➖TATA➖
TARIAN TAKDIR|| AeVai
•
•
•
•••
"Kebahagiaan itu sederhana, cukup dengan melihat senyum orang yang kita hargai, semuanya akan menjadi lebih indah."
•••
Langit mulai menunjukkan perubahan, warna jingga menyebar menghiasi hangatnya sore itu. Hari sudah beranjak petang, namun semangat sepasang teman itu tidak juga memudar.
"Vai, kenceng banget!"
Anto tertawa lepas, tak peduli meski keceriaannya terdengar oleh pengendara lain. Bahkan ia sedikit membungkukkan tubuhnya, menempelkan pipinya pada punggung Aegis. Tangan Anto melingkar erat di pinggang Aegis, tak peduli dengan posisi yang agak canggung itu.
Dari balik helm full-face, Aegis tersenyum tipis. Ia menambah laju motor, menikmati sensasi angin sore yang menerpa wajahnya. Suara tawa Anto semakin menggelegar, seolah menyatu dengan hembusan angin yang menenangkan.
Motor mereka melaju mendekati keramaian. Lampu-lampu yang berkelap-kelip, tenda-tenda berwarna cerah, serta hiruk-pikuk suara pedagang dan pengunjung menciptakan suasana yang hidup.
"Tempat apa ini?" gumam Aegis, sambil menghentikan motor di pinggir jalan.
"Ini pasar malam, Vai! Kamu mau turun, gak? kita kesana, yok!" ajak Anto riang. Ia tidak heran saat Aegis bertanya, karena memang orang-orang seperti gadis itu jarang mengetahui tempat seperti ini.
"Okey," jawab Aegis sambil menghidupkan motor lagi dan mencari area parkir.
Setelah motor tersebut diparkirkan dengan rapi, Anto turun dengan semangat. Mereka menaruh helmnya di stang, tanpa takut ada yang mencurinya nanti.
"Pakai sweater dulu, biar nutupin seragam," kata Anto sambil mengenakan sweater kuning cerah.
Aegis mengangguk, memandangi Anto yang sudah mengenakan sweater dengan warna cerah tersebut. Sementara itu, Aegis sendiri sudah mengenakan hoodie sejak di sekolah tadi, hoodie berwarna navy yang cukup nyaman, menutupi seragam sekolahnya. Kemudian mereka berdua pergi dari tempat parkir itu.
Anto meraih tangan Aegis dengan cepat, menariknya menuju keramaian. Aegis mengikuti langkahnya, meski dalam hati ia merasa sedikit heran dengan kegembiraan yang begitu besar dari Anto.
"Padahal hanya ke tempat seperti ini saja, tapi Anto benar-benar gembira' pikir Aegis.
Mereka melewati berbagai stan makanan, permainan, hingga akhirnya berhenti di sebuah kedai yang menjual takoyaki.
"Takoyaki! Kita makan itu, Vai!" seru Anto dengan mata berbinar, tidak sabar melihat stan takoyaki di depannya.
Aegis tersenyum dan mengangguk. "Oke, boleh juga," jawabnya, mengikuti langkah Anto menuju ke stan.
Mereka memesan takoyaki dan duduk di bangku yang tersedia. Anto terlihat sangat menikmati setiap suapan takoyaki, bahkan mulutnya yang penuh dengan makanan tak bisa menghentikan tawa riangnya. Aegis hanya tersenyum melihatnya, merasa sedikit terhibur dengan keceriaan Anto yang tak terbendung.
Setelahnya, Anto mengajak Aegis ke suatu permainan. Permainan dimana jika pembeli bisa memasukkan gelang ke dalam botol, maka dia bisa mendapatkan hadiah berupa boneka.
"Kamu liat ya, Vai, aku bakal ngasih kamu hadiahnya kalo menang." ujar Anto memegang beberapa gelang.
"Oke, aku tunggu ya," balas Aegis tersenyum lembut. Ia berdiri tak jauh dari Anto sambil melipat tangannya di dada.
Aegis memperhatikan sekitar, suasana pasar malam yang ramai dan penuh warna itu memang cukup menarik. Di dunianya tidak ada tempat seperti ini, bahkan untuk berkumpul dan bersenang-senang bersama tidak ada. Setelah memasuki dunia novel ini, Aegis merasa hidupnya benar-benar lebih berwarna, terutama dengan Anto yang selalu antusias bersamanya.
"Udah ada yang masuk?" tanya Aegis terkekeh kagum melihat kegigihan Anto.
"Belum, sebentar ya, Vai." Anto kembali memasukkan gelang tersebut, tapi tetap tidak ada yang masuk. Hal ini membuatnya cukup kecewa dan malu, terlebih kepada abangnya yang menatapnya intens.
"Semangat ya," ujar Aegis lembut, memberikan dukungan dengan mengelus rambut Anto.
Anto mengangguk semangat. "Vai, liat, deh! Aku hampir berhasil tadi!" serunya, menggoyangkan gelang di tangan sambil berusaha sekali lagi.
Tetapi, setelah beberapa percobaan lagi, gelang itu masih gagal masuk. "Aduh, ternyata susah ya," kata Anto, sambil meratapi gelang-gelang yang berceceran di kayu. Ia tersenyum miris, melirik Aegis yang menatapnya datar.
Anto menundukkan wajahnya, menyembunyikan rasa sedih dan kecewanya. Mendapati Aegis yang seperti tidak ada respon, membuatnya takut dan khawatir. Namun, tepukan halus di kepalanya membuatnya menoleh terkejut.
Aegis tersenyum dan melangkah maju, mengambil beberapa gelang setelah membayarnya. "Sekarang gantian aku yang nyoba." ujarnya tersenyum tipis.
"Semangat, Vai!" seru Anto penuh riang. Ia menyembunyikan kesedihannya dalam-dalam.
"Terimakasih,"
Aegis mengatur posisi semua gelangnya dengan tenang, lalu dengan cepat melemparkannya sekaligus. Gerakannya santai namun tepat sasaran. Semua gelang itu meluncur dan terjatuh sempurna di botol.
Sontak hal tersebut membuat penjaga stan dan orang yang menonton aksinya melotot kaget. Mereka memandang Aegis yang asik mengelus halus pipi Anto. Pemuda itu berjingkrak dan berseru heboh.
"Anjay! Keren banget, Vai!" serunya, wajahnya berseri-seri dalam rona merah.
Aegis tersenyum tipis, sedikit bangga dengan keberhasilannya. "Gampang, kok," jawabnya santai.
Aegis kemudian mengambil hadiah boneka sedang yang diberikan oleh penjaga stan dan menyerahkannya kepada Anto. "Ini buat kamu, An," kata Aegis sambil tersenyum.
Anto menatap boneka itu dengan mata berbinar, seakan tak percaya. "Buat aku?" tanyanya dengan suara lembut, tidak bisa menahan kebahagiaannya.
"Iya, boneka beruang ini lebih cocok sama kamu yang imut," jawab Aegis sambil tertawa kecil.
"Vai, jangan godain aku begitu!" rengek Anto seraya menerima boneka itu, matanya berkaca-kaca tak dapat menahan luapan emosi.
"Lucu banget," gumam Aegis pelan yang dapat didengar oleh sekitarnya. Anto menundukkan wajahnya yang sudah merah padam.
"Makasih, Vai. Aku nggak nyangka banget," kata Anto sambil memeluk boneka itu dengan erat. Senyumnya sangat lebar, tampak seperti anak kecil yang baru mendapatkan mainan favoritnya.
Aegis tersenyum, lalu menggenggam tangan Anto membawanya menyusuri tempat lain. Aegis sesekali melirik Anto, menurutnya senyum lebar dengan eyes smile Anto lebih indah daripada langitnya sore ini.
Setelah beberapa langkah, Aegis tiba-tiba melihat sesosok perempuan yang sedang sibuk dengan stan donat keju lumer. Aegis sempat terhenti, matanya sedikit membeku saat melihat wajah gadis itu.
Di sana, di salah satu sudut pasar malam, Sarnia tampak sedang menyapa pembeli dengan senyum ramah. Tangan Sarnia terampil menggoreng donat yang lumer dengan keju dan coklat, memikat pembeli yang melintas. Tanpa sadar, Aegis melangkah ke arah stan tersebut.
"Mau kemana, Vai?" tanya Anto bingung, kakinya mengikuti langkah Aegis. Namun begitu melihat sosok yang didekati Aegis, keningnya berkerut dalam.
"Sarnia," gumam Anto menghela nafas berat. Aegis tersenyum tipis padanya, lalu mempercepat langkahnya.
Sarnia yang mendengar suara tersebut, seketika menatap mereka sekilas. Wajahnya tampak sedikit kaget, lalu tatapannya berubah sinis. Decakan kasarnya terdengar oleh mereka, hal itu membuat Anto kesal.
"Ngapain lo berdua disini?" Sarnia bertanya ketus. Keramahannya mendadak hilang, begitu melihat mereka berdua.
"Apaan sih gak jelas." Anto menggulirkan bola matanya, lalu tatapannya mengarah pada Aegis yang sedang melihat menu di stan Sarnia. "Udah ayok pergi, Vai."
"Gue beli donat kejunya 2 ya, Sar." ujar Aegis menunjuk menu. Ia tak mengindahkan rengekan Anto padanya.
Meskipun enggan, Sarnia segera menyelesaikan pesanan Aegis karena beberapa hari ini pembelinya memang sedikit. Donat-donat besarnya ia bungkus dengan kertas minyak.
"Nih," Sarnia memberikan donat itu kasar kepada Aegis. Tatapannya semakin sinis saat Aegis tidak buru-buru mengambil pesanannya.
"Ini uangnya, makasih, ya."
Aegis menyodorkan pecahan uang merah yang dilipat kepada Sarni. Belum sempat Sarnia merespon, Aegis segera menarik Anto pergi dengan sebelah tangan memegang kedua donatnya.
Sarnia terdiam melihat kepergian mereka berdua, tangannya menggenggam erat uang tersebut yang ternyata berjumlah 200 ribu. Masih banyak kembalian Aegis di dalamnya, tapi gadis itu sudah keburu pergi. Sarnia tahu Aegis tidak mengharapkan kembalian, karena dia sudah melihat harga di menu.
"Anjing lah,"
Sarnia mendesah kasar, melihat lipatan uang tersebut. Dia memang membutuhkan uang karena ibunya sedang sakit. Donat-donat yang ia jual cukup sepi beberapa hari ini. Meskipun kekasihnya kaya raya, Sarnia tidak mungkin secara cuma-cuma memanfaatkan kekayaan kekasihnya itu. Ivan tetap bersamanya juga sudah cukup.
"Vai, hidup lo beruntung banget sih. Kalo gue senggol dikit boleh kali ya?"
Seringai tajam muncul di wajah Sarnia. Kilatan matanya penuh akan rasa iri dan tekad.
To Be Continued
•••
Typonya masih banyak banget
Aku ngetiknya dikit-dikit, jadi maaf banget kalo ada yang gak nyambung
Aegis kalo sama Anto emang selalu full senyum ya,
Anto juga klo sama Aegis merona Mulu pipinnyaa...
Makasih banyak ya yang udh baca cerita aku, apalagi yang Udah vote dan komen.
Kalo ada typo tandain aja ya, nanti aku revisi
Terimakasih semuanya