抖阴社区

Lima Jejak Luka

By hyoukaqr

2.3K 439 95

Takdir mempertemukan mereka, mereka berbeda, tapi memiliki satu kesamaan, luka yang tak kasat mata. Hidup mem... More

-- Yuda Arkawira --
-- Bayu Gantaraksa --
-- Tirta Wicaksana --
-- Hanan Aksa --
Tes Ombak
Bab 1 - Terbungkam
Bab 2 - Dua Pacu
Bab 3 - Tanpa Sapa
Bab 4 - Rapat
Bab 5 - Jam Lima Sore
Bab 6 - Meriang
Bab 7 - Unit Kesehatan
Bab 8 - Awal Temu
Bab 9 - Redam
Bab 10 - Hari yang Panjang
Bab 11 - Pendam
Bab 12 - Kunjung Rasa
Bab 13 - Sela Sore
Bab 14 - Jenguk Singkat

-- Arshaka Samudera --

137 23 0
By hyoukaqr




♧♣︎♧♣︎♧




"Shaka, gimana kabar adek lo?" Tanya seorang mahasiswi yang tengah memasukkan ipadnya ke dalam tas. Lia namanya.

"Cukup baik. Sejauh ini Aluna udah jarang drop. Tapi, dokter Galuh bilang tidak ada perkembangan yang signifikan. Yah.. setidaknya kondisinya stabil, dan itu udah cukup disyukuri." Shaka tersenyum tipis, walau ada nada letih yang samar dalam suaranya.

"Gue yakin kok, adek lo pasti kuat. Masih semangat buat sembuh."

"Thanks, Li.. Gue seneng ada yang peduli tentang adek gue." Ucap Shaka.

"Biasa aja kali." Lia terkekeh kecil. "Gue juga seneng liat adek lo. Gue kan anak tunggal, gue ga pernah ngerasain gimana rasanya punya saudara. Semoga kapan-kapan bisa ketemu adek lo lagi.." Ia mengaitkan resleting tasnya lalu berdiri menggendong tas nya ke pundak kanannya.

"Adek gue juga beberapa kali nanyain lo." Shaka tertawa pelan. Sama halnya dengan mahasiswa yang lain, Ia juga sudah selesai merapihkan semua barangnya ke dalam tas.

"Oh iya? Duh.. Tambah kangen kan gue. Tapi, sorry gue belum ada waktu lagi nih, Shak. Anytime deh ya gue usahain."

"Santai aja, Li.. Gue juga ga maksa."

"Gue duluan ya. Bokap gue kayaknya udah nungguin deh."

"Hati-hati di jalan, Li.."

"Yoi.. See you tomorrow. Bye.."

Shaka menatap punggung gadis dengan tas punggung soft blue itu yang berangsur pergi, perlahan bibirnya terulum lengkungan kecil. Sepertinya ada kupu-kupu yang beterbangan di dalam perutnya sekarang.

Lo cantik, Li. Selalu cantik.

Lamunannya terhenti ketika melihat ada notifikasi masuk dari ponsel nya. Dengan cepat Ia meraihnya, dan segera membukanya. Berharap pesan masuk itu datang dari sang adik yang mungkin menyuruhnya pulang lebih cepat karena rasa rindu yang tak tertahankan.

Namun, senyumannya pudar berganti dengan gejolak rasa amarah dan sesaknya kekecewaan. Melihat pesan masuk itu membuat rasa benci yang ada di dalam hatinya kembali tumbuh kian membesar terhadap si pengirim pesan.


Shaka menatap layar ponselnya. Tatapannya kosong. Kalimat terakhir yang Ia baca menusuk hatinya lebih dalam daripada yang Ia perkirakan. Rasa sesak itu muncul lagi, menghimpit dadanya. Mendorong rasa kecewa yang sudah terlalu sering Ia terima dan dipendamnya.

Aku benci Bunda.

Shaka menyimpan kembali ponselnya ke dalam saku jaket. Langkahnya cepat menuju parkiran, menembus udara sore yang menyejuk tak sepanas siang tadi.

Arshaka Samudera. 22 Tahun. Mahasiswa jurusan psikologi semester 6. Postur tubuhnya tinggi dengan bahu lebar dan pinggang yang ramping. Wajahnya bersih dan terawat. Matanya besar dan teduh, ibarat danau yang menyimpan banyak rahasia di dalamnya. Tatapannya lembut, membuat siapapun yang menatapnya seolah merasa dimengerti tanpa harus menjelaskan. Rambutnya hitam pekat, jatuh sedikit ke dahi. Senyumnya manis dan menenagkan hati.

Penampilannya simple. Kemeja polos dengan warna yang soft tidak mencolok, celana panjang dengan bahan yang nyaman, dipadu sneaker putih kesayangannya. Rapi, tidak mencolok. Seperti dirinya, tenang dan hangat.

Mobil tua milik sang Ayah, sedan putih keluaran lama, sudah menunggu di tempat biasa. Usang, tapi sangat berharga baginya. Tak seperti sebagian hal yang dianggap berharga yang justru membuat luka paling menyakitkan dalam hidupnya.

Ia melajukan mobilnya. Ingin melepas penat dengan melihat senyuman adik satu-satunya di rumah nanti.

Rumah mereka sederhana, terletak di kompleks perumahan sederhana juga di kawasan pinggiran kota. Memang tidak megah, tapi hangat. Setidaknya, selalu terasa lebih hidup tiap kali tawa Aluna memenuhi ruangan.

"Shaka sudah pulang?" Suara lembut nenek menyambut.

"Iya Nek" Shaka menaruh tasnya di kursi dan langsung menuju kamar sang adik.

Pintu kamar itu selalu terbuka sedikit. Di dalam, ada seorang gadis kecil tengah duduk bersandar di tempat tidur sedang menonton televisi sambil memeluk boneka beruang yang sudah menemaninya sejak kecil.

"Mas Shaka!" Senyumannya lebar, matanya yang agak cekung berbinar untuk beberapa saat. Sambutan Aluna menyambut hangat kedatangan Shaka.

Shaka mendekat, duduk di tepi ranjang, mengusap kepala adiknya dengan lembut.

"Adek udah minum obat?"

"Sudah donk. Tanya saja sama nenek." Jawabnya bangga. "Mas, bawa apa hari ini?"

Pertanyaan khas Aluna yang selalu Ia dengar setiap pulang. Selalu berharap bahwa sang kakak akan membawa sesuatu seperti permen, buku, atau sekadar cerita dari dunia luar.

Shaka tersenyum. Ia mengeluarkan sebatang coklat yang Ia beli di kampus saat istirahat tadi siang.

"Ini.."

"Wah. Coklat!" Dengan semangat, Aluna mengambil coklat pemberian sang kakak.

"Jatah coklat minggu ini ya. Tidak boleh terlalu sering."

Aluna tersenyum lebar dan mengangguk, "Iya Iya.. Aku tau. Makasih ya Mas."

"Mas janji deh kalau Aluna sudah sehat, Mas bakal beliin coklat setiap hari."

Mereka terdiam sejenak. Hening.

"Kalau setiap hari makan coklat, kayaknya badanku bakal gendut deh kak. Gamau ah."

Suasana kembali menghangat.

Dari balik pintu, sang nenek memperhatikan kedua cucunya dengan mata yang berkaca-kaca. Ia tahu, sejak menantu lelakinya meninggal empat tahun lalu karena kecelakaan kerja, dan putri satu-satunya memilih pergi merantau untuk mencari nafkah dan tak pernah kembali, rumah ini hanya ditopang oleh satu hal, cinta yang dibungkus dalam ketegaran cucu pertamanya, Arshaka.

Malam semakin larut. Setelah Aluna tidur, Shaka duduk di ruang tengah. Ditemani secangkir teh hangat, Ia berfokus pada layar laptop di depannya.

"Shaka." Panggil nenek yang akhirnya ikut duduk di ruang tengah.

"Iya Nek?" Sahutnya mengalihkan fokus sebentar.

"Bunda kirim kamu uang lagi?"

Shaka mengangguk, "Iya, Nek. Seperti biasa, banyak."

"Bunda ada kasih tahu kamu kapan pulang?"

Shaka menggeleng, "Bunda bilang kalau uangnya kurang, aku suruh minta lagi."

Nenek menatap wajah Shaka. Teduh. Tapi, nenek sangat tahu ada luka dan rasa kecewa yang anak itu pendam sendirian.

"Shaka.." Suara nenek sedikit bergetar.

"Gapapa, Nek. Mungkin Bunda emang sibuk dan penting banget disana. Aku baik-baik aja asal ada nenek sama Aluna disini." Shaka tersenyum hangat. Ia tak ingin membuat sang nenek ikut bersedih.

Nenek hanya mengangguk. Ia bingung sendiri apa yang harus diungkapkannya. Uang dari Bunda Shaka memang selalu datang. Bahkan tak sedikit. Selalu cukup untuk biaya kehidupan, pendidikan, juga pengobatan Aluna. Tapi, pelukannya tidak. Wanita yang selalu dirindukan kedua cucunya itu tak kunjung datang.

Shaka menatap kosong cangkir the di tangan kanannya. Uap teh sudah mulai dingin.

"Sudah 1 tahun nek. Aku ga akan lagi berharap Bunda cepat pulang ke rumah. Kita bahkan gatau Bunda pergi kemana dan bekerja sebagai apa. Aku selalu bilang keadaan Aluna yang tak ada perkembangan, tapi tak ada tanda-tanda Bunda akan pulang."

"Aku sangat takut dengan keadaan Aluna yang tak kunjung membaik. Aku hanya takut kehilangan lagi, nek.."

"Shaka, nenek akan selalu berusaha selalu ada buat kalian. Walaupun usia nenek yang sudah tua ini, mungkin tidak bisa membantu banyak."

"Nenek ada disini sama aku dan Aluna udah lebih dari cukup."










⋇⋆✦⋆⋇ Arshaka Samudera ⋇⋆✦⋆⋇ 

Continue Reading

You'll Also Like

Time By I'm Aqua

Fanfiction

303K 60.1K 104
Waktu adalah sebuah rahasia langit. Tapi yang pasti, waktu tidak akan terus berputar. Ada kalanya suatu saat waktu seseorang terhenti. Maka ketika ad...
134K 11.6K 43
Pokoknya JossGawin馃馃徎
200K 17K 49
Ft. Naruhina __________________ Fakta yang benar-benar menampar Sasuke dengan telak adalah, ketika mengetahui sosok yang dicintainya akan segera meni...
543K 36.5K 87
Beberapa part mengandung konten 馃敒