangannya dan sebuah lingkaran sihir muncul di bawah kaki para bandit.
"Gravity Bind."
Dalam sekejap, tubuh para bandit langsung terhantam ke tanah, seolah-olah mereka membawa beban ratusan kilogram. Mereka tidak bisa bergerak sama sekali.
Zephiron menatap mereka dengan dingin. "Kalian bekerja untuk siapa?"
Salah satu bandit yang masih bisa berbicara menggertakkan giginya. "Kami tidak akan mengkhianati tuan kami!"
Rizki menepuk bahunya. "Oh? Baiklah, kalau begitu kita bisa melakukan ini dengan cara yang sulit."
Velgrynd tersenyum tipis. "Kau ingin aku mencoba metodeku?"
Melihat senyum mengancam Velgrynd, para bandit langsung panik.
"T-Tunggu! Aku akan bicara!"
Zephiron menyipitkan matanya. "Bagus. Sekarang, katakan siapa yang mengirim kalian."
Bandit itu menelan ludah. "Kami… kami diperintahkan oleh seorang bangsawan dari Erindor! Dia tahu tentang kalian… dan ingin menguji kekuatan kalian!"
Rizki menaikkan alis. "Bangsawan, ya?"
Zephiron tampak muram. "Sepertinya mereka sudah menunggu kita."
Velgrynd mendecak kesal. "Hmph, semakin banyak alasan untuk membakar tempat itu sampai habis."
Rizki tersenyum tipis. "Jangan terburu-buru. Mari kita lihat siapa yang ingin bermain dengan kita… dan apakah mereka cukup kuat untuk membuat perjalanan ini menarik."
Dengan informasi baru ini, mereka melanjutkan perjalanan menuju Erindor—tanpa mengetahui bahwa bahaya yang lebih besar sudah menanti mereka.
Setelah mengatasi para bandit, Rizki, Velgrynd, dan Zephiron melanjutkan perjalanan mereka menuju Kerajaan Erindor. Kota kerajaan itu akhirnya terlihat di kejauhan—dikelilingi oleh tembok batu raksasa dengan menara-menara tinggi yang menjulang ke langit.
Gerbang utama dipenuhi oleh para pedagang, petualang, dan prajurit yang berjaga. Kota ini jauh lebih megah dibandingkan Axel, dengan jalanan yang lebih luas dan bangunan yang terlihat lebih elegan.
Velgrynd melirik sekeliling dengan bosan. "Hmph, hanya kerajaan biasa. Aku sudah melihat banyak tempat seperti ini di dunia lain."
Zephiron, yang berjalan di depan, berbicara pelan. "Hati-hati. Jika benar ada bangsawan yang mengawasi kita, kemungkinan besar kita sudah diperhatikan sejak kita memasuki wilayah ini."
Rizki tersenyum santai. "Bagus, berarti kita tidak perlu repot mencari mereka."
Saat mereka mendekati gerbang, seorang ksatria berbaju zirah perak menghentikan mereka.
"Tolong tunjukkan identitas kalian."
Zephiron maju lebih dulu dan menunjukkan sebuah lencana. "Kami adalah utusan yang dipanggil oleh keluarga kerajaan. Izinkan kami masuk."
Ksatria itu menatap mereka dengan curiga, tetapi setelah melihat lencana Zephiron, dia akhirnya mengangguk dan memberi isyarat agar mereka diizinkan masuk.
"Baiklah, silakan masuk. Tapi ingat, jangan membuat masalah di dalam kota."
Velgrynd mendecak. "Terlalu percaya diri. Jika aku mau, aku bisa menghancurkan tempat ini dalam hitungan detik."
Rizki menepuk pundaknya dengan senyum kecil. "Santai saja. Kita di sini bukan untuk membuat keributan... belum."
Velgrynd hanya mendengus dan berjalan masuk lebih dulu.
Di Dalam Kota Erindor
Setelah melewati gerbang, mereka mulai menjelajahi kota.
Pasar ramai dengan orang-orang yang menjual berbagai barang—mulai dari makanan, senjata, hingga artefak sihir. Para petualang tampak hilir-mudik, sementara para bangsawan berjalan dengan anggun diiringi pengawal pribadi mereka.
Namun, bahkan di tengah keramaian ini, Rizki bisa merasakan tatapan tajam yang mengawasi mereka dari kejauhan.
Velgrynd juga menyadarinya. "Tsk, mereka benar-benar tidak tahu cara bersembunyi. Aku bisa membakar mereka dari sini jika kau mau."
Rizki menggeleng. "Belum perlu. Kita lihat dulu apa yang mereka inginkan."
Zephiron menatap sebuah bangunan besar di pusat kota. "Kita harus menuju kastil untuk bertemu dengan kontak kita. Tapi sebelum itu… aku ingin kita mengunjungi seseorang terlebih dahulu."
Rizki menaikkan alis. "Siapa?"
Zephiron menatapnya serius. "Orang yang mungkin tahu tentang siapa yang berusaha mengawasi kita."
Tujuan Rahasia: Kedai Malam di Gang Sempit
Mereka mengikuti Zephiron ke gang sempit di sudut kota, jauh dari keramaian pasar.
Di ujung gang, terdapat sebuah kedai kecil tanpa papan nama, hanya ada lampu redup yang menerangi pintunya.
Zephiron mengetuk pintu dengan pola tertentu. Tok… tok tok… tok.
Setelah beberapa detik, pintu terbuka sedikit, memperlihatkan sepasang mata tajam yang mengawasi mereka dari balik celah.
"Zephiron...? Sudah lama tidak melihatmu."
Pintu terbuka sepenuhnya, dan mereka masuk ke dalam ruangan yang penuh dengan lemari buku, peta, dan berbagai gulungan dokumen.
Di dalam, seorang pria berambut abu-abu dengan jubah panjang duduk di kursi dengan ekspresi santai.
"Jadi... siapa mereka?" tanyanya sambil melirik Rizki dan Velgrynd.
Zephiron menjawab, "Orang-orang yang mungkin akan mengubah nasib dunia ini."
Pria itu tertawa kecil. "Menarik. Kalau begitu, mari kita bicara... karena ada sesuatu yang harus kalian ketahui tentang Erindor."
Petualangan mereka di kerajaan ini baru saja dimulai.
Setelah mendapatkan informasi dari Vargan, Rizki, Velgrynd, dan Zephiron meninggalkan kedai dan menuju pusat kota, tempat pendaftaran peserta Turnamen Kerajaan Erindor berlangsung.
Di depan aula pendaftaran, sudah banyak orang berkumpul—petarung berbadan besar, pendekar pedang berpengalaman, hingga beberapa penyihir yang terlihat kuat.
Velgrynd melirik mereka dengan ekspresi bosan. "Hmph, mereka terlihat lemah."
Zephiron menatap sekeliling dengan waspada. "Meskipun tampak biasa, beberapa dari mereka mungkin memiliki kekuatan yang tersembunyi."
Rizki tersenyum kecil. "Yah, kita lihat saja nanti."
Saat mereka mendaftar, seorang pria dengan jubah mewah dan emblem kerajaan di dadanya mendekati mereka.
"Kalian ingin ikut serta dalam turnamen? Sebutkan nama dan latar belakang kalian."
Rizki maju lebih dulu. "Namaku Rizki, seorang petualang."
Pria itu menatapnya dengan mata tajam. "Hanya seorang petualang biasa?"
Rizki hanya tersenyum. "Bisa dibilang begitu."
Velgrynd melipat tangan di dada, tidak tertarik untuk mendaftar. "Aku hanya penonton."
Zephiron mengangguk. "Namaku Zephiron, aku juga seorang petualang."
Petugas itu menulis nama mereka di daftar peserta. "Baiklah. Turnamen ini memiliki beberapa aturan."
Dia menjelaskan bahwa turnamen akan dibagi menjadi beberapa tahap:
Babak Penyisihan: Peserta akan bertarung dalam duel satu lawan satu.
Babak Gugur: Hanya mereka yang lolos dari penyisihan yang akan bertarung di arena utama.
Final: Pemenang terakhir akan mendapatkan akses ke Istana Kerajaan dan bertemu langsung dengan keluarga kerajaan.
"Hadiah utama bukan hanya kehormatan, tetapi juga kesempatan untuk mendapatkan permintaan dari Raja."
Rizki mengangguk. "Terdengar menarik."
Setelah pendaftaran selesai, mereka meninggalkan aula dan menuju penginapan. Malam itu, saat mereka bersantai di kamar, Velgrynd menatap Rizki dengan mata tajam.
"Jadi, apa rencanamu? Kau hanya ingin bertarung, atau ada sesuatu yang lebih?"
Rizki menatap ke luar jendela, melihat bulan bersinar di langit malam. "Tujuan utamaku tetap mencari tahu siapa yang bersembunyi di balik semua ini. Jika turnamen ini membawaku lebih dekat ke mereka, maka aku akan menikmatinya sekaligus."
Velgrynd tersenyum tipis. "Hmph, baiklah. Tapi jangan buat aku bosan."
Zephiron yang duduk di kursi menambahkan, "Kita harus tetap waspada. Ada sesuatu yang terasa janggal di kerajaan ini."
Rizki hanya tersenyum dan meregangkan tubuh. "Akan lebih menarik kalau mereka mencoba sesuatu. Aku siap menghadapi kejutan apa pun."
Malam itu, angin berhembus pelan di luar, membawa firasat bahwa Turnamen Kerajaan Erindor bukan hanya sekadar pertandingan biasa.
Keesokan paginya, suara terompet menggema di seluruh kota, menandakan dimulainya Turnamen Kerajaan Erindor. Ribuan penonton memadati arena besar yang terletak di tengah kota. Bangunan kolosal itu dipenuhi sorakan dan antusiasme warga yang menantikan pertarungan para peserta.
Rizki, Velgrynd, dan Zephiron berjalan menuju area peserta, di mana para petarung lainnya sudah berkumpul. Beberapa di antara mereka menatap Rizki dengan ekspresi meremehkan, sementara yang lain tampak waspada.
Di tengah lapangan utama, seorang pria bertubuh besar dengan armor perak berdiri di atas podium. Dialah Grand Marshal Gareth, kepala pengawas turnamen. Dengan suara lantang, dia membuka acara.
"Para petarung! Hari ini kalian akan membuktikan kekuatan dan kehormatan kalian! Babak penyisihan akan dimulai, dan setiap peserta akan dipasangkan dalam duel satu lawan satu! Pertarungan akan terus berlangsung hingga salah satu pihak menyerah atau tidak mampu bertarung lagi!"
Rizki tersenyum kecil. "Akhirnya, saatnya bersenang-senang."
Velgrynd hanya menyandarkan tubuhnya pada pagar tribun penonton, tampak tidak tertarik. "Jangan kalah terlalu cepat, atau aku akan kehilangan minat."
Zephiron menghela napas. "Kita belum tahu siapa lawan kita. Tetaplah waspada."
Beberapa saat kemudian, nama peserta mulai diumumkan satu per satu.
"Pertarungan pertama: Rizki melawan Kael, petarung dari Gilda Pedang Hitam!"
Seorang pria berambut pendek dengan armor ringan dan pedang panjang maju ke tengah arena. Dia memiliki aura seorang petarung berpengalaman, dengan tatapan tajam penuh percaya diri.
Kael mencibir. "Seorang petualang tanpa nama? Jangan buat aku tertawa."
Rizki berjalan santai ke arena, melangkah ringan seolah tidak memiliki beban sama sekali.
"Aku cuma ingin bersenang-senang. Kuharap kau cukup kuat untuk tidak membuatku bosan."
Sorakan dari penonton semakin keras saat mereka bersiap bertarung.
"Duel dimulai!"
Kael langsung melesat dengan kecepatan tinggi, mengayunkan pedangnya dengan teknik yang terlatih. Namun, saat bilah pedangnya hampir menyentuh Rizki—
ZRAK!
Kael terhenti. Matanya melebar dalam keterkejutan.
Rizki berdiri di belakangnya tanpa ia sadari, tangannya masih di saku.
"Terlalu lambat."
Dalam sekejap, udara di sekitar mereka bergetar. Rizki hanya mengangkat tangannya sedikit, dan Kael langsung terdorong ke belakang, menghantam dinding arena dengan keras!
"GAAH!!"
Penonton terdiam, tidak percaya dengan apa yang baru saja terjadi.
Velgrynd tersenyum tipis. "Hmph, seperti yang kuduga. Mereka bahkan tidak bisa menghiburku sedikit pun."
Kael jatuh ke tanah, tidak sadarkan diri.
"Pemenang: Rizki!"
Sorakan kembali memenuhi arena, kali ini bercampur dengan keterkejutan dan ketakjuban.
Zephiron mengangguk puas. "Itu bahkan bukan pemanasan untuknya."
Rizki hanya tersenyum dan kembali ke tribun peserta, sementara di sudut arena, seorang pria berjubah gelap memperhatikannya dengan tatapan penuh minat.
"Menarik... Mungkin dia bisa menjadi ancaman."
Turnamen baru saja dimulai, tapi seseorang di balik layar sudah mengincarnya.
Setelah kemenangannya yang terlalu mudah, Rizki berjalan kembali ke tribun peserta dengan ekspresi santai. Dia tahu ada seseorang yang mengawasinya dari jauh. Namun, dia memutuskan untuk berpura-pura tidak sadar dan tetap bertindak seperti biasa.
Velgrynd meliriknya sekilas. "Kau sepertinya menikmati dirimu."
Rizki hanya mengangkat bahu. "Yah, lawan pertamaku terlalu lemah. Aku bahkan tidak perlu serius."
Zephiron, yang berdiri di samping mereka, berbisik dengan nada waspada. "Kau sadar ada seseorang yang mengamatimu sejak pertarungan tadi?"
Rizki tersenyum tipis, tetap menjaga ekspresi santainya. "Tentu saja. Tapi tidak ada gunanya bereaksi berlebihan sekarang. Kalau mereka benar-benar tertarik padaku, cepat atau lambat mereka akan menunjukkan diri sendiri."
Velgrynd menyeringai. "Aku suka cara berpikirmu. Biarkan mereka berpikir mereka yang mengontrol keadaan... sampai akhirnya mereka sadar bahwa merekalah yang dimanipulasi."
Rizki duduk di tribun, melihat pertarungan lain berlangsung. Namun, sesekali dia menangkap sosok berjubah gelap yang berdiri di sudut arena, seolah sedang mengamati sesuatu dengan penuh minat.
‘Orang itu… apakah dia salah satu orang yang berhubungan dengan artefak kerajaan?’
Rizki tidak menunjukkan reaksi apa pun. Sebaliknya, dia fokus menikmati pertandingan dan menunggu gilirannya bertarung lagi. Jika seseorang benar-benar mengincarnya, lebih baik membiarkan mereka percaya bahwa dia tidak menyadari kehadiran mereka.
Sementara itu, di bagian lain arena, sosok berjubah gelap itu menyeringai. "Jadi kau tidak akan bereaksi, ya? Hmph, menarik..."
Turnamen terus berlanjut, dan permainan kucing dan tikus ini baru saja dimulai.
Setelah kemenangannya yang terlalu mudah, Rizki berjalan kembali ke tribun peserta dengan ekspresi santai. Dia tahu ada seseorang yang mengawasinya dari jauh. Namun, dia memutuskan untuk berpura-pura tidak sadar dan tetap bertindak seperti biasa.
Velgrynd meliriknya sekilas. "Kau sepertinya menikmati dirimu."
Rizki hanya mengangkat bahu. "Yah, lawan pertamaku terlalu lemah. Aku bahkan tidak perlu serius."
Zephiron, yang berdiri di samping mereka, berbisik dengan nada waspada. "Kau sadar ada seseorang yang mengamatimu sejak pertarungan tadi?"
Rizki tersenyum tipis, tetap menjaga ekspresi santainya. "Tentu saja. Tapi tidak ada gunanya bereaksi berlebihan sekarang. Kalau mereka benar-benar tertarik padaku, cepat atau lambat mereka akan menunjukkan diri sendiri."
Velgrynd menyeringai. "Aku suka cara berpikirmu. Biarkan mereka berpikir mereka yang mengontrol keadaan... sampai akhirnya mereka sadar bahwa merekalah yang dimanipulasi."
Rizki duduk di tribun, melihat pertarungan lain berlangsung. Namun, sesekali dia menangkap sosok berjubah gelap yang berdiri di sudut arena, seolah sedang mengamati sesuatu dengan penuh minat.
‘Orang itu… apakah dia salah satu orang yang berhubungan dengan artefak kerajaan?’
Rizki tidak menunjukkan reaksi apa pun. Sebaliknya, dia fokus menikmati pertandingan dan menunggu gilirannya bertarung lagi. Jika seseorang benar-benar mengincarnya, lebih baik membiarkan mereka percaya bahwa dia tidak menyadari kehadiran mereka.
Sementara itu, di bagian lain arena, sosok berjubah gelap itu menyeringai. "Jadi kau tidak akan bereaksi, ya? Hmph, menarik..."
Turnamen terus berlanjut, dan permainan kucing dan tikus ini baru saja dimulai.
Setelah menyadari bahwa sosok berjubah gelap itu akhirnya pergi, Rizki tetap bersikap santai di depan Velgrynd dan Zephiron. Namun, di dalam pikirannya, dia sudah mengambil tindakan.
‘Athena, awasi orang itu.’
{Konfirmasi diterima. Memulai pelacakan menggunakan [Dimensional Observation] dan [Absolute Surveillance].}
Athena segera mengaktifkan kemampuannya. Mata Rizki sedikit berbinar saat informasi mulai mengalir ke dalam pikirannya. Dari sudut pandangnya, seolah-olah dia bisa melihat dari kejauhan, mengikuti jejak sosok berjubah itu yang kini bergerak keluar dari arena dan menuju gang sempit di belakang distrik perdagangan.
Di sana, sosok itu bertemu dengan tiga orang lainnya, semuanya mengenakan pakaian serupa—berjubah hitam dengan simbol yang disamarkan. Salah satu dari mereka berbicara dengan suara pelan namun tegas.
"Target jauh lebih kuat dari yang kita perkirakan. Jika kita bertindak gegabah, kita hanya akan membahayakan misi."
Salah satu rekannya mendengus. "Lalu apa yang harus kita lakukan? Kita tidak bisa terus mengawasinya tanpa rencana konkret."
Orang pertama menatap ke arah langit. "Kita tunggu instruksi dari pemimpin. Untuk saat ini, terus awasi dia dari jauh. Kita tidak bisa mengambil risiko konfrontasi langsung."
Rizki yang menyaksikan semuanya melalui penglihatan Athena menyeringai kecil. ‘Jadi mereka memang mengincarku, tapi belum berani bergerak, ya?’
{Master, apakah ingin saya menyusup ke sistem komunikasi mereka?}
Rizki berpikir sejenak. ‘Tidak perlu untuk sekarang. Biarkan mereka berpikir mereka memiliki kendali. Aku ingin tahu seberapa jauh mereka akan melangkah sebelum mereka menyadari bahwa mereka sedang diawasi.’
{Dimengerti. Pengawasan akan tetap berjalan secara pasif.}
Di dunia nyata, Velgrynd memperhatikan ekspresi Rizki. "Kau terlihat seperti sedang memikirkan sesuatu yang menyenangkan."
Rizki tersenyum santai. "Hanya sedikit hiburan sebelum pertarungan berikutnya."
Zephiron mengerutkan kening. "Aku merasa itu bukan hal yang bagus..."
Rizki tertawa kecil. "Tenang saja. Aku hanya memastikan bahwa kita tidak akan mendapatkan kejutan yang tidak menyenangkan."
Sementara itu, di balik bayangan kota, para pengintai masih belum menyadari bahwa setiap gerakan mereka telah diawasi. Pertanyaannya kini bukan lagi siapa yang mengincar Rizki, tetapi seberapa lama mereka bisa bertahan sebelum Rizki mulai memburu mereka balik.
Malam telah tiba di Kerajaan Erindor. Langit gelap bertabur bintang, dan kota masih ramai dengan para penduduk yang menikmati festival yang diadakan bersamaan dengan turnamen. Namun, di sudut kota yang lebih sepi, sekelompok orang berjubah hitam bergerak dengan hati-hati di antara bayangan.
Tanpa mereka sadari, mereka bukan lagi pemburu—mereka telah menjadi buruan.
Rizki, dengan bantuan Athena, terus mengawasi mereka. Dia berjalan santai di sepanjang jalan utama, sesekali melirik ke langit seperti sedang menikmati suasana malam. Namun, dalam pikirannya, dia sedang mengendalikan berbagai "mata" yang Athena ciptakan dengan [Dimensional Observation].
‘Mereka berpencar. Mungkin untuk menghindari ketahuan atau untuk melaporkan sesuatu.’
{Konfirmasi. Tiga individu telah berpisah dan menuju lokasi berbeda. Apakah ingin saya melacak mereka satu per satu?}
‘Tidak perlu. Fokuskan pengawasan pada pemimpin mereka.’
{Dimengerti. Target utama bergerak menuju distrik bangsawan.}
Rizki menyeringai kecil. "Menarik. Jadi mereka ada hubungan dengan kaum elit di kerajaan ini?"
Velgrynd, yang berjalan di sampingnya, melirik dengan malas. "Kau masih memikirkan orang-orang itu?"
"Tentu saja," jawab Rizki ringan. "Aku hanya ingin tahu siapa mereka sebenarnya sebelum aku memutuskan bagaimana cara menangani mereka."
Zephiron, yang berjalan di sisi lain, berbicara dengan nada serius. "Kita bisa melaporkan ini ke pihak kerajaan, tapi tanpa bukti konkret, kita hanya akan dianggap sebagai petualang yang terlalu curiga."
Rizki mengangguk. "Makanya, aku akan membuat mereka mengungkapkan diri sendiri."
Saat mereka berjalan menuju penginapan, Athena tiba-tiba memberikan laporan.
{Target utama telah memasuki mansion milik Lord Vexar, salah satu bangsawan yang memiliki hubungan dengan keluarga kerajaan.}
Rizki berhenti sejenak. "Lord Vexar, ya? Sepertinya aku perlu mengenal lebih jauh tentang pria itu."
Velgrynd mengangkat alis. "Jangan bilang kau mau menyusup ke dalam mansion?"
Rizki tersenyum licik. "Aku tidak perlu menyusup. Aku hanya akan membuat mereka datang kepadaku dengan sendirinya."
Zephiron menatapnya dengan curiga. "Dan bagaimana kau berencana melakukan itu?"
"Sederhana." Rizki meregangkan tubuh dan mulai berjalan lagi. "Aku hanya perlu membuat mereka merasa bahwa aku adalah ancaman yang tidak bisa diabaikan. Jika mereka benar-benar ingin sesuatu dariku, mereka pasti akan bergerak lebih cepat."
Velgrynd tersenyum penuh minat. "Aku suka cara berpikirmu."
Dengan permainan kucing dan tikus yang semakin menarik, Rizki tahu bahwa tidak lama lagi, mereka yang selama ini bersembunyi di bayangan akan dipaksa keluar ke cahaya.
Setelah mengetahui bahwa pemimpin kelompok berjubah hitam itu telah memasuki mansion Lord Vexar, Rizki mulai menyusun rencananya. Dia tidak perlu bergerak langsung—cukup memberikan sedikit "dorongan" agar mereka tidak bisa mengabaikannya lagi.
Malam itu, di dalam kamar penginapan mereka, Rizki duduk di sofa dengan santai. Velgrynd berdiri di dekat jendela, menatap ke luar dengan ekspresi bosan, sementara Zephiron menyilangkan tangan, menunggu penjelasan.
"Jadi, bagaimana caramu membuat mereka bergerak?" tanya Zephiron, penasaran.
Rizki tersenyum tipis. "Sederhana. Aku akan membuat mereka berpikir bahwa aku tahu lebih dari yang sebenarnya aku ketahui."
Velgrynd menoleh. "Maksudmu?"
"Kita akan menyebarkan rumor," jawab Rizki. "Biarkan informasi tentang 'sesuatu yang besar' bocor ke telinga mereka, sesuatu yang membuat mereka tidak bisa tinggal diam. Aku ingin tahu seberapa paranoid mereka sebenarnya."
Zephiron menghela napas. "Jadi, kau ingin menyebar umpan?"
"Tepat sekali," Rizki mengangguk. "Kita bisa memanfaatkan para informan di kota ini. Athena, mulai rekayasa informasi."
{Konfirmasi. Memanipulasi jaringan informasi melalui [Absolute Surveillance]... Memulai penyebaran rumor.}
Athena segera menggerakkan jaringan pengawasannya. Lewat kemampuan manipulasi informasinya, ia menyebarkan isu di antara para informan kota bahwa seseorang dengan kekuatan luar biasa telah tiba di turnamen dan memiliki informasi rahasia yang bisa mengancam keseimbangan kekuatan di kerajaan.
Tak butuh waktu lama sebelum rumor itu mulai menyebar ke berbagai kalangan—dari petualang, pedagang, hingga orang-orang berpengaruh di kerajaan.
Velgrynd menyeringai. "Aku suka caramu bermain. Mereka pasti akan panik dan akhirnya datang kepadamu lebih cepat dari yang mereka rencanakan."
Rizki mengangkat bahu. "Itu tujuannya. Kalau mereka benar-benar bagian dari konspirasi, mereka akan mulai bergerak dalam waktu dekat."
Zephiron menghela napas panjang. "Aku harap ini tidak membuat kita terlibat dalam masalah yang lebih besar..."
Namun, di dalam mansion Lord Vexar, seseorang telah menerima kabar tentang rumor itu. Sosok berjubah hitam yang sebelumnya mengawasi Rizki kini berdiri di hadapan seorang pria dengan jubah bangsawan ungu gelap.
"Lord Vexar, rumor telah menyebar. Orang itu mungkin tahu lebih banyak dari yang kita kira."
Lord Vexar mengerutkan dahi, matanya menyipit tajam. "Hmph, kalau begitu kita tidak bisa membiarkan dia berkeliaran begitu saja. Kirim seseorang untuk mengujinya. Jika perlu… singkirkan dia sebelum dia benar-benar menjadi ancaman."
Sementara itu, Rizki duduk di penginapannya dengan senyuman puas.
"Mari kita lihat siapa yang akan bergerak lebih dulu."
Malam semakin larut di Kerajaan Erindor. Suasana kota mulai sepi, hanya tersisa beberapa petualang yang masih berkeliaran dan penjaga yang berpatroli di sepanjang jalanan berbatu. Di dalam penginapan, Rizki masih bersantai, menunggu pergerakan dari pihak yang telah ia pancing.
Velgrynd duduk di sofa dengan tangan bersilang, tatapannya tajam seperti sedang mengantisipasi sesuatu. Zephiron, di sisi lain, tampak lebih waspada, sesekali melihat keluar jendela.
"Athena, bagaimana situasinya?" tanya Rizki dalam pikirannya.
{Laporan: Beberapa individu mencurigakan bergerak menuju penginapan ini. Mereka terdiri dari lima orang, semuanya memiliki tanda khas kelompok bayangan yang sebelumnya kita awasi. Kemungkinan besar mereka adalah pembunuh atau penculik yang dikirim untuk menguji kekuatan Master.}
Rizki menyeringai. "Jadi mereka benar-benar terpancing. Bagus, biarkan mereka masuk."
Velgrynd meliriknya. "Kau tidak akan menghentikan mereka sebelum mereka sampai ke sini?"
"Tidak," jawab Rizki santai. "Aku ingin melihat seberapa jauh mereka berani melangkah. Lagipula, ini akan menjadi hiburan kecil sebelum tidur."
Zephiron mendesah. "Aku seharusnya sudah terbiasa dengan sikapmu ini, tapi tetap saja..."
Beberapa menit berlalu. Tiba-tiba, suara langkah kaki yang nyaris tak terdengar mendekati pintu kamar mereka. Athena segera memberi laporan.
{Mereka sudah berada di depan pintu. Salah satu dari mereka sedang merapal sihir pembungkam suara, sementara yang lain bersiap untuk masuk secara paksa.}
Velgrynd bangkit berdiri, matanya berkilat penuh semangat. "Baiklah, kalau begitu, siapa yang akan menangani mereka?"
Rizki tersenyum. "Biar aku yang menyambut tamu kita."
Saat itu juga, pintu kamar meledak terbuka dengan kekuatan sihir. Lima sosok berjubah hitam langsung menerobos masuk, masing-masing memegang senjata berlapis aura pembunuh.
Namun, yang mereka temui bukanlah korban yang terkejut dan ketakutan.
Sebaliknya, Rizki sudah berdiri di tengah ruangan, menyambut mereka dengan senyum santai. "Lama sekali. Aku hampir tertidur menunggu kalian."
Kelima orang itu langsung merasakan ada yang tidak beres. Salah satu dari mereka, yang tampaknya pemimpin kelompok, mengangkat tangannya dan memberikan sinyal untuk menyerang.
"Bunuh dia!"
Namun, sebelum mereka bisa bergerak, sesuatu yang tak terlihat menghantam mereka dengan kekuatan luar biasa. Dalam sekejap, dua orang langsung terlempar ke belakang, menghantam dinding dengan keras hingga retak.
Mata mereka melebar dalam keterkejutan. Mereka bahkan tidak melihat apa yang menyerang mereka.
"Kalian benar-benar tidak punya sopan santun," ucap Rizki dengan nada santai. "Masuk ke kamar orang lain tanpa izin? Aku harus memberi kalian pelajaran."
Salah satu dari mereka mencoba menggunakan sihir, tetapi sebelum bisa menyelesaikan mantranya, Velgrynd sudah ada di belakangnya dalam sekejap.
"Jangan membosankan," ucapnya dingin sebelum melayangkan pukulan ke perutnya, membuat pria itu tersungkur dengan mata melotot kesakitan.
Pemimpin kelompok itu menggertakkan giginya. "Monster...! Kalian bukan manusia biasa!"
Rizki melangkah maju, auranya perlahan meningkat, menekan mereka seperti gunung raksasa. "Aku akan memberi kalian satu kesempatan. Jawab pertanyaanku dengan jujur, atau kalian akan mengalami sesuatu yang jauh lebih buruk dari kematian."
Kelima orang itu saling berpandangan, ketakutan mulai terlihat di wajah mereka. Mereka menyadari bahwa mereka telah salah menilai target mereka.
Dan sekarang, mereka telah menjadi mangsa.
Rizki menatap kelima orang yang kini terjebak dalam ruangan, wajah mereka dipenuhi ketakutan dan keringat dingin. Aura yang ia keluarkan cukup untuk membuat mereka sulit bernapas, seolah ada tekanan tak kasat mata yang menekan tubuh mereka.
Velgrynd bersandar pada dinding dengan ekspresi bosan, sementara Zephiron berdiri dengan tangan di gagang pedangnya, siap bertindak jika diperlukan.
Pemimpin kelompok bayangan itu mencoba tetap tenang, meski jelas terlihat bahwa kakinya sedikit gemetar. "K-Kami hanya dikirim untuk menguji kekuatanmu, tidak lebih!"
Rizki tersenyum tipis. "Oh? Mengujiku? Menarik. Siapa yang mengirim kalian?"
Pria itu terdiam, menundukkan kepala seolah mencari alasan. Namun, sebelum ia bisa menjawab, Velgrynd menghela napas.
"Jangan buang waktuku."
Dalam sekejap, dia muncul di depan salah satu anggota kelompok itu, menyentuh dahinya dengan ujung jarinya. Seketika, tubuh pria itu membeku seperti es, namun matanya tetap bergerak, menunjukkan bahwa ia masih sadar.
"Aku bisa membuatnya lebih menyakitkan," lanjut Velgrynd dengan nada dingin. "Jadi, jika kau tidak ingin bernasib sama, aku sarankan kau berbicara."
Pria itu menelan ludah keras. "A-Aku bersumpah, kami hanya menerima perintah! Lord Vexar... dialah yang memberi kami tugas ini!"
Rizki mengangguk perlahan. "Seperti dugaanku. Apa tujuannya?"
"Kami tidak tahu banyak! Hanya saja... ada rumor bahwa kau mungkin ancaman bagi rencana mereka."
Zephiron menyipitkan mata. "Rencana? Apa yang mereka rencanakan?"
Orang itu ragu-ragu, tetapi ketika Velgrynd meningkatkan tekanannya sedikit, dia segera bicara. "Aku tidak tahu detailnya! Yang kudengar hanya bahwa Lord Vexar berhubungan dengan seseorang dari luar kerajaan! Mereka berencana menggulingkan kekuasaan yang ada!"
Rizki berpikir sejenak. "Jadi ini bukan sekadar permainan politik biasa. Ada sesuatu yang lebih besar di balik ini."
Athena segera memberi laporan dalam pikirannya.
{Konfirmasi. Lord Vexar memiliki catatan pertemuan rahasia dengan beberapa individu yang tidak teridentifikasi. Beberapa dari mereka kemungkinan berasal dari organisasi eksternal.}
Rizki tersenyum. "Bagus. Kita sudah punya target berikutnya."
Velgrynd melepaskan pria itu, membiarkannya terjatuh ke lantai. "Jadi, apa yang akan kita lakukan terhadap mereka?"
Rizki melihat ke arah kelima orang itu. "Kalian bisa pergi."
Mereka menatapnya dengan kaget. "B-Benar?"
"Ya," Rizki mengangguk. "Tapi ingat, aku sudah menandai kalian. Jika kalian mencoba melaporkan ini ke atasan kalian, aku akan tahu."
Kelima orang itu gemetar, sadar bahwa mereka tidak punya pilihan lain selain menuruti perintahnya.
Saat mereka meninggalkan ruangan dengan tubuh masih lemas, Zephiron mendesah. "Mereka pasti akan tetap melaporkan ini ke Lord Vexar."
"Itu yang aku harapkan," Rizki tersenyum. "Sekarang kita tinggal menunggu bagaimana dia akan bereaksi."
Velgrynd menyeringai. "Jadi, kita memancingnya keluar?"
Rizki mengangguk. "Ya. Dan kali ini, kita akan membawa permainan ini ke level berikutnya."
Malam masih menyelimuti kerajaan Erindor ketika Rizki berdiri di atas sebuah menara, menatap ke arah mansion megah yang berada di tengah distrik bangsawan. Cahaya dari jendela-jendela besar menunjukkan bahwa kehidupan di dalamnya masih berlangsung, para pelayan dan penjaga masih beraktivitas.
Di sampingnya, Velgrynd berdiri dengan tangan bersilang, matanya menyala merah seperti bara api. Zephiron ada di belakang mereka, waspada jika terjadi sesuatu yang tak terduga.
"Jadi, kau benar-benar akan melakukannya?" tanya Velgrynd, suaranya mengandung sedikit kegembiraan.
Rizki tersenyum. "Tentu saja. Kita perlu memberi tahu Lord Vexar bahwa kita tahu tentangnya. Dan tidak ada cara yang lebih baik selain memberi salam kejutan."
Athena segera memberikan laporan dalam pikirannya.
{Konfirmasi. Posisi mansion telah dikunci. Tidak ada tanda-tanda penghalang atau perlindungan magis yang signifikan. Serangan dapat dilakukan tanpa risiko besar.}
Rizki mengangkat tangannya, dan di telapak tangannya, bola energi hitam pekat mulai terbentuk. Aura di sekitarnya berubah drastis, seolah gravitasi di tempat itu meningkat.
Velgrynd mengangkat alisnya. "Jangan berlebihan. Kita ingin memperingatkan, bukan menghancurkan seluruh distrik."
Rizki terkekeh. "Tenang saja, aku tahu batasannya."
Dia mengarahkan tangannya ke langit, lalu dalam sekejap, bola energi itu melesat seperti meteor, menciptakan jejak cahaya gelap di langit malam. Sekitar beberapa detik kemudian—
BOOOOOMMM!!!
Ledakan besar terjadi di dekat mansion Vexar, menyebabkan tanah bergetar dan gelombang panas menyebar ke seluruh area. Suara gemuruh bergema di udara, menciptakan kepanikan di antara penduduk dan penjaga.
Dari atas menara, Rizki bisa melihat para prajurit kerajaan berlarian menuju lokasi ledakan, sementara beberapa bayangan bergerak cepat masuk ke dalam mansion.
Zephiron menyipitkan mata. "Sepertinya mereka segera bereaksi."
Velgrynd tertawa kecil. "Tentu saja. Itu bukan ledakan biasa."
Rizki memasukkan tangannya ke dalam saku dan tersenyum. "Sekarang, mari kita lihat bagaimana Lord Vexar menanggapinya."
Tanpa berkata lebih lanjut, mereka bertiga menghilang ke dalam kegelapan, meninggalkan kekacauan yang baru saja mereka ciptakan.
Di dalam mansion mewahnya, Lord Vexar berdiri dengan wajah tegang, menatap ke luar jendela tempat ledakan besar baru saja terjadi. Api masih berkobar di salah satu taman luar mansionnya, sementara para pengawal sibuk berlarian mencoba mengendalikan situasi.
Di hadapannya, seorang pria berjas hitam berlutut dengan kepala tertunduk. "Tuan, ledakan itu terjadi tepat di perbatasan wilayah mansion. Tidak ada korban, tapi ini jelas bukan insiden biasa."
Lord Vexar mengepalkan tinjunya. "Tentu saja ini bukan kebetulan."
Matanya menyipit penuh kemarahan. Hanya ada satu orang yang bisa melakukan sesuatu seperti ini dan berani mengirim peringatan langsung kepadanya.
"Orang itu... Rizki."
Seorang wanita berpakaian jubah gelap di sampingnya, yang selama ini diam, akhirnya berbicara. "Ini peringatan. Dia ingin kau tahu bahwa dia mengetahui gerakanmu."
Lord Vexar mendengus. "Seolah aku tidak mengerti itu. Tapi dia membuat kesalahan besar jika berpikir bisa menggertakku begitu saja."
Dia menoleh ke pria berjas hitam. "Kerahkan pasukan bayangan. Aku ingin tahu di mana dia sekarang."
Pria itu mengangguk. "Dimengerti, Tuan."
Namun, sebelum dia bisa pergi, sosok berjubah gelap itu mengangkat tangannya, menghentikannya.
"Tidak perlu terburu-buru," ucap wanita itu. "Rizki bukan musuh biasa. Jika kau hanya mengirim pasukan bayangan, mereka hanya akan menjadi umpan mati."
Lord Vexar menatapnya tajam. "Lalu apa yang kau sarankan?"
Wanita itu tersenyum tipis, matanya bersinar aneh di balik bayangan tudungnya. "Buat dia datang kepadamu. Kita hanya perlu memberikan alasan yang cukup... sesuatu yang tidak bisa dia abaikan."
Lord Vexar menatapnya dalam diam, lalu akhirnya menyeringai. "Menarik... dan apa yang kau usulkan?"
Wanita itu mendekat, lalu berbisik di telinganya.
Saat dia selesai berbicara, senyum Lord Vexar berubah menjadi ekspresi penuh kelicikan. "Baiklah... kita akan bermain dengan caranya. Tapi kali ini, dia yang akan masuk ke dalam perangkapku."
Di tempat lain, di atap sebuah bangunan, Rizki dan Velgrynd mengamati dari kejauhan.
Velgrynd melirik Rizki. "Jadi, bagaimana? Mereka terpancing?"
Rizki menyeringai. "Tentu saja. Sekarang, kita hanya perlu melihat langkah mereka berikutnya."
Rizki duduk di puncak menara, menatap ke arah mansion Lord Vexar yang kini lebih dijaga ketat dari sebelumnya. Velgrynd berdiri di sampingnya dengan tangan terlipat, ekspresi santai tapi tetap waspada.
Zephiron, yang baru saja kembali dari pengintaian, melompat ke atas menara dan mendarat dengan ringan. "Seperti yang diduga, mereka sedang merencanakan sesuatu. Tapi kali ini, mereka tidak langsung mengirim pasukan bayangan."
Rizki mengangkat alis. "Oh? Jadi mereka memikirkan strategi lain?"
Zephiron mengangguk. "Ya. Beberapa orang berpengaruh mulai bergerak di dalam kerajaan. Sepertinya mereka sedang menyebarkan informasi palsu."
Velgrynd menyeringai. "Tentu saja mereka akan menggunakan taktik kotor. Lalu, apa yang mereka sebarkan?"
Zephiron menghela napas. "Mereka menyebarkan rumor bahwa kau adalah penyebab ledakan besar yang terjadi tadi malam. Tidak hanya itu, mereka juga menyebutkan bahwa kau adalah makhluk berbahaya yang mengancam kestabilan kerajaan."
Rizki tertawa kecil. "Hah, jadi mereka mencoba membuatku menjadi musuh publik? Itu langkah yang cerdas... kalau saja aku tidak bisa membalikkan keadaan dengan mudah."
Athena langsung memberi laporan di benaknya.
{Konfirmasi. Informasi yang tersebar telah mencapai beberapa petinggi kerajaan. Beberapa kelompok petualang mulai tertarik mencari tahu tentang keberadaan Master.}
Rizki menyeringai. "Bagus. Itu berarti mereka ingin memancingku keluar dengan menekan keadaan di sekitarku."
Velgrynd menatapnya dengan penuh antusias. "Jadi, apa rencanamu? Kita serang langsung?"
Rizki menggeleng. "Tidak. Itu yang mereka harapkan. Jika kita langsung menyerang, mereka akan menggunakan itu sebagai alasan untuk memburu kita secara terbuka."
Zephiron menyipitkan mata. "Lalu, apa yang akan kita lakukan?"
Rizki tersenyum, matanya berkilat penuh intrik. "Kita buat mereka berpikir bahwa mereka yang memegang kendali. Tapi pada saat yang tepat, kita balikkan permainan."
Velgrynd tertawa kecil. "Aku suka caramu bermain, Rizki."
Rizki berdiri dan melihat ke arah langit malam. "Mulai sekarang, kita akan menyebarkan informasi kita sendiri. Kita biarkan mereka berpikir bahwa mereka punya keunggulan, lalu kita seret mereka ke dalam jebakan kita."
Zephiron mengangguk. "Baiklah. Aku akan memastikan informasi yang kita sebarkan berjalan sesuai rencana."
Rizki menghela napas dan menatap mansion Lord Vexar dengan tatapan tajam. "Kau pikir kau bisa menjebakku, Vexar? Kita lihat siapa yang sebenarnya memegang kendali dalam permainan ini."
Sebelum pergi, Rizki menoleh sekali lagi ke arah mansion Lord Vexar. Dia bisa merasakan para pengintai dan penyihir bayangan yang telah ditempatkan di sekitar wilayah itu. Mereka pasti mengawasinya, tapi itu tidak masalah.
"Athena, berapa besar kemungkinan mereka akan bereaksi jika aku melepaskan serangan kedua?"
{Analisis selesai. Kemungkinan reaksi langsung: 89%. Mereka akan segera mengerahkan kekuatan lebih besar jika ancaman meningkat.}
Rizki menyeringai. "Bagus. Aku hanya ingin memberi mereka sedikit peringatan... sesuatu yang lebih sulit untuk diabaikan."
Dia mengangkat tangannya ke langit. Energi hitam mulai berkumpul di telapak tangannya, berputar seperti pusaran mini yang semakin padat. Sebuah Black Hole kecil mulai terbentuk, ukurannya tidak lebih besar dari bola basket, tapi kekuatannya cukup untuk menarik material di sekitarnya.
Velgrynd menatapnya dengan ekspresi tertarik. "Oh? Kau benar-benar akan menggunakan itu? Bukankah itu sedikit berlebihan?"
Rizki tertawa kecil. "Tenang saja, aku tidak akan menghancurkan mansionnya. Aku hanya akan membuat mereka merasa kecil di hadapanku."
Zephiron melihat energi gelap yang berputar di tangan Rizki dan mengangguk. "Dengan kekuatan itu, mereka pasti tidak akan bisa tidur nyenyak malam ini."
Tanpa menunggu lebih lama, Rizki melempar Black Hole kecil itu ke arah mansion Vexar. Begitu mencapai udara di atasnya, pusaran gravitasi langsung aktif, menciptakan tarikan luar biasa yang membuat tanah di bawahnya mulai retak.
Para penjaga di mansion segera bereaksi. Beberapa penyihir mulai mengaktifkan penghalang pelindung, sementara yang lain mencoba memahami apa yang terjadi.
"APA ITU?!" teriak salah satu prajurit saat melihat atap mansion mulai bergetar akibat efek gravitasi.
Lord Vexar, yang baru saja mendapat laporan dari bawahannya, langsung keluar ke balkon dan menyaksikan fenomena mengerikan itu. Matanya membelalak saat melihat Black Hole kecil berputar tepat di atas wilayahnya.
"TIDAK MUNGKIN...!"
Energi di sekitarnya terasa begitu menyesakkan, seperti dunia sedang terhisap ke dalam kehampaan. Namun, sebelum mansion itu benar-benar tertelan, Rizki mengayunkan tangannya dan menutup Black Hole itu dalam sekejap.
BOOM!
Gelombang udara yang kuat menyebar, mengguncang mansion tapi tidak menghancurkannya. Namun, dampaknya sudah cukup untuk membuat siapa pun di dalamnya menyadari bahwa mereka berhadapan dengan kekuatan yang tidak bisa mereka lawan dengan cara biasa.
Di atas menara, Rizki tersenyum puas. "Sekarang, mari kita lihat apakah mereka masih berani bermain-main denganku."
Velgrynd tertawa kecil. "Kau benar-benar menikmati ini, ya?"
Rizki menyeringai. "Kalau mereka mau bermain, aku hanya memastikan mereka paham aturan permainannya."
Zephiron menghela napas. "Baiklah, sekarang kita pergi sebelum mereka bisa bereaksi lebih jauh."
Tanpa berkata lebih lanjut, mereka bertiga menghilang ke dalam bayangan, meninggalkan Lord Vexar yang masih berdiri kaku di balkon, keringat dingin mengalir di pelipisnya.
Untuk pertama kalinya dalam hidupnya, Lord Vexar merasakan ketakutan yang sesungguhnya.
Bab: Strategi Balasan Lord Vexar
Lord Vexar masih berdiri di balkon mansionnya, tatapannya tajam ke arah langit malam yang kini kembali tenang setelah serangan Black Hole kecil dari Rizki. Tangannya gemetar sedikit, tapi dia segera mengepalkannya dengan kuat.
Di belakangnya, wanita berjubah gelap yang sebelumnya memberi saran melangkah maju. "Itu bukan sekadar peringatan, Tuan. Dia ingin menunjukkan bahwa dia bisa melenyapkanmu kapan saja jika dia mau."
Lord Vexar mendengus. "Hmph. Anak itu terlalu percaya diri. Tapi aku mengakui satu hal... aku meremehkannya."
Pria berjas hitam yang berlutut di hadapannya mengangkat kepala sedikit. "Tuan, apakah kita akan terus bermain defensif? Jika kita tidak bertindak, dia akan semakin berani."
Lord Vexar tersenyum licik. "Tidak. Justru sekarang saatnya kita mengubah situasi. Jika kita tidak bisa melawannya secara langsung... kita buat dia sibuk dengan hal lain."
Wanita berjubah itu mengangkat alis. "Maksudmu?"
Lord Vexar menoleh padanya. "Kita buat dunia ini memburunya. Kita sebar informasi baru, tapi kali ini lebih dari sekadar rumor."
Dia melambaikan tangannya, dan seorang pelayan segera datang membawa sebuah dokumen. Lord Vexar mengambilnya, membukanya, dan membaca isinya dengan senyum puas.
"Dekrit kerajaan. Aku akan memastikan kerajaan ini mengeluarkan surat perintah penangkapan terhadap Rizki. Tidak hanya sebagai ancaman bagi stabilitas, tapi juga sebagai makhluk yang bisa membahayakan eksistensi dunia ini."
Pria berjas hitam tampak berpikir. "Tapi kerajaan tidak akan mengeluarkan dekrit tanpa bukti yang cukup."
Lord Vexar tersenyum dingin. "Bukti bisa dibuat. Lagipula, siapa yang akan meragukan seorang bangsawan sepertiku?"
Wanita berjubah itu tertawa pelan. "Aku mengerti. Jika seluruh kerajaan melihatnya sebagai ancaman, maka bukan hanya kita yang akan mengejarnya... tapi juga para petualang, para ksatria, bahkan mungkin para pahlawan yang dipanggil dari dunia lain."
Lord Vexar mengangguk. "Tepat. Kita buat dia sibuk bersembunyi, sementara kita mencari cara untuk menyingkirkannya secara permanen."
Dia menatap langit malam sekali lagi, senyum kejam masih menghiasi wajahnya. "Kau pikir kau bisa bermain-main denganku, Rizki? Kau baru saja membuat kesalahan besar."
Sementara itu, di suatu tempat jauh dari mansion Vexar, Rizki dan Velgrynd duduk di atas sebuah bukit, memandang kota yang masih bersinar di kejauhan. Zephiron telah pergi untuk mengumpulkan lebih banyak informasi, sementara Athena tetap aktif di dalam pikiran Rizki.
Velgrynd menoleh ke Rizki. "Jadi? Kau pikir apa langkah mereka berikutnya?"
Rizki tersenyum kecil. "Kalau aku jadi mereka, aku akan memastikan seluruh dunia ini melihatku sebagai ancaman."
Velgrynd tertawa. "Dan itu masalah bagimu?"
Rizki mengangkat bahu. "Tentu saja tidak. Kalau mereka ingin membuat dunia ini melawanku... aku hanya perlu memastikan dunia ini berpihak padaku terlebih dahulu."
Athena tiba-tiba memberikan notifikasi.
{Konfirmasi. Pergerakan politik dalam kerajaan terdeteksi. Ada kemungkinan besar dekrit kerajaan akan dikeluarkan terhadap Master dalam waktu dekat.}
Rizki tersenyum. "Tepat seperti yang kuduga. Baiklah... kalau begitu, mari kita bersenang-senang sedikit."
Velgrynd menatapnya penuh antisipasi. "Jadi, apa rencanamu?"
Rizki berdiri, menatap kota dengan mata berkilat penuh strategi. "Aku akan menemui seseorang... seseorang yang bisa membantuku membalikkan keadaan."
Velgrynd menyeringai. "Menarik. Aku suka ke mana arah permainan ini."
Malam itu, angin berhembus lebih dingin. Pertarungan sesungguhnya baru saja dimulai.
Rizki dan Velgrynd berjalan di sepanjang jalan setapak yang mengarah ke bagian tersembunyi dari kota. Cahaya lentera jalanan menerangi malam, sementara suara aktivitas kota masih terdengar di kejauhan. Namun, tujuan mereka bukanlah pusat kota, melainkan sebuah tempat yang lebih gelap dan penuh rahasia.
Velgrynd menoleh ke Rizki. "Jadi, siapa orang yang akan kita temui ini?"
Rizki menyeringai. "Seorang informan. Dia bukan orang yang bisa dipercaya sepenuhnya, tapi dia tahu segala sesuatu yang terjadi di kota ini. Jika kerajaan benar-benar akan mengeluarkan dekrit terhadapku, dia pasti sudah mendengar kabarnya."
Velgrynd menyilangkan tangan. "Dan kau yakin dia akan membantu kita?"
Rizki mengangkat bahu. "Tentu saja. Selama kita memberinya alasan yang cukup... dan sedikit tekanan."
Tak lama kemudian, mereka tiba di sebuah gang sempit di belakang distrik perdagangan. Di ujung gang, terdapat sebuah pintu kayu tua dengan simbol mata terukir di atasnya.
Rizki mengetuk tiga kali dengan pola tertentu.
TOK-TOK... TOK.
Suara gerendel berderit, dan celah kecil di pintu terbuka. Sepasang mata tajam menatap mereka. "Kata sandi?"
Rizki tersenyum. "Aku tidak butuh kata sandi. Bilang pada bosmu, si pemburu naga ingin bicara."
Mata di balik celah itu menyipit, lalu menutup kembali. Beberapa detik kemudian, pintu terbuka, memperlihatkan seorang pria kurus dengan jubah hitam.
"Masuk."
Rizki dan Velgrynd melangkah masuk ke dalam ruangan yang dipenuhi oleh peta, dokumen, dan gulungan informasi. Di tengah ruangan, duduklah seorang pria bertubuh besar dengan bekas luka di wajahnya, mengenakan pakaian khas seorang pedagang, tapi auranya jelas menunjukkan bahwa dia lebih dari itu.
Pria itu tersenyum sinis. "Sudah lama tidak bertemu, Rizki. Kudengar kau membuat kekacauan besar."
Rizki duduk tanpa basa-basi. "Dan kudengar seseorang mencoba menjadikanku musuh dunia."
Pria itu mengangkat alis. "Cepat sekali kau tahu? Tapi ya, kau benar. Kerajaan sedang mempersiapkan dekrit untuk menjadikanmu ancaman nasional. Mereka mengklaim kau adalah entitas berbahaya yang dapat menghancurkan keseimbangan dunia ini."
Velgrynd tertawa kecil. "Lucu. Jika mereka tahu siapa yang sebenarnya sedang duduk di sini, mereka mungkin sudah lari ketakutan."
Rizki menatap informan itu dengan serius. "Siapa yang mendorong kerajaan untuk melakukan ini?"
Pria itu menghela napas. "Lord Vexar, tentu saja. Dia menggunakan pengaruhnya untuk meyakinkan para petinggi bahwa kau adalah ancaman yang harus disingkirkan. Tapi bukan hanya dia yang terlibat... ada seseorang di dalam kerajaan yang mendukung langkah ini."
Rizki menyipitkan mata. "Siapa?"
Pria itu ragu sejenak, lalu menyerahkan sebuah gulungan. "Aku tidak bisa menyebut namanya, tapi informasi ini mungkin bisa membantumu menemukannya."
Rizki membuka gulungan itu dan membaca isinya. Wajahnya tetap tenang, tapi dalam pikirannya, rencana baru mulai terbentuk.
Dia menggulung kembali dokumen itu dan menatap pria itu dengan senyum dingin. "Terima kasih atas informasinya. Aku akan memastikan kau tetap bisa menjalankan bisnis ini... asalkan kau tetap netral."
Pria itu tertawa kecil. "Aku hanya menjual informasi, bukan berpihak pada siapa pun. Tapi tetap hati-hati, Rizki. Musuhmu bukan hanya Vexar sekarang."
Rizki berdiri. "Aku tahu. Dan aku akan memastikan mereka menyesali keputusan mereka."
Dengan itu, dia dan Velgrynd meninggalkan tempat itu, membawa serta informasi yang bisa mengubah permainan.
Malam ini, babak baru dalam pertempuran mereka telah dimulai.
Rizki dan Velgrynd melangkah keluar dari tempat persembunyian informan, menyusuri gang sempit yang masih dipenuhi hawa malam yang dingin. Meski jalanan sepi, Rizki bisa merasakan kehadiran beberapa orang yang mengawasi mereka dari kegelapan.
Velgrynd menyadarinya juga. "Sepertinya kita tidak sendirian."
Rizki hanya tersenyum kecil. "Biarkan saja. Mereka hanya pengintai. Jika mereka mencoba sesuatu, aku akan memastikan mereka tidak bisa melapor kembali."
Athena segera memberi notifikasi dalam pikirannya.
{Konfirmasi. Enam individu sedang mengamati Master dari kejauhan. Tiga di atap, dua di lorong sebelah kiri, satu bersembunyi di balik gerobak kayu di ujung jalan.}
Rizki menahan diri agar tidak langsung bereaksi. Sebagai gantinya, dia berjalan dengan tenang, seolah tidak menyadari kehadiran mereka. Namun, pikirannya sudah bekerja merancang strategi.
Velgrynd meliriknya. "Apa kita perlu menghadapinya sekarang?"
Rizki menggeleng. "Belum. Aku ingin tahu siapa yang mengirim mereka dulu."
Mereka terus berjalan hingga mencapai sebuah area terbuka di ujung distrik perdagangan. Cahaya dari lentera jalanan membuat tempat itu terlihat lebih terang dibanding gang sebelumnya. Ini adalah tempat yang sempurna bagi Rizki untuk menunjukkan bahwa dia sadar akan kehadiran mereka.
Dia berhenti berjalan dan menoleh sedikit ke samping. "Keluar."
Tidak ada respons.
Rizki menyeringai. "Aku tidak suka mengulang perintah dua kali."
Dalam sekejap, tekanan energi tak terlihat menyelimuti area tersebut. Udara menjadi berat, dan dari kegelapan, enam sosok perlahan muncul, masing-masing mengenakan jubah hitam dengan simbol tak dikenal di dada mereka.
Salah satu dari mereka maju, seorang pria bertubuh ramping dengan mata tajam. "Kau cukup peka, bukan?"
Rizki menyilangkan tangan. "Aku lebih dari sekadar peka. Sekarang, maukah kalian menjelaskan mengapa kalian mengikutiku, atau aku harus menarik informasi itu langsung dari otak kalian?"
Pria itu tertawa kecil. "Kami hanya ingin memastikan bahwa informasi tentangmu itu benar. Bahwa kau benar-benar ancaman seperti yang dikatakan Lord Vexar."
Velgrynd mendengus. "Jadi kalian anjing Vexar?"
Pria itu menggeleng. "Kami bukan bawahan Vexar. Tapi informasi yang dia sebarkan menarik perhatian banyak pihak. Ada banyak orang yang ingin tahu apakah kau benar-benar sekuat yang dikatakan."
Rizki tersenyum sinis. "Dan kalian ingin mengujiku?"
Pria itu mengangkat bahu. "Kami hanya mengamati... untuk saat ini."
Rizki menatap mereka dengan mata tajam. "Kalau begitu, sampaikan pesan ini pada atasan kalian—jika mereka ingin melihat kekuatanku, mereka tidak perlu mengirim pengintai. Aku akan datang langsung menemui mereka."
Pria itu tersenyum samar. "Menarik. Akan kusampaikan pesanmu."
Tanpa mengatakan apa-apa lagi, keenamnya mundur perlahan sebelum menghilang ke dalam kegelapan.
Velgrynd menoleh ke Rizki. "Apa kau yakin membiarkan mereka pergi?"
Rizki tersenyum. "Aku ingin tahu siapa saja yang tertarik padaku. Semakin banyak pihak yang terlibat, semakin mudah bagiku untuk mengacaukan rencana Vexar."
Athena memberikan notifikasi lagi.
{Prediksi. Beberapa faksi besar telah mulai mengalihkan perhatian mereka kepada Master. Disarankan untuk memperkuat posisi sebelum mereka bertindak lebih jauh.}
Rizki mengangguk. "Baiklah, saatnya kita mulai mempersiapkan segalanya. Jika mereka ingin permainan ini dimulai, aku akan memastikan aku yang memegang kendalinya."
Dengan langkah mantap, dia dan Velgrynd melanjutkan perjalanan mereka, menuju fase berikutnya dari perang bayangan ini.
Rizki dan Velgrynd akhirnya tiba di penginapan yang mereka sewa. Meskipun terlihat biasa dari luar, tempat ini sebenarnya sudah diperkuat dengan berbagai penghalang dan perlindungan dari Athena.
Begitu mereka masuk ke kamar, Rizki segera duduk di kursi, menatap peta kota yang terbentang di meja. Di sampingnya, Velgrynd duduk dengan ekspresi serius, menunggu apa yang akan Rizki lakukan selanjutnya.
"Athena, beri aku laporan lengkap tentang faksi-faksi yang mulai memperhatikanku."
{Konfirmasi. Berikut adalah faksi yang telah menunjukkan ketertarikan:}
Kerajaan Reindhart – Pemerintah utama kota ini, di mana beberapa petingginya telah dipengaruhi oleh Vexar.
Kultus Malam – Organisasi bayangan yang bergerak dalam perdagangan informasi dan pembunuhan.
Aliansi Pedagang Gelap – Kelompok yang mengendalikan pasar gelap dan memiliki hubungan dengan banyak petinggi.
Klan Ksatria Api – Kelompok pejuang independen yang mencari kekuatan tertinggi.
Ordo Putih – Organisasi keagamaan yang sangat anti-ras non-manusia dan entitas dengan kekuatan besar.
Velgrynd menyeringai. "Banyak juga yang tertarik padamu. Apa rencanamu?"
Rizki menyilangkan tangan. "Vexar pasti sudah memperhitungkan bahwa aku akan menjadi buronan. Jika aku hanya bersembunyi, mereka akan semakin percaya diri untuk memburu kita. Jadi..."
Velgrynd menatapnya dengan penuh minat. "Jadi?"
Senyum Rizki melebar. "Aku akan bermain di depan mereka. Kita akan masuk ke pusat perhatian secara langsung."
Velgrynd mengangkat alis. "Maksudmu?"
Rizki menunjuk salah satu lokasi di peta—balai lelang bawah tanah yang dikelola oleh Aliansi Pedagang Gelap.
"Kita akan menghadiri lelang besok malam. Aku ingin melihat sendiri siapa saja yang ada di dalam permainan ini."
Velgrynd menyandarkan punggungnya dan tertawa kecil. "Kau memang selalu suka membuat kekacauan."
Rizki menyeringai. "Jika mereka menganggapku ancaman, maka aku akan memastikan mereka tahu betapa besar ancaman itu."
Malam ini, permainan baru saja dimulai.
Malam pun tiba, dan seperti yang direncanakan, Rizki dan Velgrynd bergerak menuju balai lelang bawah tanah. Lokasinya tersembunyi di bawah distrik perdagangan, di sebuah gedung besar yang tampak biasa dari luar, tetapi memiliki sistem keamanan ketat di dalamnya.
Di depan pintu masuk, dua penjaga berbadan besar dengan baju besi hitam menghentikan mereka. "Undangan?"
Velgrynd hendak berbicara, tetapi Rizki mengangkat tangannya untuk menghentikannya. Dia hanya tersenyum dan menatap penjaga itu. "Aku tidak membutuhkannya."
Sebelum para penjaga sempat bereaksi, energi tak kasat mata menyelimuti mereka. Mata mereka melebar, tubuh mereka bergetar, dan seketika, mereka mundur tanpa sadar, memberi jalan kepada Rizki dan Velgrynd.
"S-silakan masuk..." suara mereka bergetar ketakutan.
Velgrynd melirik Rizki. "Kau sengaja membuat mereka takut?"
Rizki hanya tersenyum. "Lebih mudah seperti ini."
Begitu mereka memasuki aula utama lelang, mereka disambut oleh pemandangan yang megah. Ruangan besar dengan chandelier emas, para tamu duduk di kursi mewah, mengenakan pakaian mahal, dan beberapa dari mereka adalah orang-orang yang memiliki pengaruh besar di dunia bawah.
Di tengah panggung, seorang pria bertubuh kurus dengan jas merah mulai membuka acara. "Hadirin sekalian, selamat datang di Lelang Malam Rahasia! Malam ini, kami memiliki barang-barang langka yang pasti akan menarik perhatian kalian!"
Lelang dimulai dengan beberapa barang biasa—permata langka, senjata sihir, hingga artefak kuno. Namun, Rizki tidak tertarik pada itu. Dia di sini untuk mencari informasi dan mengamati siapa saja yang bermain di balik layar.
Athena segera memberi notifikasi dalam pikirannya.
{Konfirmasi. Beberapa tokoh penting terdeteksi di dalam ruangan:}
Lord Fendrel – Kepala Aliansi Pedagang Gelap.
Grandmaster Kieran – Pemimpin Klan Ksatria Api.
High Priestess Valencia – Pemuka Ordo Putih.
Baron Geralt – Seorang bangsawan yang bekerja di bawah Vexar.
Rizki menyeringai. "Menarik. Mereka semua berkumpul di sini."
Velgrynd melipat tangan. "Apa rencanamu? Kita bisa saja langsung menghabisi mereka di tempat ini."
Rizki menggeleng. "Terlalu mudah. Aku ingin mereka takut sebelum mereka mati."
Saat lelang semakin panas, tiba-tiba satu barang dilelang yang membuat suasana berubah.
"Dan sekarang, barang yang paling langka dalam daftar malam ini—Seorang Elf Darah Murni!"
Seorang gadis elf berambut perak dan mata hijau ditarik ke atas panggung, dirantai dengan gelang anti-magic. Wajahnya menunjukkan ketakutan yang luar biasa.
Rizki yang melihat ini langsung kehilangan kesabarannya.
Velgrynd menoleh padanya, melihat tatapan dinginnya yang penuh kemarahan. "Rizki...?"
Tanpa berkata apa-apa, Rizki mengangkat tangannya perlahan.
Lalu—BOOM!!!
Sebuah ledakan dahsyat mengguncang ruangan. Tanpa memperingatkan siapa pun, Rizki menciptakan gravitasi tak terlihat yang menekan seluruh aula, membuat semua orang di dalamnya jatuh berlutut karena tekanan luar biasa.
Pria berjas merah yang menjadi pembawa acara menjerit ketakutan. "A-Apa ini—?!"
Rizki melangkah maju, auranya semakin mencekik semua orang di sekelilingnya.
"Kalian semua... hanya sampah yang bermain dengan kehidupan orang lain."
Velgrynd tersenyum tipis, menikmati pemandangan para bangsawan dan pemimpin faksi besar yang kini gemetar di bawah tekanan Rizki.
Rizki mengangkat satu tangannya. "Dengar baik-baik. Aku tidak peduli siapa kalian, seberapa kuat kalian, atau seberapa besar kekuasaan kalian di kota ini. Tapi mulai malam ini..."
Dia menatap langsung ke arah Lord Fendrel, Grandmaster Kieran, dan Baron Geralt.
"...aku adalah ancaman terbesar yang akan menghancurkan kalian satu per satu."
Suasana hening. Tidak ada yang berani bergerak, tidak ada yang berani menantangnya.
Velgrynd mendekati Rizki. "Apa kita harus menghabisi mereka sekarang?"
Rizki tersenyum. "Tidak. Biarkan mereka hidup dalam ketakutan dulu. Aku ingin mereka tidak bisa tidur setiap malam, bertanya-tanya kapan aku akan datang menjemput nyawa mereka."
Setelah berkata begitu, Rizki mengayunkan tangannya dan menciptakan portal hitam di belakangnya.
"Velgrynd, kita pergi."
Velgrynd mengangguk, dan keduanya masuk ke dalam portal, menghilang dari aula yang masih dipenuhi orang-orang yang berlutut dalam ketakutan.
Malam itu, bukan hanya lelang yang terguncang—tetapi seluruh peta kekuasaan di kota ini mulai berubah.
Sebelum Rizki dan Velgrynd masuk ke portal, Rizki mengangkat tangannya perlahan. Mata semua orang di aula masih dipenuhi ketakutan, tetapi tidak ada yang bisa bergerak karena tekanan gravitasinya masih menekan mereka.
Velgrynd mengangkat alis. "Apa lagi yang kau rencanakan?"
Rizki tidak menjawab, hanya memusatkan kekuatannya ke udara. "[Dimension Break - Travel]"
Seketika, sebuah energi luar biasa mulai mengalir di sekitar Rizki. Ruang di sekitarnya bergetar seolah dunia itu sendiri merespons kehadirannya.
Dalam sekejap, gelang-gelang perbudakan yang mengikat para tawanan di aula langsung retak dan hancur berkeping-keping tanpa perlawanan. Para budak yang sebelumnya terikat langsung terkejut, tubuh mereka gemetar saat menyadari bahwa belenggu mereka telah lenyap.
Elf berambut perak yang tadi dilelang menatap tangannya sendiri, matanya membelalak. "A-aku bebas...?"
Namun, Rizki belum selesai. Dia mengayunkan tangannya ke udara, menciptakan portal bercahaya yang muncul di belakang setiap mantan budak.
"[Dimensional Pathway]"
Portal-portal itu terhubung langsung ke tempat asal mereka masing-masing—hutan elf, desa manusia, dan berbagai lokasi lain yang telah mereka tinggalkan karena perbudakan.
Para mantan budak menatap Rizki dengan penuh haru. Salah satu dari mereka berlutut. "Terima kasih... Terima kasih, Tuan!"
Rizki hanya menatap mereka sebentar, lalu berbicara dengan suara dingin. "Pergilah. Kalian tidak perlu berterima kasih kepadaku. Aku hanya mengambil kembali sesuatu yang seharusnya tidak pernah dicuri."
Para mantan budak pun mulai memasuki portal satu per satu, pulang ke tempat asal mereka dengan penuh haru.
Namun, saat itu juga, Lord Fendrel, pemimpin Aliansi Pedagang Gelap, menggertakkan giginya. Dia mencoba berdiri meskipun tubuhnya masih gemetar. "Kau... kau pikir kau bisa begitu saja mengubah aturan di kota ini?! Kau sudah membuat musuh dari seluruh kekuatan di sini!"
Rizki menatapnya tanpa ekspresi. Lalu, dalam sekejap, dia mengangkat tangannya dan menciptakan tekanan luar biasa yang membuat Lord Fendrel langsung jatuh berlutut lagi, wajahnya penuh ketakutan.
"Kau salah satu yang paling berisik." Rizki mendekat dengan santai. "Aku tidak peduli dengan aturan kalian. Sekarang dengarkan baik-baik."
Suasana di aula semakin mencekam. Semua orang menahan napas.
"Mulai malam ini, jika aku mendengar ada lagi yang diperdagangkan sebagai budak, aku akan menghancurkan seluruh organisasi yang terlibat. Tidak peduli seberapa besar, tidak peduli siapa pun yang mendukungnya."
Mata Rizki bersinar dingin. "Aku akan memastikan kalian semua merasakan kehancuran sebelum kematian."
Lord Fendrel tidak bisa berkata-kata. Tubuhnya gemetar. Matanya penuh ketakutan.
Rizki kemudian berbalik dan menatap Velgrynd. "Sekarang kita pergi."
Tanpa menunggu jawaban, Rizki dan Velgrynd melangkah ke dalam portal, meninggalkan aula yang dipenuhi orang-orang yang masih gemetar dalam ketakutan.
Malam itu, legenda baru mulai tersebar di dunia bawah kota ini.
Sebuah sosok yang tidak tunduk pada aturan siapa pun.
Sebuah ancaman yang tidak bisa dilawan.
Dan sebuah nama yang akan menghantui mereka selamanya—Rizki.
Setelah keluar dari portal, Rizki dan Velgrynd muncul di sebuah bukit yang tak jauh dari kota. Angin malam berhembus lembut, membawa aroma hutan yang menyegarkan.
Velgrynd menatap Rizki, lalu menyilangkan tangannya. "Jadi, apa rencanamu selanjutnya?"
Rizki menatap langit yang dipenuhi bintang. "Kita istirahat dulu di penginapan. Aku yakin Vexar dan kelompoknya tidak akan diam saja setelah kejadian ini."
Velgrynd menghela napas. "Kau sadar, kan? Tindakanmu tadi sudah membuatmu menjadi musuh utama para bangsawan di kota ini."
Rizki tersenyum tipis. "Dan itu bagian dari rencanaku."
Velgrynd mendengus kecil, lalu berjalan di sampingnya saat mereka mulai menuju kota.
Penginapan
Begitu mereka masuk ke dalam kamar di penginapan, Rizki langsung duduk di kursi, sementara Velgrynd bersandar di dinding dengan tangan terlipat.
Athena pun memberikan notifikasi.
{Konfirmasi: Banyak mata-mata di kota sedang mencari informasi tentang Master.}
Rizki menghela napas. "Seperti yang kuduga. Mereka pasti akan berusaha mencari kelemahanku."
Velgrynd menatapnya dengan tajam. "Lalu? Apa kau ingin membiarkan mereka begitu saja?"
Rizki tersenyum. "Tentu saja tidak. Aku akan memberikan mereka sesuatu yang lebih menakutkan daripada yang mereka duga."
Velgrynd mengangkat alis. "Kau benar-benar menikmati ini, ya?"
Rizki menatapnya sebentar, lalu berdiri dan berjalan ke jendela, menatap kota yang masih diterangi lampu-lampu di malam hari.
"Aku tidak menikmati ini, Velgrynd." suaranya lebih tenang. "Tapi dunia ini butuh perubahan. Dan jika aku harus menjadi monster untuk menghancurkan para bajingan itu, maka aku tidak akan ragu."
Velgrynd terdiam. Ada sesuatu dalam suara Rizki yang membuatnya merasakan sesuatu yang berbeda.
Dia mendekat, berdiri di sampingnya. "Kau benar-benar berbeda dari manusia lainnya..."
Rizki menoleh padanya. "Kenapa? Kau tertarik padaku?" dia berkata dengan nada menggoda.
Velgrynd mendengus kecil, tetapi ada sedikit warna merah di pipinya. "Jangan terlalu percaya diri."
Namun, di balik kata-kata itu, ada sesuatu yang lain dalam tatapan Velgrynd. Sesuatu yang tidak pernah dia rasakan sebelumnya—sebuah ketertarikan yang tidak bisa dia jelaskan.
Dan malam itu, meskipun ancaman di luar semakin besar, di dalam kamar kecil penginapan itu, benih sebuah hubungan yang lebih dalam mulai tumbuh di antara mereka.
Malam semakin larut, dan keheningan menyelimuti kamar penginapan tempat Rizki dan Velgrynd berada. Cahaya bulan yang masuk melalui jendela memberikan suasana remang yang hangat, membentuk bayangan lembut di ruangan itu.
Velgrynd bersandar di dinding, menatap Rizki dengan mata yang penuh dengan emosi yang bercampur. Ada sesuatu dalam dirinya yang bergejolak—sesuatu yang baru dan sulit dijelaskan.
Rizki, yang duduk di tepi tempat tidur, mengamati ekspresi Velgrynd dengan tenang. "Kau kelihatan tidak seperti biasanya," katanya sambil menyandarkan tubuhnya ke belakang.
Velgrynd mendengus, tetapi wajahnya masih sedikit memerah. "Hmph, jangan terlalu banyak bicara, manusia."
Namun, dalam beberapa langkah ringan, dia sudah berada tepat di hadapan Rizki. Udara di antara mereka terasa lebih panas, seolah ada ketegangan yang membakar.
Rizki mengangkat alis. "Apa kau tertarik padaku, Velgrynd?"
Velgrynd tidak langsung menjawab. Dia menatap Rizki dalam-dalam, lalu perlahan menurunkan dirinya hingga wajah mereka hampir sejajar. Napasnya terasa hangat di kulit Rizki.
"Tertarik? Hmph..." Velgrynd menyipitkan matanya, tetapi ada sedikit senyum samar di bibirnya. "Mungkin aku hanya ingin tahu... seberapa kuat seorang manusia yang bisa menyaingi True Dragon dalam segala hal."
Rizki tersenyum tipis. "Dalam segala hal, ya?"
Dalam sekejap, dia menarik Velgrynd lebih dekat, membuatnya sedikit terkejut. Namun, alih-alih menolak, Velgrynd malah menatapnya lebih dalam, seolah menantangnya untuk melangkah lebih jauh.
"Kalau begitu, kenapa tidak kau buktikan sendiri?" suara Rizki terdengar lebih rendah dan dalam.
Dan dalam sekejap, jarak di antara mereka menghilang sepenuhnya.
(Fade to Black...)
Malam itu, di dalam kamar penginapan yang sunyi, bukan hanya kekuatan mereka yang diuji, tetapi juga sesuatu yang lebih dalam—sesuatu yang mungkin jauh lebih berbahaya daripada pertempuran mana pun yang pernah mereka hadapi.
Malam di kota masih sunyi, tetapi di dalam kamar penginapan, suasana terasa lebih hangat daripada sebelumnya.
Rizki menatap Velgrynd yang kini duduk di tepi tempat tidur, wajahnya terlihat berbeda dari biasanya. Tidak ada ekspresi angkuh atau dingin seperti saat mereka bertarung atau berbicara, hanya ada kehangatan yang tersembunyi di balik matanya.
"Kenapa kau menatapku seperti itu?" Velgrynd bertanya, mencoba terdengar santai, tetapi Rizki bisa mendengar nada gugup di suaranya.
Rizki tersenyum, lalu mendekatinya perlahan. "Karena aku melihat sisi lain dari Velgrynd yang biasanya tidak kau tunjukkan."
Velgrynd menundukkan pandangannya sebentar sebelum mendongak lagi. "Dan kalaupun itu benar, lalu apa?"
Alih-alih menjawab dengan kata-kata, Rizki mengulurkan tangannya, menyentuh pipi Velgrynd dengan lembut. Kulitnya terasa hangat, sehangat api yang menjadi bagian dari dirinya. Velgrynd terkejut sejenak, tetapi tidak menolak.
"Aku hanya ingin memastikan," suara Rizki terdengar lebih pelan, hampir seperti bisikan. "Bahwa kau ada di sini bukan karena keterpaksaan... tetapi karena kau juga menginginkannya."
Velgrynd menatapnya dengan mata yang berkilat dalam cahaya bulan. Ada pergulatan dalam dirinya, antara harga diri sebagai True Dragon dan sesuatu yang lebih dalam—perasaan yang perlahan tumbuh sejak pertemuan mereka.
Setelah beberapa saat yang terasa begitu panjang, dia akhirnya menghela napas dan berkata dengan suara lebih lembut dari sebelumnya.
"Bodoh... tentu saja aku menginginkannya."
Perkataannya belum selesai ketika Rizki menariknya ke dalam pelukan, membiarkan kehangatan mereka menyatu dalam kesunyian malam. Tidak ada lagi kata-kata, hanya napas mereka yang terdengar dalam keheningan, seiring dengan sentuhan yang semakin erat.
Velgrynd, yang biasanya begitu dominan, membiarkan dirinya tenggelam dalam momen itu.
Di bawah cahaya bulan yang menyinari kamar mereka, sesuatu yang lebih dari sekadar ketertarikan terbentuk—sebuah ikatan yang tidak akan terputus oleh waktu atau dunia mana pun yang mereka tempati.
Cahaya matahari pagi mulai masuk melalui jendela kamar penginapan, menerangi ruangan yang masih sunyi. Udara terasa hangat, dan hanya suara burung yang berkicau di luar yang mengisi keheningan.
Rizki perlahan membuka matanya, merasakan tubuhnya sedikit kaku setelah malam yang panjang. Dia menoleh ke samping dan melihat Velgrynd masih tertidur, tubuhnya sebagian tertutup selimut tipis.
Wajahnya terlihat jauh lebih tenang daripada biasanya—tidak ada ekspresi angkuh, tidak ada ketegangan. Hanya seorang wanita yang tampak damai dalam tidurnya.
Rizki tersenyum kecil, lalu mengulurkan tangan untuk menyibakkan beberapa helai rambut biru tuanya yang jatuh menutupi wajahnya. Sentuhan ringan itu membuat Velgrynd menggerakkan tubuhnya sedikit, sebelum akhirnya membuka mata emasnya yang tajam.
"Kau sudah bangun?" suaranya masih terdengar malas, tetapi ada nada lembut di dalamnya yang jarang terdengar.
Rizki mengangguk. "Kau kelihatan lebih santai dari biasanya."
Velgrynd menatapnya sebentar sebelum mendengus kecil dan berguling ke samping, membelakanginya. "Hmph, jangan terlalu banyak bicara. Aku masih mengantuk."
Rizki terkekeh pelan. "Tapi kita tidak bisa terus di sini. Masih ada banyak hal yang harus kita lakukan."
Velgrynd tetap diam beberapa saat, lalu akhirnya bergumam dengan suara yang hampir tidak terdengar.
"Bodoh... beri aku lima menit lagi."
Mendengar itu, Rizki hanya bisa tersenyum dan menatap langit-langit kamar, membiarkan kehangatan pagi ini menjadi momen yang hanya mereka berdua yang tahu.
Namun, di balik ketenangan ini, dia tahu bahwa dunia luar masih menunggu—dan tantangan berikutnya sudah semakin dekat.
Setelah beberapa menit berlalu dalam kehangatan pagi, Rizki akhirnya bangkit dari tempat tidur, mengenakan kembali pakaiannya dengan tenang. Dia menatap Velgrynd yang masih berbaring, wajahnya terlihat lebih rileks dari sebelumnya.
Rizki menoleh dan tersenyum. "Sepertinya aku bangun lebih dulu."
Velgrynd duduk tegak, lalu meregangkan tubuhnya sedikit. "Hari ini kita mau apa?"
Rizki berpikir sejenak. "Pertama, kita sarapan di lantai bawah. Setelah itu, kita ke guild. Aku ingin tahu seberapa besar pengaruh kekacauan tadi malam terhadap kota ini."
Velgrynd mengangguk. "Terdengar masuk akal."
Mereka pun bersiap-siap, lalu turun ke lantai bawah untuk menikmati sarapan. Namun, sebelum mereka sempat menikmati makanan dengan tenang, seorang pria dengan jubah hitam masuk ke dalam penginapan dan langsung berjalan ke arah mereka.
"Kau Rizki, bukan?" suaranya dalam dan penuh tekanan.
Rizki meletakkan cangkir tehnya dengan tenang, menatap pria itu tanpa ekspresi. "Siapa yang bertanya?"
Pria itu tersenyum tipis. "Tuan Vexar ingin berbicara denganmu. Aku menyarankan agar kau tidak menolak."
Velgrynd mendengus, tatapannya penuh kewaspadaan. "Dan kalau kami menolak?"
Pria itu menyeringai. "Maka kau akan kehilangan kesempatan untuk mengetahui siapa dalang sebenarnya di balik semua yang terjadi di kota ini."
Rizki dan Velgrynd saling bertukar pandang. Tawaran itu terdengar menarik, tetapi mereka tahu pasti ada jebakan di baliknya.
Setelah beberapa detik hening, Rizki akhirnya tersenyum tipis. "Baiklah. Tunjukkan jalannya."
Hari baru saja dimulai, dan badai yang lebih besar sudah menanti mereka.
Rizki dan Velgrynd mengikuti pria berjubah hitam keluar dari penginapan. Matahari pagi bersinar terang, namun suasana di jalanan terasa berbeda dari biasanya. Para warga tampak lebih berhati-hati, seolah ada sesuatu yang membuat mereka waspada.
Velgrynd berjalan di samping Rizki, tangannya terlipat. "Kau yakin ini ide bagus? Ini jelas jebakan."
Rizki tersenyum santai. "Tentu saja. Tapi justru karena itu aku ingin melihat seberapa besar permainan mereka."
Pria berjubah hitam itu hanya melirik mereka tanpa berkata apa-apa, lalu terus berjalan melewati beberapa gang sempit di kota. Mereka akhirnya tiba di sebuah mansion besar yang tersembunyi di bagian terpencil kota.
Dua penjaga berdiri di depan gerbang, menatap mereka dengan waspada. Namun, begitu melihat pria berjubah hitam, mereka langsung membuka pintu tanpa bertanya.
Saat masuk ke dalam, Rizki langsung menyadari sesuatu—udara di dalam mansion ini terasa berat. Ada kekuatan sihir yang mengalir di seluruh ruangan, seolah tempat ini dipenuhi perangkap tak kasat mata.
"Hmph, tempat yang menarik," pikirnya.
Mereka dibawa ke sebuah aula besar dengan lampu kristal menggantung di langit-langit. Di ujung ruangan, seorang pria dengan pakaian bangsawan duduk di singgasananya.
Vexar.
Tatapan tajamnya langsung tertuju pada Rizki dan Velgrynd saat mereka memasuki ruangan.
"Jadi, kau akhirnya datang," katanya dengan nada dingin.
Rizki tetap tenang. "Aku penasaran dengan apa yang ingin kau bicarakan."
Vexar tersenyum tipis, lalu mengangkat cangkir anggur di tangannya. "Kau telah membuat kekacauan besar di kotaku, membebaskan budak, dan menghancurkan bisnis banyak pihak berpengaruh. Apa kau tahu berapa banyak yang ingin melihat kepalamu terpenggal?"
Rizki menyeringai. "Dan apa kau salah satu dari mereka?"
Vexar tertawa kecil. "Tidak. Sebenarnya, aku terkesan. Aku ingin menawarkan sesuatu padamu."
Velgrynd menyipitkan mata. "Penawaran apa?"
Vexar meletakkan cangkir anggurnya, lalu bersandar ke kursinya. "Bekerja untukku."
Ruangan menjadi sunyi sejenak.
Rizki tertawa kecil. "Kau ingin aku bekerja untukmu setelah semua yang terjadi?"
Vexar tersenyum penuh percaya diri. "Aku tidak bodoh. Aku tahu kau bukan orang biasa. Aku tidak peduli siapa kau sebenarnya, tapi kekuatan seperti milikmu lebih baik berada di sisiku daripada menjadi musuhku."
Rizki menatapnya sebentar, lalu menghela napas. "Maaf, tapi aku tidak tertarik bekerja di bawah orang yang membiarkan perbudakan terjadi."
Ekspresi Vexar tetap tenang, tetapi ada kilatan tajam di matanya. "Itu jawaban yang disayangkan."
Tiba-tiba, tekanan sihir di ruangan meningkat drastis. Beberapa sosok bermantel muncul di sekeliling mereka, mengeluarkan aura membunuh.
Velgrynd mengangkat alis. "Jadi begini caramu membujuk orang?"
Vexar tersenyum dingin. "Jika kau tidak bisa diajak bernegosiasi, maka aku harus memastikan kau tidak menjadi ancaman."
Rizki menatap sekeliling, lalu tersenyum tipis. "Kau benar-benar membuat ini mudah bagiku."
Tiba-tiba, atmosfer di ruangan berubah drastis. Mata Rizki bersinar tajam, dan aura mengerikan mulai keluar dari tubuhnya, membuat semua orang kecuali Velgrynd merasa sesak napas.
"Baiklah, kalau begitu aku akan menunjukkan padamu... kenapa menantangku adalah kesalahan besar."
Ruangan itu seketika bergetar, menandakan bahwa pertempuran besar akan segera dimulai.
Ruangan bergetar hebat, tekanan sihir yang dilepaskan Rizki membuat semua orang di sekitarnya terdiam. Mata Vexar melebar sedikit, menyadari bahwa dia telah membuat keputusan yang salah.
Velgrynd berdiri di samping Rizki dengan tangan terlipat, ekspresinya tetap tenang. "Kau mau menyelesaikannya dengan cepat?" tanyanya.
Rizki mengangkat tangannya perlahan, lalu menjentikkan jarinya.
"[Nothing]."
Saat itu juga, sekelilingnya menjadi hening.
Para penyihir yang mengelilingi mereka tidak sempat bereaksi—tubuh mereka langsung menghilang tanpa suara, seolah mereka tidak pernah ada di dunia ini. Tidak ada jeritan, tidak ada perlawanan. Mereka lenyap dalam sekejap.
Dinding-dinding mansion mulai retak, lantai di bawah kaki mereka bergetar, dan aura mengerikan menyelimuti ruangan. Vexar yang semula percaya diri, kini merasakan ketakutan yang luar biasa.
Dia mencoba bangkit, tetapi tubuhnya tidak bisa bergerak. "T-Tunggu! Aku bisa menawarkan sesuatu yang lebih menguntungkan!" serunya dengan suara gemetar.
Rizki menatapnya tanpa ekspresi. "Aku sudah memberi kesempatan."
Vexar merasakan sesuatu menariknya. Tubuhnya mulai larut ke dalam ketiadaan, perlahan-lahan menghilang seperti debu yang tertiup angin.
"T-Tidak! Aku—!!"
Dalam hitungan detik, dia lenyap tanpa jejak. Mansion yang dulunya megah mulai runtuh, seakan keberadaannya sendiri ditolak oleh dunia ini.
Velgrynd menghela napas. "Seperti biasa, kau tidak pernah setengah-setengah."
Rizki hanya menyeringai kecil. "Kurasa kita sudah selesai di sini."
Saat itu, Athena berbicara dalam pikirannya.
{Konfirmasi: Semua individu yang terlibat dalam aktivitas ilegal di mansion telah dihapus. Tidak ada jejak yang tersisa.}
Rizki mengangguk. "Bagus. Ayo pergi sebelum tempat ini benar-benar runtuh."
Dengan satu langkah ringan, mereka berdua menghilang dari tempat itu, meninggalkan mansion yang kini tidak lebih dari kehampaan.
Setelah menghapus keberadaan Vexar dan seluruh mansionnya, Rizki dan Velgrynd menggunakan [Dimension Break - Travel] untuk kembali ke kerajaan Axel.
Dalam sekejap, mereka muncul di tengah kota yang ramai. Jalanan dipenuhi pedagang yang menjajakan barang dagangan, petualang yang bercanda dengan rekan-rekannya, dan warga yang menjalani kehidupan sehari-hari tanpa mengetahui betapa besarnya kekacauan yang baru saja Rizki selesaikan.
Velgrynd meregangkan tubuhnya sedikit dan menghela napas. "Setidaknya, tempat ini terasa lebih hidup dibandingkan mansion itu."
Rizki melirik sekeliling. "Ya, tapi kita tidak bisa lengah. Bisa saja ada pihak lain yang mengawasi kita setelah kejadian tadi."
Mereka berjalan menuju guild petualang, tempat yang selalu ramai dengan para petualang yang berdiskusi, mengambil misi, atau sekadar minum. Begitu mereka masuk, beberapa orang menoleh, tapi tidak ada yang menunjukkan tanda-tanda mencurigakan.
Di meja bar, Kazuma dan kelompoknya duduk dengan santai. Aqua sedang berceloteh tentang sesuatu, Megumin terlihat bosan, dan Darkness tampak merah padam karena pembicaraan yang entah bagaimana mengarah ke hal-hal mesum.
Kazuma melirik Rizki dan Velgrynd, lalu mendecakkan lidah. "Kalian kembali juga akhirnya. Kupikir kalian sudah tersesat di dunia lain atau semacamnya."
Rizki menyeringai. "Yah, ada sedikit urusan yang harus diselesaikan."
Kazuma mengangkat alis. "Urusan seperti apa?"
Velgrynd hanya tersenyum tipis. "Yang tidak perlu kau ketahui."
Kazuma hanya menghela napas. "Terserah. Aku juga tidak mau ikut campur kalau berurusan dengan orang kuat seperti kalian."
Aqua tiba-tiba bersandar di meja dengan ekspresi sok penting. "Tapi kalau kalian butuh bantuan Dewi yang luar biasa ini, aku mungkin bisa mempertimbangkan untuk menolong kalian!"
Rizki dan Velgrynd hanya saling bertukar pandang sebelum tertawa kecil.
"Untuk saat ini, kita istirahat dulu." kata Rizki, duduk di kursi kosong.
Meskipun ada banyak hal yang masih harus dilakukan, setidaknya untuk saat ini, mereka bisa menikmati ketenangan di Axel—sebelum kekacauan lain datang menghampiri.
Setelah kembali ke Axel, Rizki dan Velgrynd menikmati waktu mereka di guild petualang. Velgrynd memesan minuman, sementara Rizki bersandar di kursinya, memperhatikan sekeliling dengan santai.
Namun, di tengah suasana santai itu, Athena tiba-tiba berbicara dalam pikirannya.
{Peringatan: Aktivitas sihir abnormal terdeteksi di sekitar kerajaan Axel. Potensi ancaman: Tinggi.}
Rizki langsung menyipitkan mata. "Sepertinya kita belum bisa benar-benar santai."
Velgrynd yang menyadari perubahan ekspresi Rizki langsung bertanya, "Ada masalah?"
Rizki mengangguk pelan. "Athena mendeteksi sesuatu. Ada aktivitas sihir abnormal di sekitar kerajaan ini."
Velgrynd meletakkan cangkirnya dan menyandarkan punggungnya ke kursi. "Apa kau ingin mengeceknya sekarang?"
Rizki berpikir sejenak, lalu mengangguk. "Lebih baik kita selidiki sebelum sesuatu yang lebih besar terjadi."
Kazuma yang mendengar percakapan mereka ikut penasaran. "Hei, hei, tunggu sebentar. Maksudmu ada sesuatu yang aneh di kota ini?"
Aqua langsung panik. "Jangan bilang itu iblis! Aku tidak mau berurusan dengan iblis lagi!"
Megumin justru bersemangat. "Kalau itu sesuatu yang bisa diledakkan, aku ikut!"
Darkness menggenggam tangannya erat. "Jika ini adalah ancaman bagi kerajaan, sebagai ksatria, aku tidak bisa tinggal diam!"
Rizki hanya menghela napas melihat reaksi mereka. "Belum jelas apa yang terjadi, jadi jangan terlalu panik. Aku dan Velgrynd akan menyelidikinya dulu."
Kazuma mengangkat bahu. "Baiklah, kalau kalian butuh bantuan, jangan ragu untuk memanggil kami."
Tanpa membuang waktu, Rizki dan Velgrynd meninggalkan guild dan berjalan menuju luar kota, mengikuti arah yang ditunjukkan Athena.
{Koordinat sihir abnormal telah ditentukan. Jarak: 3 kilometer di sebelah barat daya Axel.}
Saat mereka tiba di lokasi yang dimaksud, pemandangan yang mereka lihat membuat mereka terdiam sejenak.
Sebuah portal hitam berputar perlahan di udara, mengeluarkan aura yang tidak menyenangkan. Retakan energi menyebar di sekitarnya, menandakan bahwa ini bukan portal biasa.
Velgrynd menatapnya dengan serius. "Ini bukan sihir biasa. Rasanya seperti sesuatu dari luar dunia ini."
Rizki menyipitkan mata. "Sepertinya kita akan segera kedatangan tamu yang tidak diundang."
Tanpa peringatan, sesuatu mulai muncul dari dalam portal. Sosok yang samar terlihat di dalam bayang-bayang energi gelap itu, menandakan bahwa pertempuran baru akan segera dimulai.
Aura gelap yang keluar dari portal semakin intens, membuat udara di sekitar terasa berat. Retakan energi bercahaya ungu menyebar dari pusat portal, seolah menandakan bahwa sesuatu yang kuat akan muncul.
Velgrynd mengerutkan kening. "Energi ini… Aku tidak mengenalnya, tapi jelas bukan berasal dari dunia ini."
Rizki tetap tenang, tetapi matanya tajam, menganalisis setiap detail dengan bantuan Athena.
{Analisis Dimulai…}
Tiba-tiba, suara gemuruh terdengar dari dalam portal, dan sosok perlahan mulai muncul. Itu adalah makhluk humanoid dengan tubuh yang diselimuti oleh armor hitam berkilauan. Matanya bersinar merah, dan di tangannya ada pedang yang memancarkan aura kegelapan.
"Jadi ini tamu kita," gumam Rizki.
Makhluk itu menatap langsung ke arahnya dan berbicara dengan suara dalam dan bergema. "Kau… bukan bagian dari dunia ini, bukan?"
Rizki tersenyum tipis. "Pertanyaan yang sama juga berlaku untukmu."
Velgrynd melangkah maju, aura api merah membara mulai keluar dari tubuhnya. "Siapa kau? Apa tujuanmu datang ke dunia ini?"
Makhluk itu tertawa kecil. "Aku? Aku hanyalah seorang pemburu… dan kebetulan aku menemukan sesuatu yang menarik di sini."
Rizki menyipitkan mata. "Jadi kau datang untuk mencari masalah?"
Tiba-tiba, makhluk itu menghilang dalam sekejap, muncul di depan Rizki dengan kecepatan luar biasa, menebaskan pedangnya. Namun, sebelum pedangnya menyentuh, Rizki mengangkat tangannya dengan santai dan menghentikan serangan itu dengan dua jari.
"Kau terlalu lambat."
Makhluk itu tampak terkejut, tetapi hanya sesaat sebelum ia mundur dengan cepat.
Velgrynd langsung bertindak, menembakkan bola api berwarna biru yang melesat dengan kecepatan tinggi. Namun, makhluk itu menghindar dengan gerakan yang hampir tidak terlihat.
Rizki menatapnya dengan lebih serius. "Kalau kau berpikir bisa bermain-main denganku, maka kau salah besar."
Dia mengangkat tangannya dan mengaktifkan [Authority Void God: The Creator]. Ruang di sekitar mereka bergetar hebat, dan dalam sekejap, gravitasi di area tersebut meningkat berkali-kali lipat. Makhluk itu mendadak sulit bergerak, tubuhnya tertarik ke tanah dengan paksa.
"Apa… ini?" serunya sambil mencoba melawan tekanan gravitasi yang luar biasa.
Rizki berjalan perlahan mendekatinya. "Katakan siapa yang mengirimmu, atau aku akan menghapus keberadaanmu di sini dan sekarang."
Makhluk itu terdiam sejenak, lalu menyeringai. "Hmph… Kau akan segera mengetahuinya sendiri. Kami akan datang… dan dunia ini akan menjadi milik kami."
Mendengar itu, Velgrynd langsung menyerang dengan cakarnya yang diselimuti api. "Jawaban yang salah."
Sebelum serangan itu mengenai, tubuh makhluk itu mulai bergetar dan perlahan menghilang seperti asap.
"Teleportasi?" Rizki bergumam.
{Konfirmasi: Target telah melarikan diri menggunakan metode yang tidak terdeteksi. Tidak ada jejak energi tersisa.}
Velgrynd mengepalkan tinjunya. "Mereka pasti merencanakan sesuatu."
Rizki mengangguk. "Dan kita harus siap menghadapi mereka."
Meskipun musuh telah menghilang, satu hal kini jelas—ada kekuatan dari luar dunia ini yang sedang mengincar mereka. Dan ini baru permulaan.
Setelah insiden dengan makhluk misterius, Rizki dan Velgrynd kembali ke Axel untuk menyusun strategi. Namun, satu hal terus mengganggu pikiran Rizki.
“Makhluk itu… menghilang tanpa jejak, dan Athena pun tidak bisa mendeteksi ke mana perginya.”
Velgrynd duduk di kursi di dalam penginapan mereka, tangannya bersedekap. “Jika mereka benar-benar datang dari luar dunia ini, maka kita perlu persiapan yang lebih serius.”
Rizki mengangguk. “Aku setuju. Dan aku punya ide.”
Dia menutup matanya dan mengaktifkan [Authority Void God: The Creator]. Dalam pikirannya, ia membayangkan sebuah senjata yang dapat mewakili awal dan akhir, sesuatu yang dapat menghapus eksistensi tetapi juga menciptakan kemungkinan baru.
— Senjata yang melampaui konsep waktu dan ruang.
Tiba-tiba, cahaya mulai berkumpul di tangannya, berputar dengan intensitas luar biasa. Partikel energi berwarna emas dan hitam bercampur, membentuk sesuatu yang perlahan mulai mengambil wujud.
Lalu, dalam sekejap, sebuah pistol muncul di tangannya.
Senjata ini memiliki desain yang elegan sekaligus mengerikan. Tubuhnya berwarna emas menyala, melambangkan Alpha – Awal dari segala sesuatu, sementara bagian larasnya menghitam pekat, seperti menyerap cahaya di sekitarnya, mewakili Omega – Akhir dari segala eksistensi.
Pada sisi pistol itu, tertulis sebuah ukiran dalam bahasa yang tidak dapat dibaca manusia biasa:
"Genesis Terminus" – Awal dan Akhir.
Velgrynd melihat senjata itu dengan mata berbinar. “Kau… menciptakan senjata itu hanya dalam hitungan detik?”
Rizki membuka matanya dan merasakan kekuatan luar biasa dari pistol ini. “Senjata ini bukan sekadar alat biasa. Ini adalah manifestasi dari awal dan akhir.”
Dia mengangkatnya ke udara dan mencoba menarik pelatuknya tanpa peluru—
BOOM!
Dalam sekejap, sebuah tembakan tidak terlihat dilepaskan, dan ruang di depan mereka langsung retak seperti kaca yang pecah. Meskipun Rizki menembak ke arah langit, efeknya terasa seperti sesuatu yang benar-benar menghapus bagian kecil dari realitas.
Velgrynd menatap dengan penuh kekaguman. “Senjata yang bisa menembakkan kekosongan… Itu luar biasa.”
Rizki menatap pistol di tangannya dan tersenyum tipis. "Mulai sekarang, aku menyebut senjata ini... Omega Alpha.”
Athena tiba-tiba berbicara di pikirannya.
{Konfirmasi: Senjata Omega Alpha telah terdaftar sebagai entitas unik. Efek: [Absolute Erasure] dan [Reality Rewrite].}
Rizki tersenyum. “Dengan ini, kita punya sesuatu yang bisa menghadapi ancaman apa pun yang datang.”
Namun, jauh di luar dimensi mereka, seseorang—atau sesuatu—sedang memperhatikan.
Dan mereka menyadari bahwa senjata ini… adalah ancaman bagi eksistensi mereka.
Rizki menatap senjata di tangannya, Omega Alpha, yang baru saja diciptakannya. Sebuah senjata yang tidak hanya mewakili awal dan akhir, tetapi juga memiliki kekuatan untuk menghapus realitas itu sendiri.
Velgrynd menatapnya dengan waspada. “Kau benar-benar ingin menguji senjata itu lagi?”
Rizki mengangguk sambil mengangkat pistolnya ke langit. "Aku hanya ingin tahu… apakah ini benar-benar sekuat yang kupikirkan."
Velgrynd menghela napas. “Jangan sampai kau menghancurkan dunia ini.”
Tanpa ragu, Rizki menarik pelatuknya.
—BOOM!
Dalam sekejap, sebuah tembakan tak kasat mata melesat ke langit dengan kecepatan yang tidak dapat diukur. Udara bergetar hebat, angin di sekitar mereka berputar liar, dan seketika langit berubah warna menjadi ungu pekat.
Velgrynd terkejut. "Apa yang kau lakukan…?"
Tembakan itu terus melaju, melewati atmosfer, menembus lapisan dimensi dunia, hingga akhirnya—
Retakan terbentuk di langit.
Langit yang biru kini memiliki celah hitam pekat, seperti kaca yang pecah. Dari celah itu, kilatan cahaya ilahi mulai menyembur, seolah-olah dunia lain telah tersingkap.
Dan di balik celah itu—terlihat sebuah kerajaan emas yang menjulang tinggi di antara awan, dikelilingi oleh cahaya suci yang luar biasa.
Velgrynd menatap dengan mata melebar. “Jangan bilang… kau baru saja menembus tempat tinggal para dewa?”
Athena segera berbicara di pikirannya.
{Konfirmasi: Proyektil telah menembus lapisan realitas ke-9. Dampak langsung terhadap wilayah ‘Sanctum Divinum’ – tempat kediaman para dewa.}
Rizki menyipitkan mata, memperhatikan bagaimana kerajaan itu kini mulai menunjukkan tanda-tanda pergerakan. Dari kejauhan, sosok-sosok bercahaya mulai bermunculan, dan energi suci mulai mengalir ke arah celah di langit.
"Sepertinya aku baru saja menarik perhatian mereka," gumam Rizki.
Velgrynd menatapnya dengan ekspresi campuran antara kagum dan khawatir. “Kau… benar-benar gila.”
Tiba-tiba, dari celah yang telah dibuat oleh tembakan Omega Alpha, terdengar suara yang bergema ke seluruh dunia.
“Makhluk fana… apa yang telah kau lakukan?”
Suara itu dalam dan penuh wibawa, seperti petir yang mengguncang langit.
Dan dalam sekejap, sesosok entitas bercahaya turun dari celah itu, melayang di udara, menatap Rizki dengan tatapan tajam yang penuh dengan kemarahan.
"Kau telah melanggar batas yang seharusnya tidak bisa dilanggar oleh manusia."
Rizki hanya tersenyum tipis, masih memegang Omega Alpha di tangannya. "Kalau begitu, kenapa kau tidak turun ke sini dan menjelaskannya langsung padaku?"
Velgrynd menarik napas dalam-dalam. "Sepertinya kita akan berurusan dengan para dewa sekarang..."
Sosok bercahaya yang turun dari celah di langit menatap Rizki dengan mata penuh kemarahan. Aura suci yang luar biasa menyelimuti tubuhnya, membuat udara di sekitar mereka bergetar.
“Kau telah menodai wilayah para dewa dengan keberadaanmu, makhluk fana. Beraninya kau menembus tempat kami?”
Velgrynd berdiri di samping Rizki, menatap sosok tersebut dengan ekspresi waspada. "Rizki, sebaiknya kita tidak gegabah. Mereka ini bukan lawan sembarangan."
Namun, Rizki justru tersenyum. "Justru karena itu aku ingin mencoba sesuatu."
Dia menatap Omega Alpha di tangannya. Pistol ini memang kuat, tetapi sekarang dia membutuhkan sesuatu yang lebih... sesuatu yang lebih dekat dengan dirinya sendiri.
Dia mengangkat pistolnya ke udara. Cahaya hitam dan emas mulai berputar di sekelilingnya, meresap ke dalam tubuh senjata itu. Struktur senjata perlahan berubah, larasnya memanjang, pegangan berubah bentuk, dan dalam hitungan detik—
Omega Alpha telah berubah menjadi sebuah katana.
Pedang ini tidak seperti pedang biasa. Bilahnya seakan-akan bukan terbuat dari logam, melainkan dari kosmos itu sendiri. Warna hitam pekat menyelimuti bilahnya, tetapi di dalamnya terdapat titik-titik cahaya seperti bintang-bintang di galaksi. Setiap gerakan pedang ini membuat ruang di sekitarnya bergetar, seolah-olah realitas itu sendiri merespons keberadaannya.
Pada bagian gagangnya, terukir dua kata dalam bahasa yang tidak dapat dipahami oleh manusia biasa:
"Alpha & Omega" – Awal dan Akhir.
Velgrynd menatap pedang itu dengan mata melebar. "Pedang itu… seakan-akan seluruh alam semesta terkandung di dalamnya."
Athena segera memberikan analisis di dalam pikiran Rizki.
{Konfirmasi: Senjata Omega Alpha telah berevolusi menjadi Katana of Cosmos – Genesis Terminus. Efek: [Absolute Severance] & [Existence Rewrite].}
Rizki mencengkeram pedangnya dengan satu tangan dan mengarahkannya ke sosok bercahaya di udara.
"Kalau kau ingin menghukumku karena ‘melanggar batas’, silakan. Tapi jangan harap aku akan diam saja."
Sosok ilahi itu menyipitkan matanya, lalu mengangkat tangannya ke langit. Seketika, tombak cahaya raksasa muncul di atasnya, bersinar terang seperti matahari.
"Maka bersiaplah, makhluk fana. Kau telah memanggil murka para dewa."
Rizki hanya tersenyum kecil. Ia mengangkat katana kosmosnya, dan dalam sekejap, seluruh ruang di sekitarnya mulai bergetar hebat.
Pertarungan melawan para dewa… telah dimulai.
Sosok ilahi yang melayang di udara mengangkat tombak cahaya raksasanya, siap melemparkannya ke arah Rizki.
“Makhluk fana yang lancang, kau akan dihapus dari keberadaan!”
Namun, Rizki tetap berdiri tenang. Ia menatap katana kosmik di tangannya, yang kini memancarkan aura hitam pekat bercampur kilauan cahaya bintang. Pedang ini bukan sekadar senjata—ia adalah perwujudan dari awal dan akhir.
Katana Omega Alpha.
Pedang yang dapat menghapus segalanya.
Rizki menghela napas, lalu mengayunkan pedangnya dengan satu tebasan.
—SHRINGGG!!!
Dalam sekejap, segala sesuatu menghilang.
Langit yang sebelumnya bersinar terang kini berubah menjadi kehampaan total. Tidak ada warna, tidak ada cahaya, tidak ada suara—hanya ketiadaan mutlak. Alam para dewa, kerajaan emas yang menjulang tinggi, dan seluruh eksistensi surgawi lenyap dalam sekejap.
Bahkan sang dewa itu sendiri—
Bahkan pencipta mereka semua—
Semuanya terhapus.
Tidak ada jeritan, tidak ada perlawanan. Hanya satu tebasan, dan keberadaan mereka pun tidak pernah ada sejak awal.
Velgrynd menatap pemandangan kosong di sekeliling mereka dengan mata melebar.
“…Ini… mustahil…”
Dunia yang sebelumnya penuh dengan energi suci dan hukum ilahi kini telah menjadi ruang hampa tanpa batas. Seolah-olah segala sesuatu yang pernah ada tidak pernah diciptakan sejak awal.
Rizki menatap pedangnya dengan ekspresi datar.
Athena berbicara di pikirannya.
{Konfirmasi: Semua eksistensi terkait ‘Dewa’, ‘Surga’, dan ‘Pencipta’ telah terhapus. Tidak ada kemungkinan rekonstruksi. Anda kini adalah satu-satunya entitas tertinggi.}
Rizki menghela napas. “Jadi… sekarang aku benar-benar sendirian di puncak?”
Velgrynd menatapnya, masih belum sepenuhnya memahami seberapa besar kekuatan yang telah Rizki capai.
Namun satu hal yang pasti—dunia ini kini hanya milik Rizki seorang.
Rizki menatap kehampaan di sekelilingnya. Tidak ada langit, tidak ada bumi, tidak ada bintang, tidak ada waktu. Hanya ketiadaan mutlak.
Satu tebasan telah menghapus segalanya—para dewa, tempat tinggal mereka, bahkan pencipta tertinggi sekalipun. Tidak ada yang tersisa.
Velgrynd berdiri di sampingnya, masih memproses apa yang baru saja terjadi. "Jadi... semuanya sudah berakhir?"
Athena berbicara di pikirannya.
{Konfirmasi: Seluruh eksistensi yang terkait dengan konsep ‘dewa’ dan ‘penciptaan’ telah dihapus. Tidak ada kemungkinan rekonstruksi kecuali Anda menginginkannya.}
Rizki terdiam. Tangannya masih menggenggam Katana Omega Alpha, pedang yang kini tidak hanya mewakili awal dan akhir, tetapi juga segala sesuatu di antaranya.
Dia menutup matanya sejenak.
"Jadi, aku benar-benar yang terkuat sekarang..."
Velgrynd menatapnya dengan ekspresi yang sulit dibaca. "Apa kau puas?"
Rizki tidak langsung menjawab. Dia mendongak ke atas—ke kehampaan tanpa batas yang kini ada di bawah kendalinya sepenuhnya.
Dia bisa menciptakan kembali semuanya.
Atau membiarkan dunia tetap kosong seperti ini selamanya.
Namun, setelah beberapa saat, dia hanya tertawa kecil.
"Puas, ya? Aku sendiri tidak yakin."
Velgrynd menatapnya, lalu tersenyum tipis. "Kalau begitu, apa yang akan kau lakukan sekarang?"
Rizki berpikir sejenak. Jika dia benar-benar memiliki kuasa absolut… maka dunia ini bisa dia bentuk ulang sesuka hatinya.
Dia bisa menciptakan kembali para dewa.
Dia bisa membangun kembali surga dan dunia.
Atau… dia bisa menciptakan sesuatu yang sepenuhnya baru.
Dia menatap Velgrynd. Gadis itu masih menunggunya dengan sabar.
Akhirnya, Rizki tersenyum.
"Aku akan menciptakan dunia baru. Tapi kali ini… dunia yang lebih baik."
Dan dengan satu ayunan pedangnya—eksistensi kembali diciptakan.
Dengan satu ayunan pedang, kehampaan mulai berubah. Seakan-akan kanvas kosong mulai diwarnai oleh tangan sang pelukis, dunia baru perlahan terbentuk.
Langit kembali muncul, membentang luas dengan semburat warna yang lebih indah dari sebelumnya. Bintang-bintang bermunculan, berkilauan dengan cahaya yang tak pernah redup. Di bawahnya, daratan dan lautan terbentuk, membentang sejauh mata memandang. Gunung menjulang tinggi, hutan hijau menyebar dengan kehidupan, dan sungai-sungai mengalir dengan kejernihan yang tak terbayangkan.
Rizki mengayunkan pedangnya sekali lagi.
Bangsa-bangsa pun lahir.
Kota-kota megah berdiri di atas tanah yang subur. Kastil yang menjulang tinggi, desa-desa yang damai, dan pelabuhan yang ramai muncul dari kehampaan. Umat manusia dan berbagai ras lain kembali ada, tapi kali ini tanpa belenggu kehendak para dewa yang dulu mengatur takdir mereka.
Velgrynd menyaksikan semuanya dengan mata berbinar. "Ini… luar biasa."
Rizki tersenyum kecil. "Dunia ini tidak akan sempurna. Akan tetap ada konflik, tantangan, dan pertumbuhan. Tapi kali ini, tidak ada ‘tangan ilahi’ yang akan mengontrol mereka. Dunia ini adalah milik mereka sendiri."
Athena berbicara di pikirannya.
{Konfirmasi: Dunia baru telah tercipta. Sistem fundamental telah diatur ulang sesuai dengan keinginan Master. Tidak ada entitas ilahi yang dapat mengganggu eksistensi ini kecuali Master sendiri.}
Rizki mengangguk puas. "Bagus."
Namun, saat dia berpikir semuanya telah selesai, Velgrynd menatapnya dengan ekspresi ragu-ragu. "Lalu… bagaimana dengan kita?"
Rizki menoleh ke arahnya. "Maksudmu?"
Velgrynd melangkah mendekat, menatap langsung ke matanya. "Sekarang kau adalah satu-satunya entitas tertinggi. Tidak ada yang bisa menandingi keberadaanmu. Tapi… apa kau ingin hidup sendirian di dunia ini?"
Rizki terdiam sejenak. Kata-kata itu memiliki makna lebih dalam dari sekadar pertanyaan biasa.
Dia melihat dunia yang baru saja dia ciptakan. Dunia yang sempurna, penuh dengan kemungkinan tak terbatas. Namun, apa artinya semua ini jika dia tidak memiliki seseorang untuk berbagi?
Dia menatap Velgrynd.
"Tidak… aku tidak ingin sendirian."
Velgrynd tersenyum tipis. "Kalau begitu, jangan hanya menciptakan dunia untuk orang lain. Ciptakan juga tempat untuk dirimu sendiri… dan untuk kita."
Rizki tersenyum. Untuk pertama kalinya sejak dia mencapai puncak segalanya, dia merasa ada sesuatu yang benar-benar dia inginkan.
Dengan satu gerakan tangannya—sebuah tempat muncul di dunia yang baru ini. Sebuah istana megah, berdiri di tengah lautan bintang, jauh di atas dunia yang baru diciptakan.
Tempat bagi dirinya. Tempat bagi Velgrynd. Tempat bagi mereka yang ingin menemani perjalanan abadi ini.
Dunia telah diciptakan kembali.
Namun, perjalanan Rizki baru saja dimulai.
(Catatan: saat Rizki melakukan tebasan dunia konosuba hancur dan menghilang, tapi di ciptakan kembali oleh Rizki, dan mereka tidak ingat siapa Rizki Sebenarnya kecuali kazuma)
~The End~