抖阴社区

Jika esok Tak Pernah Ada

By Syaquelara

639 218 1.2K

Azela Raulika, seorang gadis yang tampak memiliki segalanya-kecantikan, keluarga, dan masa depan yang cerah-n... More

01: hancur Tapi Tak Terlihat
02: Luka dan kesunyian
03: Pantulan Luka
04: Siapa dia
05: Luka Yang Dilemparkan
06: Luka Tak Pernah Memilih Waktu
07: Perubahan
08: Jeda
09: Retak
10: Suara Yang Tidak Pernh Didengar
Cast

11: Luka yang Tidak Diakui

16 5 21
By Syaquelara

"Terkadang, luka tidak harus di sembunyikan, tapi bagaimana cara kita untuk keluar dari luka tersebut, tanpa perlu di lihat"

Happy Reading

*
*
*
*
••••••

Setelah kejadian antara ia dan Alvaro kini Zela duduk di balkon kamarnya, Matanya sembab, pipinya basah. Tapi bukan karena hujan-karena Alvaro.

Suara maaf yang lirih, seakan tidak memiliki makna apa pun, Tidak ada pelukan, Tidak ada usaha mengerti, Hanya satu kata, lalu kepergian.

Dan untuk kesekian kalinya, Zela dibiarkan sendiri, dengan suara hatinya yang hanya menggema dalam kepala.

Suara ketukan pelan mengalihkan lamunannya.
"Zel?" Suara Selma. "Lo baik baik aja, kan.."

Zela tak menoleh. "iya."

Selma ragu, lalu menghela napas. "Oke, Tapi jangan terlalu lama di balkon, Lo belum makan apa pun dari kemarin."

Selma pun memutuskan untuk ke luar, dan memberi ruang untuk Zela, Begitu pintu tertutup, Zela menunduk, Di bawah, halaman rumah sudah ramai-mobil Reiner baru saja tiba.
Dan seperti biasa... dentuman langkahnya memekakkan perasaan.

Reiner.
Sang pemilik tatapan yang mampu mengulitimu hidup-hidup tanpa berkata satu pun.

Ia turun dari mobil, mengenakan jaket kulit gelap dengan lambang kecil Dominion Bloods di lengan-geng yang ia pimpin, yang namanya membuat orang lain menggigil, Tapi bukan karena itu Zela menggigil,
Melainkan karena satu fakta, Reiner adalah luka yang tak pernah berhenti menggores.

Dia masuk ke rumah tanpa melihat ke atas, padahal dia tahu bahwa di atas adalah balkon kamar Zela.

Tidak lama setelah dia masuk ke dalam rumah, pintu kamar Zela berbunyi, suara ketukan dari luar.

Reiner.

Tanpa menunggu izin, pintu dibuka.

"Cepet turun, gue denger dari pelayan rumah lo belum Sarapan, gue gak suka sama lo yang suka drama Zela, jadi cukup untuk membuat suasana rumah ini makin keruh, lo paham."

Nada suaranya datar, tapi tajam.

Zela membalik badan perlahan. "Gue gak lapar."

Reiner menatap Zela semakin tajam "ZELA!!."

Zela menatapnya, tidak gentar. "Gue gak bikin drama. Gue cuma capek."

Senyum sinis muncul di wajah Reiner. "Capek? Dari apa? Rebahan dan playing victim setiap hari?"

Zela menahan napas. "Lo selalu gitu, ya. Selalu nganggep gue seakan gak ada arti nya di hidup lo"

"Karena lo cuma beban bagi gue, Ayah, bahkan bang Al, dan lo pembunuh Zela, camkan itu." potong Reiner tajam.

"Bahkan waktu bunda masih hidup, dia harus terus jagain lo, Lo bikin semua orang capek, Lo bikin keluarga ini gak pernah tenang."

Kata-kata itu masuk seperti peluru.
Zela tidak bicara, Tapi air matanya sudah tergenang.

"Gue cuma pengen bunda balik," bisiknya.

Reiner diam sejenak, Ada kilatan ragu di matanya, tapi langsung padam.

"Semua juga pengen, Zel," katanya dingin. "Tapi lo gak pantas ngomong gitu, karna lo luka bagi semua orang."

Kemudian dia pergi, membanting pintu sedikit lebih keras dari seharusnya.

Zela terduduk di lantai, Luruh, Hancur.

---

Sore pun tiba, dan hujan turun lagi tapi tidak sederas semalam.
siang tadi selma pamit pulang, katanya ada sedikit urusan, yang Zela pun tidak tahu ada urusan apa Selma.

Karna merasa bosan, Zela pun memutuskan untuk keluar rumah, ke taman kecil dekat pohon dimana bundanya dulu suka duduk di tempat itu.

Di bangku yang sama, dia terduduk sendiri.

Namun, tidak lama setelah itu, seseorang datang,
Langkah pelan, Sepatu putih, Sosok tinggi dengan aura dingin.

Arsenio Vale.

Tanpa permisi Ia duduk di bangku sebelah Zela, Tidak bicara, Tidak juga menyapa, Tapi keberadaannya... terasa seperti sesuatu yang mengerti.

Zela melirik sedikit. "Lo ngikutin gue?"

Arsenio tidak menatapnya. "Enggak, Gue cuma lewat."

Diam.
Angin.
Dan kemudian...

"Lo bukan orang lemah, Zela," katanya tiba-tiba.

Zela membeku. "Lo gak tau apa-apa tentang gue."

Arsenio menoleh padanya, mata elangnya menatap dalam. "Gue tau lebih banyak dari yang lo pikir, Dan gue tau, bukan lo yang salah."

Zela hampir ingin bertanya lebih jauh, Tapi Arsenio sudah berdiri.

"Jangan biarkan mereka matiin suara lo, Karena kadang, suara yang disalahkan... justru satu-satunya yang benar."

Lalu dia pergi.

Meninggalkan Zela yang kembali sendiri, Tapi untuk pertama kalinya... sendirinya tak terlalu gelap, Karena ada seseorang yang akhirnya tidak menuding, tapi mengakui.

----

Hujan berhenti, meninggalkan aroma tanah basah yang menusuk, Langit masih abu-abu, seperti suasana hati Zela yang belum juga menemukan warna.

Setelah kepergian Arsenio, Zela masih duduk di bangku itu, Pikirannya melayang kesana kemari, Tentang bunda, Tentang Reiner, Tentang luka-luka yang selalu dianggap remeh, bahkan oleh keluarganya sendiri.

Dan tentang Arsenio Vale-cowok asing dengan mata yang seolah tahu terlalu banyak.

"Kenapa dia bisa tahu?" gumamnya lirih. "Kenapa dia bilang gue gak salah?"

Itu suara pertama yang sejak pagi berhasil keluar tanpa bergetar.

----

*Keesokan harinya

Zela bangun lebih pagi dari biasanya. Mungkin karena kepalanya tidak berhenti berputar soal kata-kata Arsenio, Atau mungkin karena mimpi tadi malam-mimpi di mana bunda memeluknya erat sambil berkata,

Jangan percaya mreka semua.

Setelah mandi, ia mengambil seragamnya di walk-in closet nya, Hari ini dia tampil beda dengan balutan saptu sneakers putih di kaki nya, dan rambut yang biasa di ikat asal kali ini ia gerai rambut hitam legam bahkan lurus itu, dia akan kembali ke sekolah setelah tiga hari bolos karena kondisi mentalnya benar-benar drop.

Saat turun ke ruang makan, semua sudah duduk. Ayahnya menyesap kopi sambil menatap layar laptop nya, Reiner membuka sesuatu di ponsel, dan Alvaro yang membuka buka dokumen milik nya, seperti biasa,
Tak ada yang menyapa, Zela juga tidak berniat menyapa.

"Lo beneran sekolah?" tanya Reiner tanpa menoleh.

"Kenapa? Lo takut gue bikin malu lo?" balas Zela datar.

Reiner tersenyum sinis. "Gue cuma mikir, siapa yang bakal membuat drama hari ini."

Zela menarik napas panjang lalu berjalan menuruni tangga menuju pintu keluar. "Santai, Gue udah capek sama yang nama nya drama, Sekarang giliran kalian semua yang kelimpungan."

Ia berjalan pergi, Tidak peduli pada tatapan Alvaro yang sedikit bingung, atau tatapan dingin ayahnya yang penuh penilaian.

----

*Di sekolah - High Crest Academy

Mobil Zela, memasuki gerbang sekolah seperti serangan mendadak, karna tidak biasa nya dia membawa mobil sendiri, selalu saja di antar supir pribadi keluarga nya, dengan gaya slow motion nya ia keluar, Banyak yang langsung bisik-bisik.

"Gila... itu Zela ya?"

"Kok kayak beda?"

"Mukanya keliatan lebih dingin, sumpah..."

"Ada aura serem gitu sekarang..."

"Dih palingan caper aja tuh.."

"Sok kecantikan banget."

Zela tidak menggubris Setiap triakan mencaci maki bahkan ada yang memuji itu,Langkahnya tenang, matanya kosong, tapi tajam, Dia bahkan tidak melihat ke arah geng Violette yang sedang menertawakn sesuatu di pinggir taman.

"Eh-eh, yang hidup lagi setelah drama mingguan datang tuh!" celetuk Sahabt Vio, Adinda si ratu gosip satu sekolah, Rambutnya keriting setengah mati, mulutnya lebih tajam dari silet.

Zela berhenti, Matanya mengarah ke Dinda yang kini berdiri sambil melipat tangan.

"Lo pikir lo keren dengan gaya lo yang... hemm... sedikit berubah yaa..?" Ucap nya sinis.

Untuk pertama kalinya, Zela mendekat, Langkahnya pelan tapi penuh tekanan.

Satu jengkal di depan Dinda, Zela berkata pelan.

"Apa lo bilang gaya gue, bahkan lo pun gak sebanding dengan gue Dinda, spek jalang kaya lo di bawah gue."

Lalu Zela pergi, meninggalkan Dinda yang menahan kesal.

Dari kejauhan... seseorang memperhatikan.

Arsenio Vale.
Bersandar di dinding koridor lantai dua, tangan dimasukkan ke saku Celana-nya.

"Dia mulai bangun..." gumamnya pelan. "Akhirnya."

Di sebelahnya, seorang cowok berambut putih keperakan muncul, Matanya kelabu, Suaranya pelan, tapi tajam.

"Lo begitu yakin, dia kembali.?" Ucap cowok itu.

Arsenio hanya tersenyum tipis.

----

*Di ruang kelas

Zela duduk di pojok dekat jendela, di belakang nya tempat seorang Arsenio Vale.

Tapi kali ini... dia tak lagi menyembunyikan air matanya, Ia duduk dengan punggung tegak, tangan bertumpu di dagu, memandang keluar jendela.

Dan untuk pertama kalinya, dia sadar.

Bahwa luka bukan untuk ditutupi.

Tapi untuk bagaimana dia bisa keluar dari luka tersebut.

Bersambung.....

Continue Reading

You'll Also Like

106 20 9
Di balik senyumnya, ada luka yang tak terlihat. Di balik tatapan kosongnya, ada cerita yang tak pernah ia bagikan. 饾棓饾榾饾棶饾椆饾槀饾椈饾椀饾棶饾椏饾棶 饾棓饾榿饾椀饾棽饾棶 饾棗...
393K 33.2K 75
"Bahkan ibunya sendiri membuang anak itu." Semesta pun menghiraukannya, seperti bayangan yang tak pernah di anggap ada, seperti benalu yang tidak per...
5.3K 4K 45
Menjadi anak terakhir sekaligus satu-satunya perempuan dalam keluarga memang tidak mudah bagi Alea. Sejak kecil, ia tumbuh dengan beban yang diam-dia...
DANADYAKSA By uba

Teen Fiction

1.8M 192K 70
Danadyaksa adalah laki-laki dengan hidup yang sangat sederhana. Cibiran dan hinaan sering didapatkannya dari teman-teman satu sekolahnya terutama per...