ถถา๕ษ็ว๘

MY POSSESSIVE HUSBAND [END] โœ”๏ธ

By dudu8812

133K 10.2K 967

MATURE CONTENT ๐Ÿ”žโž•โž• "You are mine Jo Kyungsoo and I won't let anyone or anything lay even a single hand on yo... More

Prologue
Chapter 1
Chapter 2
Chapter 3
Chapter 4
Chapter 6
Chapter 7
Chapter 8
Chapter 9
Chapter 10
Chapter 11 [END]
RECOMMENDATION
CHOSE
Answer
ExtraPart 1
promote
Ekstra Part 2
Promote

Chapter 5

8.6K 718 57
By dudu8812

🍁DUDU8812 PRESENT🍁

HAPPY READING

Typo adalah sebuah karya yang indah

Nb. Chapter ini bisa menyebabkan darah tinggi mendadak.. pelan pelan yah bacanya^^

.

.

.

.

"Aku mencintainya, mungkin? Aku juga tidak tahu tentang apa yang sedang terjadi dengan diriku. Perasaan ini hanya aku rasakan padanya saja. Rasa sesak yang membuatku sulit bernafas, kepala yang berdenyut nyeri hanya karena tidak melihatnya barang sebentar dan ada luka tidak terlihat di hatiku saat dia tak kunjung memelukku. Perasaan seperti itu...orang-orang menyebutnya dengan rindu. Rindu yang lambat laun menjadi candu." Jo Kyungsoo

"I never let anyone or anything hurt someone that I've claimed as mine" Kim Jongin

.

.

.

.

A week later later, Seoul

Jongin Mansion, Seoul

9 pm

Kyungsoo baru saja akan memejamkan mata saat pintu kamarnya menjeblak terbuka, menampilkan sosok tinggi Jongin dalam bentuk siluet yang menawan karena dia memang mematikan lampu kamarnya dan hanya menyalakan lampu tidur yang temaram. Gadis itu luar biasa terkejut, tapi toh tetap ada rasa membuncah di dadanya. Rasa yang sudah hampir dua minggu ditahannya. Rindu yang tidak pernah jemu.

Jongin berjalan mendekat, mencoba mengabaikan jantungnya yang berdentum-dentum memukul rongga dadanya dan membuatnya merasa bahwa jantungnya akan melompat keluar kapan saja. Dan saat akhirnya mata mereka bertemu Jongin terdiam, menatap lekat wajah istrinya. Dia mencoba merekam setiap lekukannya dalam memori yang entah sampai kapan bisa diingatnya. Jika bisa selama-lamanya.

"Jong..." Kyungsoo memanggil nama suaminya, tidak tahan dengan tatapan Jongin yang begitu tajam, tapi penuh luka. Pria itu menarik nafas sebelum berbicara. Tapi, kemampuan verbalnya mendadak hilang entah kemana dan yang dilakukan oleh pria itu selanjutnya adalah menarik tengkuk Kyungsoo sehingga dia bisa meraup bibir mungil gadis itu. Dia mencium Kyungsoo dengan kasar dan menuntut, meresapi setiap rasa yang ada di sana. Gadis itu tidak pernah terbiasa dengan serangan tiba-tiba Jongin, maka yang dilakukan selanjutnya adalah diam, sejujurnya dia juga amat sangat merindukan bibir itu. Tidak! Dia merindukan semua yang ada pada diri Jongin.

Pria itu mendorong tubuh istrinya dengan sedikit kasar hingga kini dia berada di atas tubuh gadis itu, dengan kedua tangan berada di samping kepala Kyungsoo. Jongin benar-benar seperti akan menerkam gadis itu.

"Apa yang kau lakukan belakangan ini huh?" Tanyanya, dengan rahang terkatup rapat.

"A-aku tidak-"

"Apa yang dia lakukan padamu, Bodoh?" Nada suara Jongin meninggi, kali ini dia menyebut istrinya bodoh, bukan sweetheart atau panggilan sayang lainnya. Kyugsoo baru akan membuka mulutnya untuk menjawab Jongin saat sebuah tarikan kasar dia rasakan di kedua lengannya. Pria itu mengikat tangan Kyungsoo di kepala ranjang dengan menggunakan ikat pinggang yang entah berasal dari mana.

"Apa yang kau lakukan Jong?" Kyungsoo bertanya panik, lengannya terasa perih karena ikatan yang terlalu kencang. Jongin menatap nyalang Kyungsoo, menumpukkan berat tubuhnya di atas tubuh mungil istrinya dan sama sekali tidak memikirkan rasa sesak yang diterima istrinya .

"Shut up! Kau sudah berani membantahku huh?" Nada bicara itu semakin meninggi, aura kemarahan benar-benar terpancar. Gelap dan mengerikan, seolah akhir dunia bahkan tidak bisa lebih buruk dari ini. "Kau menemui orang tuamu secara diam-diam." Mendengar kalimat Jongin, Kyungsoo mencelos seketika, pantas saja Jongin begitu emosi. Padahal otaknya sudah memikirkan hal-hal manis seperti sebuah pelukan hangat atau wajah pria itu di pagi hari saat dia baru membuka mata. Tapi yang kini didapatinya adalah monster yang dibangunkannya sendiri. Monster yang tidak bisa dia jinakkan, sekarang dia harus menerima akibat dari kenekatannya.

"Terkejut?" Jongin menyeringai, kelewat tampan sampai tidak manusiawi. "Aku tidak tahu bahwa sekarang Na Ra noona juga sudah ada di pihakmu. Dia bahkan menutupi kebohonganmu. Tapi, kau kelewat bodoh dan ceroboh seperti biasa. Kau seharusnya tidak lupa bahwa semua pegawai di sini adalah orang-orangku. Mereka akan mengatakan apapun yang kau lakukan! Sial! Aku benar-benar ingin menghukummu sekarang." Jongin mengangkat tubuhnya dari Kyungsoo membuat gadis itu bisa bernapas sejenak. Tapi kelegaan itu tidak berlangsung lama karena Jongin segera mengikat setiap kaki Kyungsoo di sisi sisi kaki tempat tidur dengan menggunakan tali berwarna merah.

Oh! Crap! Jongin sudah mempersiapkan hukumannya dengan baik.

Kyungsoo mengigit bibir bawahnya, mencoba menahan diri untuk tidak mengatakan apapun. Apa yang akan dikatakannya hanya akan memperburuk keadaan, dia tahu itu. Setelah selesai mengikat kaki Kyungsoo Jongin dengan cepat merobek pakaian istrinya, tidak mau repot-repot untuk melepasnya dengan baik. Terakhir dia menggunakan kain yang tadi dirobeknya untuk menutup mata Kyungsoo, membuat gadis itu tergagap. Ada sensasi gelap yang membutakannya pada apa yang terjadi, lalu sensasi nyeri di tangan dan kakinya. Kepalanya seketika terasa berdenyut nyeri dan seolah ada ribuan kupu-kupu yang berterbangan di perutnya saat Jongin menyentuh dadanya yang kini sudah tidak tertutup apapun.

"Apa yang kau lakukan padaku Kim Kyungsoo? Apa yang kau lakukan pada duniaku hah?" Jongin berteriak, lebih kepada dirinya sendiri. "Aku bahkan sudah tahu bahwa kau membohongiku sejak sebelum aku pulang dari Irlandia. Aku mencoba bersikap baik, mengajakmu makan siang bersama dan pergi berlibur ke Siena. Tapi sial! Kau membuat semuanya bertambah sulit. Kau membuatku tidak bisa menahan diri dan lihat...dia menyakitimu. Sesuatu di dalam perutmu membuatmu tidak bisa hidup dengan baik. Aku harus menyingkirkannya." Jongin menekankan perkataanya pada tiga kalimat terakhirnya. Hati Kyungsoo terasa di hantam sebongkah batu, dia tidak tahu jika suaminya membenci calon anak mereka. Dan menyingkirkannya? Demi Tuhan! Pria itu ingin membunuh calon anak mereka.

"Dia anakmu juga Kim Jongin! Berpikirlah jernih!" Kata-kata super berani itu keluar dari mulutnya, lalu yang dia dapatkan adalah sensasi basah di bagian bawah tubuhnya, sensasi basah di antara pangkal pahanya.

"Sssh.." Desahnya kemudian. "A-apa yang kau lakukan?" Susah payah dia mengatakan kalimat sederhana itu tapi tidak ada jawaban hanya sensasi basah yang semakin menjadi, membuatnya merasakan adrenalin lain yang ingin dipuaskan.

"I will punish you. Yang pertama karena kau sudah berbohong. Kau sudah mendatangi orang tuamu tanpa izin dariku. Yang kedua karena mahluk di dalam perutmu yang membuatmu tidak bisa hidup dengan baik. Malam ini, hukuman pertamamu Kim Kyungsoo." Jongin mencebikkan bibirnya, sesaat memandang tubuh telanjang istrinya. Lalu beralih pada perut rata gadis itu, dia benar-benar tidak tahan dengan segala penyiksaan yang mahluk bernama janin itu lakukan pada istrinya. Dia tahu bagaimana Kyungsoo harus muntah setiap hari, kesulitan memakan apapun dan semuanya berakibat pada penderitaan gadis itu. Kim Jongin yang mencintai Jo Kyungsoo tanpa tepi tidak akan membiarkan siapa saja menyakiti miliknya yang berharga.

Pria itu melepaskan semua kain yang menempel di tubuhnya lalu menempatkan dirinya di antara kedua kaki Kyungsoo. Hanya butuh beberapa menit sampai penyatuan itu akhirnya terjadi. Dan percintaan malam itu berlangsung dengan kasar, tegas, menuntut tanpa ada kelembutan di dalamnya. (author pen nampol jongin)

**

The next day

6 am

Jongin berjalan mondar mandir di depan ranjang yang menjadi saksi bisu akan "hukuman" yang diberikannya pada istrinya. Rambut hitam pria itu terlihat acak-acakan, dengan celana jeans selutut dan kaus abu-abu polos yang sudah kusut dikenakannya asal begitu dia terbangun pagi harinya dan mendapati Kyungsoo tidak sadarkan diri. Darah yang mengalir di antara kedua paha gadis itu membuatnya luar biasa panik dan segera meneriakkan nama John Caine, orang kepercayaannya. John langsung menghubungi Kris Wu, agar dokter muda itu segera memberikan pertolongan pada istri bosnya yang nampak sekarat.

Kris masih memeriksa keadaan Kyungsoo saat ini. Ekspresi Jongin sama sekali tidak terbaca, sementara Lee Na Ra yang ikut bersama suaminya memasang wajah bak malaikat kematian. Gadis itu tidak mengatakan apa-apa. Alih-alih menghajar Jongin, dia justru diam menikmati raut wajah bersalah yang juga menyiksanya.

Saat Kris masih berkonsentrasi dengan Kyungsoo, pintu tiba-tiba saja menjeblak terbuka, menampilkan sosok tinggi Kyuhyun dengan rahang terkatup rapat. Pria itu bahkan sudah mengenakan stelan kerja lengkap di pagi itu. Tanpa mengatakan apapun dia mencengkram tangan Jongin, menarik pria itu keluar dari kamar.

"Shit! Lepaskan aku hyung!" Jongin memberontak dengan sisa-sisa tenaga yang dimilikinya. Jika dalam keadaan normal tentu saja dia bisa dengan mudah menghempaskan cekalan tangan Kyuhyun. Tapi, hari ini ada Jo Kyungsoo yang sedang pingsan karena ulahnya, dan hal itu menyedot habis tenaga sekaligus oksigennya.

Jongin bahkan masih diam saja saat Kyuhyun membantingnya dengan keras ke lantai, bantingan yang berpotensi meremukkan tulang punggung Jongin. Para pekerja yang ada di rumah Jongin hanya menjerit tertahan, bahkan John Caine yang paling setia tidak berani mendekat mendapati mata memerah Kyuhyun. Tidak perlu untuk menjadi jenius untuk mengindikasikan betapa marahnya pria itu.

"KENAPA KAU TIDAK MEMBUNUHNYA SAJA?? IDIOT!" Teriak Kyuhyun murka sebelum melayangkan sebuah tinju di wajah tampan Jongin. Satu pukulan dan itu sudah berhasil merobek ujung bibir pria itu hingga mengeluarkan darah.

"Kenapa kau melakukannya hah? Ketololanmu itu benar-benar tidak termaafkan!" Lalu pukulan bertubi-tubi menimpa tubuh Jongin. Pria itu hanya diam meringkuk di lantai, mendapatkan pukulan dan tendangan Kyuhyun yang dia yakin akan menimbulkan banyak bekas di tubuhnya. Jongin bahkan tidak sempat berpikir bagaimana Kyuhyun bisa tahu masalah ini, yang dia harus hadapi sekarang adalah kenyataan akan kemungkinan semua orang akan membencinya, termasuk Kyungsoo. Dan nama terakhir membuatnya benar-benar ingin mati saja di tangan Kyuhyun saat ini.

"STOP IT! Cho Kyuhyun, are you fucking mad?" Suara Na Ra menggema memenuhi seluruh ruangan, gadis itu berlari menghampiri Kyuhyun dan menarik tangan pria itu agar menjauhkan diri dari Jongin yang sudah tidak berdaya.

"Lepaskan aku Ra-ya! Dia harus diberi pelajaran. Bocah bodoh, idiot! Selalu bertindak tanpa berpikir! Bagaimana jika Kyungsoo mati?" Nafas Kyuhyun terengah-engah, dan pria itu hampir saja melayangkan sebuah tendangan lain jika saja Na Ra tidak mencengkram lengan pria itu erat.

"Cukup Cho, cukup!"

"Jika dia mati, kau bisa membunuhku hyung." Jongin berkata, dengan suara paraunya. Dia meludahkan darah yang memenuhi mulutnya, berusaha mendudukkan diri dan menahan nyeri akan pukulan Kyuhyun tadi.

"Oh tentu idiot! Aku akan membunuhmu dengan senang hati!" Kyuhyun menatap nyalang Jongin, sementara Na Ra mengusap pelan punggung pria itu, cara yang selalu berhasil meredam emosi Kyuhyun sejak dulu.

"Duduklah." Ujarnya, lebih terdengar seperti perintah. Kyuhyun menarik nafas untuk menenangkan emosinya lalu duduk di sofa hitam ruang tengah Jongin seperti yang diminta Na Ra.

Gadis itu berjalan ke arah Jongin dan membantunya berdiri sebelum mendudukkannya di sofa tepat di depan Kyuhyun. Hati pria itu mencelos begitu melihat wajah Jongin. Luka-luka akibat perbuatannya cukup parah. Seluruh wajah Jongin bahkan hampir dipenuhi lebam, belum lagi darah di hidung dan bibir adiknya itu.

"John, ambilkan kotak P3K." Titah Na Ra pada John Caine yang segera mengangguk untuk mengambil kotak obat. "Mirae, ambilkan handuk dan air hangat." Sementara Mirae segera berlalu dari sana Jongin masih menunduk, menikmati luka-luka di tubuhnya seperti seorang masokis.

Saat Na Ra membersihkan luka Jongin dengan alkohol yang perih sekalipun pria itu hanya diam, meringis pun tidak, seolah dia sudah mati rasa. Kris baru turun dari tangga dan segera membelalakkan matanya begitu melihat kekacauan yang terjadi. Kyuhyun dengan wajah penuh emosi bercampur penyesalan, Jongin dengan wajah babak belur dan Na Ra dengan ekspresi tidak terbaca.

Jongin setengah berlari menghampiri Kris, mengabaikan Na Ra yang baru akan menaruh betadine di lukanya. Dia menarik lengan kemeja yang dikenakan Kris, memohon seperti anak kecil yang ketahuan mencuri dan butuh pengampunan.

"Hyung, bagaimana Kyungsoo? Apa dia baik-baik saja? Dia...-"

"Setelah ku pukul seperti itu kau masih saja idiot ya? Istrimu jelas tidak baik-baik saja." Sergah Kyuhyun, memotong cepat kalimat Jongin.

"Shut up Cho Kyuhyun." Na Ra menengahi, terkadang Kyuhyun bisa sangat mudah terpancing emosi dan kehilangan akal sehatnya. Pria itu terdiam seketika. Nada memerintah Na Ra bahkan jauh lebih mengerikan dari nada memerintah ayahnya, Cho Younghwan.

"Duduklah." Kris menarik tangan Jongin, meminta pria itu untuk duduk di tempatnya semula. Jongin menurut saja, dia yang biasanya memerintah kini hanya diam saja ketika di perintah. Sama sekali bukan gayanya.

"Aku tidak akan memintamu menjelaskan apa yang terjadi semalam, atau alasan kenapa kau mengikat tangan istrimu dengan ikat pinggang dan mengikat kedua kakinya dengan tali." Kris memulai pembicaraan, sedangkan suasana di ruangan itu berubah menjadi hening, seolah tidak ada manusia di sana.

"Tapi kau harus memikirkan akibat dari perbuatanmu sebelum kau bertindak seperi semalam. Istrimu pingsan karena kelelahan, juga ikatan-ikatan di kaki dan tangannya menghambat aliran darah di tubuhnya. Jika saja kau mengikatnya dengan lebih kencang, istrimu bisa tidak tertolong." Jongin merasakan jantungnya berdentum memukul rongga dadanya, membuatnya sesak dan seolah dentuman jantungnya bisa meremukkan rongga dadanya.

"Vagina istrimu mengalami perdarahan yang cukup parah karena aktifitas kalian semalam. Aku sudah menanganinya. Tapi..." Kris memberikan jeda di antara kalimatnya, nampak menimbang-nimbang.

"Tapi apa hyung?" Sergah Jongin tidak sabar.

"Sebaiknya kau tidak menyentuh istrimu selama trimester pertama kehamilannya. Trimester pertama masih sangat rentan untuk melakukan aktifitas seksual, terlebih penetrasi. Hal itu akan sangat beresiko pada janin yang baru terbentuk. Kau harus sedikit bersabar hingga usia kehamilannya menginjak bulan keempat. Saat usia kehamilan sudah empat bulan kalian bisa melakukan aktifitas seksual lagi. Well.. Tapi tetap harus berhati-hati mengingat-"

"I don't care with that thing!" Jongin kembali berbicara. Kali ini tidak ada nada lembut alih-alih permohonan, yang ada adalah nada marah sekaligus hasrat ingin membunuh yang jelas.

"KAU GILA? DIA ANAKMU BODOH!" Teriak Kyuhyun, kembali pada emosi yang belum sepenuhnya tereda.

"Aku tidak peduli! Mahluk itu sudah menyakiti Kyungsoo, menyakiti milikku. Dan aku akan menyingkirkan apapun yang menyakitinya." Sergah Jongin cepat lalu berjalan dengan cepat ke kamarnya sendiri, sebelum membanting pintu dan mengunci diri. Lagi, monster di dalam tubuh pria itu benar-benar mengerikan.

Kris menghembuskan nafasnya kasar, berhadapan dengan pria keras kepala seperti Jongin benar-benar menguras tenaga. Dia menghampiri istrinya, menggenggam tangan itu lembut.

"Aku harus ke rumah sakit sekarang, ada jadwal operasi penting." Ucapnya lalu mencium kening istrinya dalam, Kyuhyun memalingkan wajah melihat adegan yang memuakkan itu. Ingin rasanya dia menghajar Kris seperti dia menghajar Jongin tadi.

"Aku juga harus ke kantor." Ujarnya setelah Kris pergi. Na Ra menahan lengan Kyuhyun, menyuruh pria itu untuk kembali ke tempat duduknya semula dengan tatapan tajamnya. Gadis itu mengambil handuk lain yang masih bersih dan air hangat baru untuk membersihkan luka di tangan Kyuhyun karena pria itu sudah membabi buta menghajar Jongin hingga tanpa sadar melukai dirinya sendiri.

Mereka terdiam, selama bermenit-menit Na Ra sibuk mengoleskan betadine dan menutup luka itu dengan plester khusus. Kyuhyun hanya bisa diam, menatap setiap lekuk wajah Na Ra yang dia yakin akan diingatnya dengan baik bahkan hingga puluhan tahun ke depan.

"Kau tahu Cho? Some things never change." Na Ra mengangkat wajahnya yang membuat Kyuhyun gelagapan karena takut ketahuan dia memperhatikan gadis itu sedari tadi.

"A-apa?" Tanyanya dengan suara gagap.

"Kau yang selalu bertindak sebelum berpikir, sangat persis seperti Jongin."

"Sial! Jangan samakan aku dengan si brengsek itu! Setidaknya aku tidak berniat membunuh darah dagingku." Na Ra mengangkat bahunya sebagai tanggapan.

"Siapa tahu? Kau kan juga belum merasakan apa yang Jongin rasakan.

One of the worst thing on earth is when you see the one that you love being in pain but you can do nothing to help. You just could watch her, suffering. And it makes you feel dizzy and in a blink you could go crazy."

"Aku tidak suka memikirkan hal-hal seperti itu! Dan aku bersumpah aku tidak akan bertindak bodoh seperti Jongin." Kyuhyun mendebat lalu berdiri dari duduknya. "Dan ngomong-ngomong Ra-ya, soal anak.." Na Ra terdiam mendengar topik pembicaraan Kyuhyun yang menggantung. "Aku akan senang jika kau mempunyai anak, well tidak denganku tentu tapi dengan suamimu. Setidaknya kelak aku bisa melihat bagian lain dari dirimu dan yah siapa tahu aku bisa menikahi duplikatmu nantinya." Kyuhyun menampilkan senyum separuhnya yang menawan sementara Na Ra tersenyum, pria itu tahu cara membuat penghiburan dengan caranya sendiri.

Selalu seperti itu dan seolah kejadian berdarah beberapa saat lalu sama sekali tidak pernah terjadi. Kim Jongin, Lee Na Ra dan Cho Kyuhyun memang seperti itu. Dibesarkan dalam lingkungan yang hampir serupa membuat mereka tumbuh dengan kepribadian yang mirip satu sama lain, termasuk kecenderungan perubahan sikap yang begitu cepat, seolah mereka adalah pengidap D.I.D (istilah psikologi - Disosiative Identity).

"Kau pikir aku akan membiarkan anakku menikahi haraboeji (bahasa Korea Kakek) sepertimu? No!"

"Setidaknya aku tampan dan kaya raya, aku bisa melimpahinya dengan kebahagiaan." Jawab Kyuhyun sebelum melambai pergi. Na Ra menatap punggung pria itu, diam-diam kagum karena Kyuhyun secara tidak langsung mengutarakan kerelaannya untuk melepas gadis itu, walaupun tidak secara blak-blakan karena dia tahu gengsi pria itu menghalanginya untuk mengatakan hal itu.

"John Caine, Yoo Mirae." Na Ra memanggil nama dua orang itu dengan nada panik. Ketenangannya lenyap seketika. Dua orang yang di panggil Na Ra langsung mendekat dengan langkah terburu-buru.

"Mr Caine selama masalah ini belum selesai urus segala keperluan Kim Industries, katakan padaku jika kau membutuhkan bantuan." John Caine mengangguk cepat. Pria Irlandia itu adalah orang kepercayaan Jongin, termasuk dalam mengurus perusahaan. Tidak heran, John adalah salah satu lulusan terbaik dari Stanford University.

"Mrs Yoo Mirae.." Na Ra menatap Mirae yang memutar bola matanya, kesal dengan panggilan formal yang dialamatkan gadis itu padanya. Tapi toh dia diam saja, berdebat dengan Lee Na Ra tidak akan ada habisnya. "Awasi Jo Kyungsoo, kau harus memastikan dia mencukupi segala kebutuhan nutrisinya. Kau bisa menelfon Kris kapan saja jika kau membutuhkan bantuannya." Mirae mengangguk mendapati ucapan Na Ra. Gadis itu menoleh ke arah John dan pria itu dengan sopan segera berpamitan dari sana.

"Tapi Na Ra-ya..." Mirae mendekat ke arah Na Ra, memastikan hanya dia dan gadis itu yang akan mendengar suaranya "Kau yakin Kim Jongin tidak akan melukai Kyungsoo? Maksudku, ancamannya tadi sangat mengerikan. Dia berniat membunuh bayinya. Demi Tuhan... Akhir dunia saja sepertinya tidak seburuk ini." Mirae memasang wajah ngerinya, dia tidak bisa membayangkan jika hal itu terjadi.

"Tidak. Dia tidak akan membunuh bayinya, kecuali jika dia ingin mengambil resiko dibenci oleh Kyungsoo seumur hidupnya. Dan aku yakin Jongin tidak akan melakukannya."

"Dari mana kau bisa seyakin itu?"

"Diam saja lah aku kan hanya sedang menghibur diri sendiri." Na Ra mencebikkan bibirnya, kesal pada Mirae yang mendadak mengalami penurunan daya tanggap.

"Tsk! Kau sama mengerikannya dengan Jongin dan ngomong-ngomong Cho Kyuhyun bertambah tampan. Ya Tuhan, apa dia tidak bisa berhenti menjadi tampan? Omo omo..." Pembicaraan serius itu justru berakhir pada aksi fangirl Yoo Mirae yang memang tidak pernah imun terhadap segala macam jenis pria tampan. Na Ra hanya memutar bola matanya dan berlalu dari sana.

"Kau tidak cukup dengan Lee Donghae saja ya?" Na Ra bertanya retoris, menyebutkan nama kekasih gadis itu dengan penuh penekanan. Tapi sahabat Na Ra memilih untuk menulikan diri. Mirae bahkan membuatnya semakin pusing saja. "Dan Mirae jangan bilang jika kau yang memberitahu Cho soal Kyungsoo?" Na Ra memicingkan matanya. Mirae yang ditatap seperti itu oleh Na Ra segera berlalu dari sana untuk menyelamatkan diri.

**

2 am

Kyungsoo terbangun tengah malam dan merasakan jika perutnya berteriak kelaparan. Rasanya dia sudah tidur dalam waktu yang sangat lama. Dia mencoba menggerakkan tubuhnya, dan dirasakannya nyeri di tangan, kaki serta pangkal pahanya. Gadis itu menjejakkan kakinya di lantai marmer yang dingin, mencoba mengabaikan nyeri di sekujur tubuhnya. Dia harus mengisi perutnya, mengingat pesan Kris untuk menjaga kondisi kandungannya membuat gadis itu memaksakan diri untuk pergi ke dapur. Dia ingin membuat ramyun atau apa saja untuk mengisi perutnya.

Mansion milik Jongin nampak gelap dan sepi, tentu saja ini jam dua pagi. Dengan perlahan, karena menahan nyeri di pangkal pahanya dia berjalan menuruni tangga dan segera memasuki dapur. Ini untuk pertama kalinya Kyungsoo menginjakkan kakinya di dapur Jongin, karena pria itu tentu saja dengan segala sikap posesifnya melarangnya mendekati dapur. Alasannya konyol, Jongin beranggapan bahwa dapur berisi barang-barang yang akan membahayakan Kyungsoo.

Gadis itu mengisi panci yang diambilnya dari lemari penyimpanan dan mengisinya dengan air lalu menyalakan kompor. Dia bersyukur karena persediaan makanan di rumah Jongin bahkan tak kalah lengkap dengan persediaan makanan di mini market yang biasa dilihatnya. Di sana bahkan ada ramyun (mie instan khas Korea) dalam berbagai rasa yang Kyungsoo tidak paham untuk apa benda-benda itu ada di sana. Jelas seorang Kim Jongin tidak memakan ramyun. Setidaknya Kyungsoo belum pernah sekalipun melihat Jongin memakan ramyun. Gadis itu menunggu air yang dimasaknya mendidih, selama itu dia teringat akan peristiwa yang menimpanya betapa Jongin marah dan menghukumnya dengan cara yang mengerikan. Tubuhnya nyeri, itu sudah pasti tapi hatinya jauh lebih parah dari luka-luka fisik yang terlihat.

Sementara itu Jongin baru saja berbicara pada seseorang ditelfon tentang sebuah proyek pembangunan hotel terbaru di Madrid saat dia memutuskan keluar dari kamar untuk mengambil air putih. Kedua matanya menyipit saat melihat lampu dapur menyala. Dia luar biasa terkejut saat melihat Jo Kyungsoo tengah berdiri di depan kompor dengan air mendidih yang sudah meluber kemana-mana, sementara gadis itu masih saja diam, asyik melamun seperti biasa.

Pria itu segera berlari, mematikan dengan cepat sambungan telfon internasional yang berpotensi menambahkan satu milyar dolar di rekeningnya. Dia mengabaikan bisnisnya, menghampiri Kyungsoo dan segera mematikan kompor.

"What are you doing, stupid?" Makinya, sementara Kyungsoo hampir saja jatuh karena terkejut dengan kehadiran Jongin yang tiba-tiba. "Kau masih suka membantahku ya? Sudah menjadi masokis? Senang dengan hukuman-hukuman yang aku berikan? Atau kau senang membuatku hidup dalam kecemasan karena dirimu?" Kyungsoo bahkan hanya bisa ternganga mendapati serentetan omelan Jongin untuknya. Gadis itu takjub bukannya takut pada perkataan Jongin. Gadis lain mungkin akan berpikir bahwa Jongin tak lebih dari pria kasar, tapi kyungsoo yang semakin memahami pria itu lambat laun menjadi terbiasa. Dan apa yang dikatakan Jongin seperti serentetan ungkapan cinta.

Katakan saja Jo Kyungsoo memang seorang masokis! Dia menikmati siksaan Jongin untuknya, mungkin?

"Jawab aku Kyungsoo! Kau masih bisa berbicara kan?" Jongin memegang kedua bahu istrinya saat gadis itu tak kunjung menjawab pertanyaannya, dan malah memandanginya tanpa berkedip. Tapi dalam seper sekian detik Kyungsoo mundur, menatap Jongin dengan mata berair.

"Jangan sentuh aku!" Ujarnya serak, tiba-tiba saja ketakutannya kembali. Luka-luka di tubuhnya masih dapat dia rasakan dengan jelas. Tapi tak lama gadis itu kembali diam, menatap Jongin sendu dan bingung. Penyebabnya jelas, luka-luka di wajah pria itu. Melihat perubahan ekspresi Kyungsoo, Jongin menghembuskan nafasnya kasar, menarik rambutnya yang berantakan.

"Duduk!" Perintahnya.

"Jong, kau..kenapa dengan..wajahmu?" Kyungsoo bertanya, mendadak kemampuan verbalnya mengalami penurunan drastis. Tangannya terulur untuk menyentuh Jongin tapi pria itu memundurkan tubuhnya, keluar dari jangkauan Kyungsoo.

"Aku tidak boleh menyentuhmu, kan? Maka itu juga berlaku untukmu. Kau tidak boleh menyentuhku." Tandasnya tegas tanpa memandang istrinya. "Sekarang duduk Kim Kyungsoo. Di sana!" Jongin menunjuk kursi di meja makan, berbicara dengan nada tak terbantahkan seperti biasa.

Jongin memang bukan penyihir dan tentu saja dia tidak bisa melakukan Imperius Curse yang membuat Kyungsoo tunduk. Tapi, dia bahkan bisa lebih lihai dalam hal membuat Kyungsoo tunduk. Buktinya, gadis itu menurutinya, duduk seperti gadis kecil baik-baik yang menuruti perintah ayahnya.

Jongin memijat pelipisnya, mengeluarkan ponselnya dan dengan cepat mengetikkan sesuatu di sana. Tak lama, pria itu berkutat di dapur, menyiapkan segala macam bahan makanan, mulai dari sayuran, daging dan bumbu-bumbu. Sesekali dia melihat ke arah ponselnya, memastikan bahwa langkah-langkah yang dilakukannya dalam memasak sudah benar dan tepat. Seorang Kim Jongin yang memasak di dapur bisa saja masuk dalam daftar Guiness World of Record! Pria yang seumur hidupnya belum pernah masuk ke dapur tiba-tiba saja berkutat dengan segala macam benda yang ada di sana hanya karena ingin memasakkan sesuatu untuk istrinya. Lagi pula untuk apa dia masuk ke dapur jika dia punya koki terbaik untuk memasakan apapun yang diinginkannya. Tapi, lagi..berulang kali tanpa diketahui dengan pasti dunia pria itu dijungkirbalikkan oleh seorang Jo Kyungsoo.

Peluh membanjiri wajahnya yang masih di penuhi lebam. Sementara Jongin berkutat dengan memotong daging ayamnya Kyungsoo menopang wajahnya di dagu, menikmati pemandangan luar biasa di depannya. Tidak peduli dengan penerangan minim, ketampanan Jongin tetap saja terpancar, seolah pria itu punya cahayanya sendiri. Mungkin itu hanya berlaku untuk Kyungsoo.

Jongin meniriskan rebusan spagetinya sebelum menatanya di piring, lalu dengan cekatan pria itu melumuri spagetinya dengan saus khusus yang terbuat dari kecap dan campuran ayam yang tadi dipotong-potongnya. Setelah itu dia menaburi masakannya dengan keju, meletakkan sebuah tomat sebesar ceri sebagai garnish yang manis.

Pria itu berjalan ke arah Kyungsoo di meja makan. Sementara Jongin berjalan dengan sepiring masakan buatannya Kyungsoo mati-matian untuk tidak meneteskan liur. Bukan pada makanan yang dibawa pria itu tapi justru pada pria itu sendiri. Gadis itu bahkan nyaris tak berkedip saat memperhatikan Jongin memasak tadi, tubuh tinggi menjulangnya yang dominan dan tangannya yang cekatan dalam meracik bahan makanan. Dan seolah Tuhan belum cukup memberinya pemandangan indah saat ini bahkan Kyungsoo disuguhi pemandangan dimana Jongin dengan pakaian rumahnya yang sederhana nampak luar biasa menawan. Rambut hitam pria itu setengah basah karena efek memasak, belum lagi t-shirt pas badan yang dikenakan Jongin membuatnya semakin tidak manusiawi. Seharusnya dewa saja tidak semenawan ini.

"Makan!" Suara tegas pria itu membuat Kyungsoo terkesiap dan menurunkan pandangannya pada masakan yang dibuat Jongin. Tetrazini dengan tambahan parutan keju. Jongin tidak perlu memerintah dua kali karena Kyungsoo tanpa malu-malu langsung menyendokkan banyak-banyak tetrazini ke dalam mulutnya, sementara Jongin mengambil air putih untuk istrinya sebelum mendudukkan diri tepat di depan gadis itu.

"Ini enak sekali kau luar biasa." Kyungsoo berbicara dengan mulutnya yang penuh sedangkan Jongin mengambil tisu membersihkan sisa saus spageti di ujung bibir istrinya.

"Telan makananmu baru berbicara!"

The dominant Jongin is back.

Kyungsoo tidak punya pilihan lain selain menuruti perintah suaminya, lalu dalam sekejap tetrazini buatan Jongin sudah menghilang ke dalam perut Kyungsoo. Pria itu memandang istrinya yang masih sibuk menjilati sisa-sisa saus di sendok dan garpunya. Tanpa di duga Jongin menarik tangan Kyungsoo dan menjilati sisa-sisa saus di tangan gadis itu, dan jantung Kyungsoo hampir saja berhenti berdetak saat Jongin dengan tiba-tiba mengecup ujung kanan bibirnya, membersihkan sisa saus di sana. Jongin cepat-cepat menjauhkan wajahnya, tidak mau kecupan itu berlanjut dengan kehilangan kendali lagi seperti sebelumnya.

"Kembali tidur!" Perintahnya. Kali ini dengan sedikit nada gugup yang tak bisa diatasinya.

"A-aku..."

"Tidak ada bantahan Kim Kyungsoo. Kembali ke kamarmu! Tidur!" Tegasnya seraya berdiri dan meletakkan piring kotor di tempat pencucian piring.

Pria itu meletakkan kedua tangannya di tepi tempat pencucian piring seraya memejamkan matanya rapat-rapat. Kepalanya berdenyut nyeri, luka-lukanya seolah kembali menganga. Dia seperti terlempar dalam lembah hitam bernama penyesalan. Mulutnya kelewat kelu, sedang harga dirinya kelewat tinggi untuk sekedar mengatakan kata "maaf".

Di meja makan Kyungsoo masih disorientasi dengan lingkungannya, terutama dengan pria yang tengah berdiri memunggunginya itu. Posisi Jongin membuat Kyungsoo bisa dengan jelas melihat punggung pria itu, punggung yang selalu membuatnya kagum dan mungkin semakin jatuh cinta saja padanya. Jongin memang selalu membingungkan, begitu sulit dan hampir mustahil untuk dipahaminya. Semenit lalu dia begitu seksi saat memasak dengan peluh di sekujur wajahnya. Berikutnya dia bersikap manis dengan membersihkan sisa saus spageti yang dimakannya lalu sekarang dia memerintah dengan tegas, sedikitpun tidak mau di bantah.

"Kembali ke kamarmu Kyungsoo!" Jongin berbicara dengan mata yang masih tertutup namun sama sekali tak mengurangi ketegasannya. Kyungsoo berdiri dari duduknya, menatap Jongin sekali lagi sebelum berjalan menuju tangga yang mengarah ke kamarnya.

"Kyungsoo-ya." Panggil Jongin lirih saat Kyungsoo baru saja menginjak tangga ketiga. Gadis itu berhenti, menoleh pada Jongin yang masih saja memunggunginya. "Aku mencintaimu."

"Aku mencintaimu." Ulang pria itu. Suaranya terdengar pelan, sepelan hembusan angin namun tegas dan tidak perlu menjadi jenius untuk bisa sekadar tahu bahwa apa yang dikatakan pria itu adalah kejujuran.

Sementara Jongin kembali tenggelam dengan dunianya, Kyungsoo masih diam mematung di anak tangga nomor tiga dari bawah. Dia mengalami disorientasi pada lingkungannya dan bahkan pada dirinya sendiri. Di dalam imajinasi terliarnya sekalipun dia tidak pernah membayangkan bahwa seorang Kim Jongin akan mengatakan hal seperti tadi. Jantungnya berdentum memukul rongga dadanya, sedangkan tangannya terulur memegang perutnya yang rata, tanpa sadar meneteskan air mata.

Lalu dengan langkah tergesa-gesa Kyungsoo berjalan memasuki kamarnya, menutupnya rapat-rapat sebelum mendudukkan diri tepat di depan pintu setelahnya. Kakinya lemas, seolah tidak bertulang. Jongin tidak menyentuhnya, hanya mengatakan "aku mencintaimu", hal yang wajar dikatakan suami pada istrinya. Lagi, gadis itu mengelus perut ratanya.

"Kau dengar itu baby? Appa mencintaiku, itu berarti dia mencintaimu juga. Percayalah. Percayalah baby." Kyungsoo mengulang-ulang perkataannya seolah seperti mantra untuk membuatnya lebih kuat.

"Appa mencintaimu juga baby. Ya itu pasti..itu pasti." Ulangnya lagi sebelum memutuskan untuk pergi tidur. Dan Kim Jongin yang diam-diam berdiri di depan pintu hanya bisa tertegun mendengar bagaimana Kyungsoo berbicara pada calon anak mereka. Dia tidak tahu atau mungkin tidak mau tahu dengan kekerasan hatinya dia sudah begitu egois, berniat membunuh calon anak mereka, sementara Jo Kyungsoo mati-matian mempertahankannya.

**

Kyuhyun' House, Daechi-dong, Gangnam-gu

"Aku ingin bertemu dengan Hyung" Pria berkulit tan itu berujar ketika baru saja keluar dari Sesto Elemento kesayangannya. Tiga orang maid berpakaian hitam putih menghampiri pria itu memberikan bungkukan 90 derajat.

"Tuan Cho ada di ruang kerjanya, apa perlu saya-"

"Tidak perlu, aku akan ke ruangannya saja." Jongin memotong kalimat salah seorang maid dan langsung melangkah ke lantai dua rumah mewah itu tanpa mau memperdulikan bisik-bisik di sekitarnya.

Langkah pria itu nampak terburu-buru ketika menyusuri tangga memutar di rumah dengan dominasi warna putih tulang itu. Sesampainya di depan pintu bercat cokelat tua, dia memutar knopnya tanpa mengetuk pintu itu lebih dulu. Di dalam ruangan ada sosok Cho Kyuhyun yang sedang berkutat dengan laptopnya. Pria itu mengenakan t-shirt abu-abu polos dan celana jeans selutut berwarna biru tua. Kacamata anti radiasi bertengger di hidung mancungnya menambah pesona pria yang di kenal tangan dinginnya dalam mengelola Cho Corporation, perusahaan multinasional dengan aset milyaran dolar.

"Ada apa kemari? Jika ingin menuntutku sebaiknya kau temui pengacaraku saja. Aku tidak punya banyak waktu." Kyuhyun berbicara tanpa sekalipun mengangkat wajah dari laptop kesayangannya. Jongin mematung di tempatnya, luka-luka fisik yang di akibatkan oleh perbuatan Kyuhyun memang tidak bisa dianggap remeh, dia bahkan masih merasakan nyeri di sekujur tubuhnya. "Kenapa diam saja? Seingatku aku tidak melakukan hal yang berpotensi merusak pita suaramu." Pria itu kembali berujar, masih dengan nada seolah tanpa emosi.

"Kenapa hyung putus dengan Na Ra noona?" Pertanyaan itu meluncur begitu saja dari kedua bibir Jongin. Sementara Jongin menatap lekat Kyuhyun, pria itu terhenyak, tanpa sadar mencengkram ujung laptopnya. Pertanyaan yang bahkan tidak pernah sekalipun dia bayangkan akan keluar dari bibir Jongin. Kali ini Kyuhyun yang diam, terlempar dalam kenangan masa lalu, luka yang belum sepenuhnya mengering. Luka bernama penyesalan yang sampai akhir dunia pun tidak akan bisa dia perbaiki.

"Jawab aku hyung! Kenapa kau putus dari Na Ra noona?" Suara Jongin meninggi, menunjukkan ketidaksabarannya. Selama beberapa detik Kyuhyun masih belum bergeming dari kebisuannya, tapi kemudian pria itu mencebikkan bibirnya sebelum mengangkat wajahnya, menatap Jongin yang juga tengah menatap tajam ke arahnya.

"Itu bukan urusanmu." Jawabnya pada akhirnya berhasil menemukan kembali pita suaranya yang sedetik lalu seperti hilang.

"Jawab aku hyung!"

"Itu bukan urusanmu Kim Jongin. Itu hanya masa lalu. Aku bahkan sudah melupakannya."

"Liar!" Sergah Jongin cepat, mendapati kebohongan yang jelas tercetak di wajah Kyuhyun. Sementara Cho Kyuhyun yang berkuasa kembali diam, kehilangan kemampuan mendebatnya. "Kau bahkan masih mencintai noona hyung. Aku tahu, tapi kenapa kau dengan bodohnya justru melepaskannya? Apa kau ini idiot? Tolol? Atau mentalmu sedikit terbelakang? Otak jeniusmu itu sudah tidak berfungsi huh?" Jongin mencecar, sekalipun tidak menaruh belas kasihan. Terbukti dari setiap kalimat pedas yang terlontar darinya.

"Shut up Kim Jongin!" Kyuhyun berdiri dari duduknya, menghampiri Jongin. "Shut your fucking mouth! Kau tidak punya hak untuk menghakimiku."

"Kau mengatakan bahwa aku idiot karena aku ingin membunuh mahluk yang ada di dalam tubuh istriku. Tapi kau bahkan jauh lebih idiot dengan membiarkan satu-satunya gadis yang kau cintai pergi dari sisimu. Itu ketololan yang tidak termaafkan, tahu!"

Check mate! Jongin menang mutlak dalam perdebatan kali ini. Kyuhyun bahkan hanya bisa membuka mulutnya sebelum menutupnya lagi. Keduanya saling menatap dengan aura gelap yang semakin kental, seolah beberapa menit ke depan mereka akan saling membunuh. Kyuhyun mencengkram kerah kemeja Jongin, menatap tepat di iris hitam pria itu.

"Berhenti berbicara seolah kau adalah orang paling benar di dunia Kim Jongin. Ayah mana yang tega berniat membunuh darah dagingnya?"

Jongin mencebikkan bibirnya sebelum menyeringai, menatap remeh Kyuhyun.

"Setidaknya aku sudah melakukan segala yang aku bisa untuk melindungi milikku. Sedangkan kau? Kau hanya duduk di sini, menenggelamkan diri dalam tumpukan pekerjaanmu, menumpuk uang di bank, diam-diam pergi ke club untuk penghiburan. Tapi kau, Cho Kyuhyun si jenius bahkan meratapi seorang Lee Na Ra setiap malam. Menyedihkan!" Jongin bersiap mendapatkan pukulan begitu menyelesaikan kalimatnya, tapi yang didapatinya justru Kyuhyun yang melepaskan cengkraman di kerahnya dan berdiri menjauh.

"Pulanglah.." Ujar pria itu pada akhirnya. "Sebelum setiap perkataanmu membuatku berubah pikiran. Kau tahu apa yang saat ini sedang aku pikirkan?" Kyuhyun bertanya retoris, bermonolog seolah sosok Jongin tidak sepenuhnya ada di sana "Aku ingin sekali menemui Na Ra, memintanya bercerai dengan suaminya dan menjadi milikku selamanya. Percayalah..aku tidak peduli jika membunuh itu melanggar hukum. Aku bisa membeli hukum jika aku mau. Tapi jika saja aku di luar batas kendali membunuh suami Na Ra, apa kau berpikir bahwa Na Ra akan mau menjadi milikku? Apa Na Ra akan bahagia jika hidup denganku?"

"Kau terlalu banyak mempertimbangkan Hyung! Pertimbanganmu salah besar ! Sekarang kau kehilangan noona!" Jongin mengeluarkan pendapatnya,yang lebih terdengar seperti perintah.

"Ya dan tidak. Ya untuk aku kehilangannya. Tapi tidak untuk mengambil kebahagiaannya. Aku memang mencintainya, masih dan selalu begitu. Tapi ada saat dimana aku juga harus membiarkan dia bahagia. Bukan denganku, tapi dengan orang lain yang memang menjadi pilihannya. Aku memang idiot. Kau benar. Saat rasa sakit itu datang aku akan sekali lagi mengingat kenangan kami, kenangan dimana ada aku dan dia. Dimana aku selalu bisa menyebut kita bersamanya." Pria itu menarik nafas, memberi jeda di antara kalimatnya yang panjang.

"Kim Jongin...pernahkah kau sekali saja memikirkan kebahagiaan Kyungsoo?" Jongin mendadak kehilangan kemampuan verbalnya mendapati pertanyaan Kyuhyun. Dia belum pernah berpikir sejauh itu, kebahagiaan? Kebahagiaan macam apa? Dia tidak benar-benar memahaminya. "Tidak pernah kan? Kau hanya memikirkan bagaimana memilikinya tanpa pernah berpikir soal apakah Jo Kyungsoo bahagia bersamamu? Apa dia mau menerimamu sebagai suaminya? Apa dia-"

"CUKUP!" Teriak Jongin memotong perkataan Kyuhyun yang lebih mirip seperti pembacaan vonis mati untuknya. "Jangan katakan apa-apa lagi Hyung! Cukup!!" Teriaknya lagi seraya menutup kedua telinganya, menghalau berbagai macam suara di sekitarnya.

"Ada hal-hal yang lebih buruk dari sekadar kehilangan orang yang kita cintai. Saat kau bersama dengan seseorang yang kau cintai, memilikinya dalam jangkauanmu tapi dia bahkan tidak bahagia, memandangmu saja tidak." Kyuhyun bersikeras mengeluarkan pendapatnya, mengabaikan Jongin.

"Pikirkan baik-baik Jonginnie. Terkadang kebahagiaanmu sangat tergantung pada kebahagiaan orang yang kau cintai. Jadi, bagaimana kau bisa hidup dengan baik jika melihatnya dalam penderitaan yang disebabkan oleh dirimu sendiri?" Jongin masih menutup telinganya, tapi pria itu bisa mendengar dengan jelas perkataan hyung-nya. Dia tidak mengatakan apapun, yang dilakukannya hanya menatap balik Kyuhyun. Tatapannya bukan tatapan membunuh seperti tadi, melainkan tatapan putus asa, kebingungan dan lelah. Dan detik berikutnya Jongin meninggalkan ruang kerja Kyuhyun, melupakan tujuan awalnya untuk sekadar melayangkan satu pukulan di wajah tampan pria itu.

**

2 days later

Jongin' Mansion, Seoul

Jongin baru saja menginjakkan kaki di mansionnya tat kala beberapa orang maid nampak lalu lalang di rumahnya. Para maid di rumahnya nampak sangat sibuk akan sesuatu hal. Pria itu segera menekan nama Yoo Mirae di ponselnya dan segera menuju dapur begitu mendapatkan jawaban dari orang kepercayaanya itu. Mirae yang begitu fashionable kini tengah berkutat di dapur, wajah cantiknya sudah dipenuhi peluh. Rambut panjangnya dia ikat asal, sementara ceceran berbagai macam bahan makanan sudah mengotori dapur milik Jongin.

"Apa yang terjadi?" Tanya Jongin tak sabar begitu dia berjarak cukup dekat dengan Mirae. Ada bau hangus yang menyengat di sana, membuat Jongin kembali memundurkan langkahnya.

"Istrimu mengidam" Mirae menjawab asal memasukkan banyak-banyak bubuk lada ke dalam sesuatu yang nampak seperti saus. Jongin memandang ngeri masakan Mirae dan sesuatu yang tengah dimasaknya.

"Lalu?" Tanya pria itu, masih belum sepenuhnya mengerti dengan kata "mengidam" yang diutarakan Mirae sebelumnya.

Mirae melempar sendok yang tengah digunakannya, mematikan kompor dan cepat-cepat membuang seluruh masakannya ke dalam tong sampah. Jongin mengernyit ngeri, antara ngeri dengan wajah kusut Mirae dan masakan yang dihasilkan gadis itu.

"Mrs Kim Kyungsoo yang terhormat baru mengidam, dan kau tahu? Dia memintaku untuk membuatkan tetrazinni seperti yang kau masakkan kemarin." Sungut Mirae dengan berapi-api.

"Kau kan bisa menyuruh koki di rumahku untuk membuatkannya."

"Kau pikir aku sebodoh itu? Tentu saja aku sudah menyuruh koki-koki terbaikmu untuk memasakan tetrazinni yang mungkin lebih enak dari buatanmu. Tapi kau tahu? Kyungsoo bahkan memuntahkan semua masakan itu." Mirae berbicara dalam satu tarikan nafas, mempoutkan bibir merah mudanya, sementara Jongin terkekeh geli mendapati seorang Yoo Mirae mau berkutat di dapur.

"Dan kau di sini mencoba untuk membuat tetrazinni?" Jongin bertanya retoris, yang segera dijawab Mirae dengan membelalakkan matanya.

"Sialan kau!"

"Kau ini wanita atau bukan? Memangnya kelak jika kau sudah menikah dengan Donghae Hyung kau akan memberinya makan apa? Ramyun?"

"Aku bahkan tidak bisa memasak ramyun dengan baik. Selalu saja terlalu banyak air, terlalu matang dan banyak kata terlalu lainnya yang berujung petaka."Jongin ingin sekali tertawa mendengar perkataan blak-blakan Mirae. Pria itu segera mengambil alih dapur, memasak tetrazini seperti yang dilakukannya kemarin pagi. Dan Yoo Mirae hanya bisa melancarkan sumpah serapah tertahannya melihat betapa seksinya Kim Jongin ketika memasak. Dia hanyalah gadis biasa, dan ketampanan Kim Jongin benar-benar nyaris membutakan mata.

**

02 pm

Jongin memasuki kamar Kyungsoo dengan senampan tetrazini dan segelas jus jeruk segar. Pria itu membuka pintu dan segera mendapati Kyungsoo yang tengah berdiri membelakanginya. Gadis itu nampak melamun seperti biasa, kebiasaan yang sudah sangat melekat dalam diri istrinya.

"Makanlah." Jongin berujar seraya meletakkan nampan di nakas samping tempat tidur. Kyungsoo merasakan jantungnya hampir melompat keluar mendapati Jongin yang tiba-tiba datang ke kamarnya. Gadis itu menatap lekat Jongin, suatu perilaku yang berada di luar kendali tubuhnya. Dia hanya ingin menatap suaminya, selama dan semampu yang dia bisa. Dan dalam rentan waktu puluhan tahun ke depan Jo Kyungsoo ingin sekali menatap pria itu, menghabiskan waktu selama dia bisa. Dia tidak akan lagi menyangkal perasaannya. Perasaan yang menguasai hampir seluruh hatinya. Perasaan yang dia yakini dengan cinta.

"Makan Kyungsoo!" Perintah Jongin lagi mendapati Kyungsoo yang sedari tadi hanya menatapnya membuatnya jengah. Bukan dalam arti buruk tentu saja, tapi tatapan Kyungsoo membuat kerja jantungnya di luar batas normal, berdentum-dentum memukul rongga dadanya. Kakinya bahkan nyaris lemas. Andai saja Kyungsoo tahu betapa dia berpengaruh pada Kim Jongin sebesar itu.

"Kau sudah pulang? Aku-"

"Aku sudah di sini itu berarti aku sudah pulang. Sekarang makan!" Titahnya lagi, dengan intonasi penuh penekanan. Tak terbantahkan seperti biasanya. Kyungsoo mengigit pipi bagian dalamnya, jika dalam kondisi normal gadis itu tentu akan dengan patuh menuruti perintah Jongin. Tapi sekarang ada desakan lain, desakan yang memerintahkan kinerja tubuhnya untuk membantah suaminya.

"Tidak mau." Ujarnya, Jongin sudah akan membuka mulutnya, bersiap melancarkan perintah lain, tapi Kyungsoo cepat-cepat berbicara lagi. "Tidak mau makan jika kau tidak menemaniku." Dan Kyungsoo ingin menenggelamkan kepalanya di air dingin karena dia yakin wajahnya sudah merona malu. Sementara Jongin hanya bisa menyunggingkan senyum separuhnya yang menawan terlalu gengsi untuk berteriak kegirangan.

**

Jo Kyungsoo mungkin harus banyak-banyak memikirkan kalimat bantahan pada Jongin jika efeknya seperti sekarang ini. Bagaimana tidak? Pria itu mengajaknya menikmati tetrazinni di kolam renang di mansion Jongin yang terletak di bagian belakang tempat itu. Ada kursi-kursi santai bercat putih yang berjajar rapi, air kolam berwarna sebening kristal dan yang paling penting adalah sebuah meja bundar yang di tata sedemikian rupa hingga nampak seperti meja untuk sebuah restoran mewah. Meja itu beralas hitam, dengan seikat lili putih yang masih segar. Matahari bersinar dengan malu-malu, seolah mendukung makan siang yang akan dilakukan pasangan itu.

Kyungsoo tidak mau berpikir bagaimana Jongin bisa menyiapkan semua hal ini untuk sebuah makan siang. Otaknya terlalu bebal saat ini. Ada dua alasan yang membuat kinerja otaknya mengalami penurunan yang signfikan. Yang pertama adalah Kim Jongin, dan yang kedua adalah Kim Jongin. Ya.. Kim Jongin saja.

"Makan!" Perintah Jongin lagi, membuyarkan keasyikan Kyungsoo akan imajinasinya tentang pria itu.

Gadis itu menyendokkan banyak-banyak tetrazinni yang memiliki tingkat kelezatan di luar logika itu ke mulutnya. Hanya butuh sepuluh menit dan piring berisi tetrazini itu sudah kosong. Jongin menyodorkan sepiring beef steak yang juga langsung dimakan gadis itu tanpa mengucapkan apa-apa.

"Ini enak sekali" ujar Kyungsoo dengan mulut penuh. Jongin mengulurkan tangannya, mengusap sisa saus tetrazini di ujung bibir gadis itu.

"Habiskan makananmu baru berbicara." Jawab Jongin tegas, membuat Kyungsoo merasakan déjà vu seolah Jongin sudah mengatakan kalimat tadi selama ribuan kali.

Lagi, gadis itu hanya bisa mematuhi perkataan Jongin, menghabiskan makanannya dalam diam. Jongin duduk dengan gusar di kursinya, menatap dengan tatapan yang sulit dipahami ke arah istrinya itu. Lalu dengan susah payah dia mencoba mengembalikan kemampuan verbalnya, mengatakan hal yang sedari tadi menganggu pikirannya.

"Apa yang kau inginkan Kim Kyungsoo?" Tanya Jongin ragu. Pria itu sepenuhnya gagal untuk mengutarakan pertanyaan yang bersliweran di otaknya. Pertanyaan seputar kebahagiaan gadis itu yang belum pernah ditanyakannya. Kyungsoo mematung di tempatnya, meneguk segelas jus jeruk dengan sedikit tergesa. Gadis itu menelengkan kepalanya, menatap Jongin dengan penuh pertanyaan.

"Apa yang kau inginkan sekarang? Sesuatu yang..." Jongin menggantungkan kalimatnya, mengacak rambut hitamnya dengan frustasi. Kyungsoo mendadak kaku, cara Jongin mengacak rambutnya benar-benar terlihat seksi. Seolah pria itu dilahirkan untuk menggoda wanita. "...
Sesuatu yang membuatmu bahagia." Ujar Jongin, susah payah menyelesaikan kalimatnya. "Aku..bahagia..maksudmu?" Kyungsoo mengatakan apa saja yang ada di otaknya, terlalu

terkejut dengan topik pembicaraan Jongin. Hasilnya, kata-katanya seperti anak balita yang baru belajar berbicara.

Jongin memijit pelipisnya, sekali lagi mengacak rambutnya yang sudah acak-acakan.

"Apa. Kau. Bahagia?" Jongin mengatakan pertanyaannya dengan penuh penekanan, dengan nada otoriter yang sama sekali tidak bisa ditutupi pria itu.

"Aku tidak bahagia." Kyungsoo menjawab dalam sepersekian detik. Gadis itu juga tidak tahu kenapa dia mengatakan hal itu. Hati Jongin mencelos, seolah seluruh tulang dalam dirinya di tarik paksa dari tubuhnya. Kyuhyun benar, Kyungsoo tidak bahagia dengannya.

Pria itu menyandarkan punggungnya di kursi, meremas jari tangannya hingga kebas. Mereka terdiam dalam menit-menit yang menyiksa.

"Terima kasih sudah menemaniku makan siang. Dan masakan buatanmu memang sangat enak." Kyungsoo tersenyum, mencoba memperbaiki keadaan yang dia tahu sudah berubah menjadi buruk. Jongin mempunyai kecenderungan perubahan mood yang tiba-tiba. Pria itu menatap Kyungsoo lagi, kali ini dengan tatapan terluka.

"Apa ada sesuatu yang membuatmu bahagia? Sesuatu yang bisa aku lakukan?" Sontak Kyungsoo terkejut dengan pertanyaan Jongin. Apa ini sebuah tawaran tentang kebebasan dirinya? Tapi tidak! Kyungsoo tidak menginginkan kebebasan. Dia tidak mau hidup di dunia dimana tidak ada Jongin di dalamnya.

"Tapi..bisakah kau tidak meminta sebuah perceraian? I'd rather die than to live with anyone else but you" Jongin kembali berujar, kali ini memohon bukan kalimat perintah seperti biasanya. "Kim Kyungsoo...maafkan aku." Untuk pertama kalinya Jongin meminta maaf dan bahkan pria itu sudah menundukkan kepalanya. Kyungsoo benar-benar bingung dengan sikap suaminya tapi toh tangannya terulur, memegang tangan pria itu. Ada semacam sengatan listrik dalam volt kecil saat kulit keduanya bersentuhan.

"Gwenchana." Kyungsoo mengusap punggung tangan Jongin dengan gerakan teratur, melupakan bahwa kemarin pria itu melarangnya untuk menyentuh tubuh suaminya. "Aku memaafkanmu."

Jongin mendongakkan wajahnya hingga mata mereka berdua bertemu. Ada kerinduan dan cinta yang membuncah. Cinta yang begitu besar yang mungkin juga tidak mereka pahami. Ada secercah kelembutan di mata hitam Jongin yang biasanya mengintimidasi, dan itu menumbuhkan sesuatu lain dalam diri Kyungsoo. Sesuatu bernama keberanian yang belakangan ini tidak dia temukan dalam dirinya.

"Kau tidak seharusnya mengatakan itu Kim Kyungsoo." Jongin menampakkan senyum separuhnya yang menawan.

Matahari tiba-tiba saja bersinar dengan terik, membanjiri tubuh pria itu. Jo Kyungsoo jadi paham apa itu ketampanan yang membutakan mata, karena hal itu kini terpampang jelas di depannya dalam wujud Kim Jongin, suaminya. "Kau tahu? Aku jadi semakin mencintaimu saja." Jongin mencium punggung tangan Kyungsoo, berlama-lama di sana, merasakan kulit selembut beludru milik gadisnya.

"Mau berjalan-jalan denganku?" Pria itu kembali membuka suara, bahkan saat Kyungsoo masih begitu disorientasi dengan dirinya sendiri. Tangan besar Jongin mengenggam tangan mungil gadis itu, begitu pas dengan sela-sela yang merekatkan tangan keduanya. Seolah tangan mereka memang tercipta untuk berpegangan, untuk saling menuntun menuju sesuatu yang disebut dengan kebahagiaan.

"Apa kita akan ke luar negeri lagi? Terbang dengan pesawat jet pribadimu. Makan siang di Siena atau-" Kyungsoo bertanya dengan penuh rasa penasaran, sementara Jongin tersenyum seraya mengacak rambut Kyungsoo.

"Jika itu yang kau inginkan, kita bisa pergi sekarang. Kau sangat menyukai matahari terbit kan? Kita bisa pergi ke Meteora di Yunani."

"Tidak..tidak Kim Jongin. Tidak. Perjalanan ke luar negeri lagi? Aku rasa aku tidak sanggup melakukannya untuk sementara ini." Kyungsoo mengibaskan tangannya di depan dada, menunjukkan penolakannya.

"Baiklah. Kalau begitu kita ke taman belakang rumahku." Gadis itu hanya bisa mengangakan mulutnya mendapati Jongin dengan mudahnya menuruti perkataannya. Kyungsoo jadi bertanya-tanya, apa benar pria yang tengah mengenggam tangannya adalah Jongin? Suami yang menghukumnya dengan brutal tempo hari? Dia jauh lebih penasaran dengan dirinya sendiri? Kenapa dia bisa dengan mudah memaafkan pria itu dan bahkan mempercayakan hidupnya sendiri pada pria itu .

**

Jongin Mansion' Backyard

Kim Jongin seharusnya membuka taman belakang rumahnya untuk umum, menjadikannya taman kota yang bisa dikunjungi banyak orang. Bagaimana tidak? Taman belakang itu ditanami berbagai macam bunga, mulai dari mawar, anggrek, morning glory, lily, daisy, wisteria, dan masih banyak lagi. Kyungsoo bahkan kehabisan kata-kata untuk mendeskripsikan betapa indahnya taman bunga itu. Dengan luas yang tidak berlebihan taman itu tetap saja nampak luar biasa indah. Berbanding terbalik dengan mansion Jongin yang bergaya Eropa klasik, taman bunga ini seolah membawa mereka ke tempat lain. Ada dua buah pohon besar yang mampu menghalau sinar matahari agar tidak terlalu terik di sisi kanan taman itu, juga sebuah bangku panjang bercat cokelat di bawahnya.

Kyungsoo terus saja menyumpah serapah di dalam hati karena kemalasannya untuk mengelilingi mansion milik Jongin. Pria itu selalu saja punya banyak stok kejutan untuknya.

"Kau suka?" Suara Jongin seperti biasa mendistraksi atensinya, seolah hanya ada pria itu saja dalam hidupnya.

"Eoh." Jawabnya singkat, sekilas melirik sebelah tangannya yang masih di genggam

Jongin.

"Kau sangat sedikit berbicara. Apa kau selalu seperti ini?" Pria itu menuntun Kyungsoo untuk duduk di bangku panjang bercat cokelat.

Semilir angin sepoi-sepoi berhembus, menerpa wajah keduanya. Beberapa anak rambut Kyungsoo menjuntai, dan Jongin secara refleks merapikannya, masih dengan senyum separuhnya yang menawan.

"Apa kau sedang bahagia? Memenangkan tender besar? Atau mendapatkan aset lain yang berpotensi menambah kebahagiaanmu?" Kyungsoo berbicara dengan kalimat terpanjang yang mungkin pernah diucapakannya pada Jongin.

"Aku harus sering membuatmu berdebar." Ujar Jongin mengusap surai panjang gadis itu. Kyungsoo mengernyitkan dahinya, sepenuhnya tidak mengerti dengan arah pembicaraan Jongin. Sedangkan Jongin kali ini menahan senyumnya, jantung istrinya jelas sekali berdebar kencang. Dia bisa merasakannya, karena jantungnya juga bekerja dengan sama kencangnya dengan jantung istrinya. Mungkin dalam debaran yang senada.

"Maksudmu?"

"Kau lebih banyak bicara saat berdebar. Aku suka melihatmu banyak berbicara." Jongin menjelaskan, yang membuat Kyungsoo langsung mengatupkan rapat-rapat mulutnya. "Teruslah berbicara, aku akan mendengarkanmu." Tambah pria itu lagi.

"Benarkah? Kau akan mendengarkan apapun yang akan aku bicarakan nantinya? Kau tidak akan marah atau menghukumku lagi kan?"

"Tergantung." Jongin menjawab cepat membuat hati Kyungsoo serasa turun hingga ke ujung kakinya.

"Kalau begitu aku tidak akan mengatakan apa-apa. Tidak ada gunanya."

"Katakan apapun yang bisa membuatmu bahagia. Apa-apa yang bisa aku lakukan untuk mewujudkannya." Jongin berbicara dengan terburu-buru, seolah dia tidak punya waktu banyak dengan istrinya. "Tapi tidak ada perceraian." Tandasnya lagi di akhir kalimat.

Kyungsoo menarik nafasnya dalam-dalam sebelum menghembuskannya secara perlahan. Inilah waktunya, dia tahu betul. Ini waktunya bicara, sekarang atau tidak selamanya. Dia tidak bisa terus berdiam diri dan menerima semuanya dalam kebisuan. Kim Jongin memang mencintainya, tapi itu harus dilakukan dengan cara yang benar. Hanya hal itu yang kini bercokol di otaknya.

"Kau ini sangat posesif tahu?" Kyungsoo melontarkan sebuah pertanyaan yang lebih mirip seperti pernyaatan.

"Ini demi kebaikanmu."

"Mr Kim apa kau tidak berpengalaman dengan wanita? Wanita mungkin menyukai pria yang posesif, tapi dalam batas-batas tertentu wanita tidak bisa mentolerirnya."

"Kau yang pertama. Aku benar-benar tidak punya pengalaman soal wanita." Jongin menjawab jujur yang justru membuat kedua pipi Kyungsoo merona. Perkataan Kris tempo hari benar, Jongin tidak paham apapun soal cinta ataupun wanita

"Tapi tetap saja, kau tidak bisa melarangku melakukan semua hal. Kau ini...sangat kuno." Kyungsoo ingin sekali memukul kepalanya sendiri karena sudah mengatakan kalimat tadi. Dia sudah bersiap menerima bentakan dari Jongin, tapi yang di dapatinya justru wajah Jongin yang dirundung kebingungan. "Maaf..aku errr tidak bermaksud-"

"Lanjutkan."

"Ne?"

"Lanjutkan apapun yang ingin kau katakan. Aku akan mendengarkannya." Jongin berkata dengan nada memerintahnya seperti biasa. Kyungsoo sudah kepalang basah, dia sudah memutuskan untuk berbicara dengan Jongin.

"Kenapa kau menikahiku? Maksudku yah..kita tidak saling mengenal sebelumnya. Kau datang padaku dan memintaku menikah denganmu. Kenapa tidak berpacaran dulu, melakukan proses saling mengenal satu sama lain?" Kyungsoo berhati-hati dalam memilih perkataannya. Gadis itu lebih memilih menggunakan kata "meminta" dari pada memaksa.

"I don't do romance, any boyfriend-girlfriend things." Kyungsoo setengah menggerutu mendapati jawaban Jongin. Dia seharusnya sudah memprediksi bahwa jawaban-jawaban seperti ini akan terlontar dari bibir pria itu.

"Kau melarangku keluar rumah. Kim Jongin..aku tidak akan kemana-mana atau-"

"Aku hanya takut kau meninggalkanku." Pria itu menjawab tegas dan jujur, walaupun dengan nada otoriter tapi ada ketakutan yang besar tergambar di sana. Ekspresi wajahnya berubah menjadi ketakutan, panik dan cemas dalam waktu bersamaan.

"Aku kan istrimu, memangnya aku mau kemana?"

"Kau bahkan berniat kabur saat baru sehari menikah denganku. Percayalah, kau tidak bisa kemana-mana, aku akan selalu menemukanmu. Bahkan jika kematian memanggilmu aku akan tetap menemukanmu."

"Itu terdengar sangat mengerikan." Kyungsoo menjawab jujur. Kecemasan pria itu menular padanya.

"Aku memang mengerikan dan tidak manusiawi. Semua orang mengatakan hal itu. Berkali-kali sampai aku muak." Mereka terdiam setelah jawaban Jongin yang terakhir. Keposesifan pria itu sudah benar-benar dalam tahap yang akut. Kyungsoo sebenarnya ingin bernegosiasi, memberikan sedikit pengertian pada pria itu agar paling tidak berhenti mengurungnya di dalam istana mewah itu.

"Kyungsoo-ya." Jongin memanggil, dengan suara sehalus beludru yang memabukkan. Dia ingin sekali pria itu memanggil namanya, berkali-kali dalam rentan waktu yang panjang. "Aku serius soal akan selalu menemukanmu. Aku benci jika ada yang menyakitimu, membuatmu terluka dan tidak nyaman. Dan aku tidak bisa mentolerir akan apa yang telah dilakukan mahluk itu padamu."

"Tapi dia bayi kita. Anak kita. Dari mana kau beranggapan bahwa dia menyakitiku?"

"Aku tidak suka membicarakannya. Sekarang ganti dengan pertanyaan lain! Tema pembicaraan lain." Pria itu memalingkan wajahnya, tidak lagi memandang Kyungsoo dengan lekat.

"Tidak! Kita harus membicarakan calon anak kita Jong." Kalimat bantahan itu mengalir begitu saja dari bibir Kyungsoo, seolah dia sudah begitu terlatih dengan banyak bantahan.

"Cukup Kim Kyungsoo! Jangan membantahku!" Suara Jongin meninggi, tapi kali ini Kyungsoo tidak akan mundur dan menyerah begitu saja.

"Aku tidak tahu kenapa kau berpikiran untuk menyingkirkan calon anak kita. Apa kau tidak pernah mendapat pelajaran biologi?"

"Mwo?"

"Lupakan soal biologi. Tapi sejujurnya aku tidak akan memahami alasanmu untuk menyingkirkan anak kita. Dia buah cinta kita tahu?" Kyungsoo secara refleks memukul mulutnya yang tengah lancang berbicara di luar kendalinya. Jongin terperanjat tak bisa menutupi keterkejutannya. Apa yang dikatakan Kyungsoo terdengar seperti ungkapan cinta untuknya. Walaupun tidak secara langsung, tapi dia tahu itu. Ternyata dia tidak seidiot itu soal cinta.

"Kau tahu apa yang ada dipikiranku sekarang?" Jongin tiba-tiba berbicara dengan topik pembicaraan lain. Sangat khas Kim Jongin yang mempunyai kebiasaan mengubah topik pembicaraan.

"Aku tidak tahu. Soal menebak pikiran kau bisa bertanya pada Kris. Dia sangat ahli dalam hal ini."

"Tidak boleh menyebut nama pria lain di depanku Kyungsoo!" Jongin menggeram, berbicara dengan rahang terkatup.

"Kau bilang kau ingin aku bahagia? Tapi kau selalu melarang semua yang ingin aku lakukan. Dan demi Tuhan Kris Wu adalah suami noona-mu!" Gadis itu masih bertahan dengan mulut lancangnya, mendapat dorongan keberanian entah dari mana.

"Kris Hyung tetap seorang pria."

"Terserahlah, seperti kau pernah mendengarkanku saja." Kyungsoo berujar pasrah menghadapi keposesifan suaminya yang terkadang menjurus kekanakkan.

"Aku mendengarkanmu. Selalu. Pendapatmu selalu sangat penting untukku. Kebahagiaanmu Kim Kyungsoo, adalah prioritas utamaku." Lagi, Jongin membuat jantung Kyungsoo bekerja di luar batas normal. Jantung gadis itu berdentum memukul rongga dadanya. Dia bahkan bisa mendengar detakan jantungnya dengan jelas.

"Jika itu begitu penting Kim Jongin kau harus mendengarkanku lebih. Terutama soal calon anak kita. Aku akan bahagia jika kau mau menerimanya. Dia tidak akan menyakitiku, percayalah. Lagi pula jika ada seorang anak bukankah aku semakin tidak bisa kabur darimu?" Gadis itu mengutarakan pendapatnya, kali ini lebih blak-blakan. Dia memang sudah tidak ingin kabur dari Jongin. Ikatan pria itu begitu kuat untuk dirinya. Mungkin dia akan menjadi masokis saja setelah ini.

Jongin masih diam, kali ini duduk menghadap Kyungsoo. Dia menatap gadis itu dengan terpaan cahaya matahari yang menelusup dari sela-sela dedaunan rindang di atas mereka.

"Seperti kau bisa saja kabur dariku." Pria itu menyeringai, lalu detik berikutnya menampilkan senyum separuhnya yang menawan. "Apa aku pernah memujimu bahwa kau sangat cantik?" Kyungsoo menggeleng cepat, tidak peduli Jongin sudah pernah mengatakannya. Tapi seperti kebanyakan gadis lain dia suka dipuji, terlebih oleh suaminya sendiri. "You're so beautiful Mrs Kim. No measure time with you will be long enough. But let's start with forever."

Pria itu menawarkan hal lain dalam kalimat yang baru saja dikatakannya. Bahwa mungkin dia tidak begitu percaya pada kisah cinta picisan soal kebahagiaan selama-lamanya. Tapi bersama gadis di depannya dia ingin menjalaninya. Bukan..bukan soal kebahagiaan selamanya, tapi soal kebersamaan yang lama. Dia tidak mengawali semuanya dengan baik, tapi dia ingin menjalani semuanya dengan baik bersama Kyungsoo.

Kedua tangan pria itu menangkup wajah Kyungsoo, mendekatkan wajah mereka. Saat kedua nafas mereka beradu dan mereka bahkan hampir tidak menyadari bahwa mereka saling menghirup karbondioksida yang berpotensi menyesakkan, mereka mengabaikannya. Hidung mereka bersentuhan, sementara Jongin terus saja menatap intens Kyungsoo yang sudah memejamkan matanya.

Lalu saat bibir mereka pada akhirnya bertemu, keduanya tersentak oleh gelanyar aneh yang selalu mereka rasakan tiap kali bersentuhan. Aliran listrik dalam volt kecil, ribuan kupu-kupu yang seolah berterbangan di perut mereka. Bibir Jongin bergerak, melumat pelan bibir Kyungsoo yang sudah seperti heroin baginya. Lidahnya menelusup masuk, dan Kyungsoo dengan suka cita menyambut lidah hangat pria itu yang dengan lihai mengeksplorasi mulutnya. Saat keduanya hampir kehabisan nafas, Jongin menjauhkan wajahnya, menatap sayang Kyungsoo seraya mengusap bibir gadis itu yang sedikit membengkak. Lalu menciumnya sekali lagi.

"I really want to make love with you, right now.. in this place." Kyungsoo hampir saja mengeluarkan kalimat protesnya saat Jongin dengan suara bassnya kembali berbicara "Tapi, kebahagiaanmu ada di dalam perutmu. Kebahagiaanmu yang menyebalkan bagiku menghalangiku untuk menyentuhmu. Kim Kyungsoo..aku bahkan selalu bertanya-tanya, bagaimana aku bisa hidup dengan benar sebelum kau datang?"

Dan perkataan Jongin di akhiri dengan ciuman lagi. Dia memutuskan untuk mengalah, membiarkan mahluk yang belum sudi disebutnya dengan calon anak mereka tetap hidup. Kali ini pria itu meletakkan tangannya di sisi tubuh istrinya. Pertahanan terakhirnya agar tidak bertindak lebih jauh. Dan hanya Kim Jongin yang tahu betapa sulitnya menghalau hasrat primitif itu untuk tidak menghasutnya dan melakukan tindakan gegabah. Semua itu bertambah sulit saja karena menyangkut Jo Kyungsoo.

**

Fan_ra' Home, Seoul

Keduanya tengah menikmati makan malam dalam diam, hanya ada suara dentingan garpu dan sendok yang beradu dengan piring porselen di hadapan mereka. Pasangan suami istri itu tenggelam dalam pikiran masing-masing, mungkin sedang berkomunikasi dalam kediaman yang seperti biasa tidak dipahami orang lain.

"Kenapa kau makan sedikit sekali akhir-akhir ini? Kau kehilangan banyak berat badanmu? Apa kau stres? Terlalu banyak pekerjaan huh?" Kris membuka suara, menanyakan serentetan pertanyaan dalam satu tarikan nafas. Na Ra mendongakkan wajahnya, meminum segelas air putih sebelum menjawab pertanyaan suaminya.

"Nafsu makanku sedang buruk. Entahlah.. Mungkin stres atau masalah pencernaan, perutku seringkali mengalami kram" Kris membelalakkan matanya, menghampiri istrinya dalam sepersekian detik.

"Kau sakit? Ayo ke ruang rawatku. Atau..." Kris menggantungkan kalimatnya, sementara jari-jarinya sudah dengan sigap memeriksa denyut nadi Na Ra "Kau hamil, ma chérie?" Pria itu tersenyum lebar, merasa bahagia dengan gagasannya sendiri.

"Tsk.. Hanya karena kau hampir meniduriku setiap hari kau jadi berpikiran seperti itu? Memangnya kau sehebat itu, Kris Wu?" Na Ra melayangkan jawabannya, kali ini justru tersenyum. Kris memang punya senyum yang menular.

Pria itu mengangkat bahunya, memasang ekspresi datar yang sialnya tetap saja membuatnya luar biasa tampan sekalipun kini dia hanya mengenakan stelan rumah sederhana.

"Diam saja lah Na Ra Wu, aku sedang menghibur diriku sendiri. Lagi pula aku juga masih setuju dengan pendapatmu soal menunda anak."

"Maksudmu?" Na Ra menaikkan sebelah alisnya, mencium gelagat mencurigakan dari suaminya itu.

"Kita akan mempunyai anak, itu pasti. Tapi nanti...sekarang aku hanya ingin menghabiskan waktu bersamamu, berdua saja dalam waktu yang lama."

"Itu terdengar seperti ajakan bercinta setiap hari."

"Kau pintar sekali. Well.. Bagaimana jika bulan madu kedua? Bordeaux aku rasa akan ide yang bagus? Kita bisa menikmati hamparan perkebunan anggur, dan-"

"Kita tidak akan menikmati apa-apa karena kau akan menahanku seharian penuh di ranjang." Na Ra terkekeh geli menanggapi ekspresi kekanakan Kris, padahal semenit lalu pria itu berbicara vulgar dengannya, soal ajakan bercinta dan hubungan di atas ranjang.

"Memangnya niatku terlihat jelas ya?" Tanyanya dengan wajah polos bak anak usia 10 tahun.

"Seperti kau punya niat lain saja. By the way, bagaimana keadaan Kyungsoo? Maksudku ya..tentang kesehatannya." Na Ra cepat-cepat memalingkan wajahnya, menghindari tatapan Kris yang seolah sedang meng-X-Ray-nya, membuatnya salah tingkah.

"Dia baik-baik saja." Kris menjawab kalem, masih betah menatap lekat setiap lekuk wajah istrinya. "Tapi, aku justru mengkhawatirkan Jongin."

"Jonginnie? Apa yang terjadi dengannya?" Na Ra bertanya dengan tergesa-gesa, berlomba antara kepanikan dan keterkejutan.

"Aku menemui Lee Donghae kemarin. Maaf..tapi aku menyuruh Mirae untuk diam-diam mengambil catatan kesehatan Kim Jongin di ruang kerjanya." Na Ra sudah akan membuka mulutnya tapi Kris mengangkat tangannya mengisyaratkan bahwa dia tidak mau dibantah. "Aku tahu ini sedikit ilegal. Tapi, aku punya alasan. Sikap Jongin pada Kyungsoo memang pada awalnya masih bisa dimaklumi. Dulu...beberapa bulan lalu, tapi tidak sekarang. Setelah peristiwa kemarin, aku memutuskan untuk memeriksa kondisinya secara diam-diam. Dan hasilnya-"

"Apa Kris Wu? Jawab aku? Apa sesuatu yang buruk terjadi padanya? Katakan! Katakan semuanya!" Na Ra berubah panik, gadis itu bahkan sudah mencengkram lengan tshirt yang digunakan Kris.

"Anxiety disorder (Istilah psikologi gangguan kecemasan) Jongin mengidap anxiety disorder. Aku rasa ada trauma di masa lalu yang membuat disorder-nya semakin parah. Aku akan menyelidikinya lagi." Dan ucapan Kris hanya terdengar seperti dengungan tak jelas. Na Ra tidak lagi sepenuhnya mendengarkan perkataan suaminya itu. Karena apa yang baru disampaikan Kris padanya tentang keadaan Jongin membuatnya ingin memuntahkan semua isi perutnya saat ini juga.

.

.

.

.

.

.

TBC

Hai hai... Gimana chapter ini

Siapa yang mau nimpuk kim jongin dipersilahkan... Haha

Jangan lupa vomment yah dear..

See you soon...

Continue Reading

You'll Also Like

109K 9.8K 14
Cast : Kim Jongin, Do Kyungsoo (GS) & Kim Taeoh Support cast : member exo Genre : Hurt "Semua penyesalan itu ada di akhir! Dan kini semuanya sudah be...
110K 8.4K 42
"Apapun yang kau katakan, bagaimanapun kau menolaknya, cinta akan tetap berada disana. Menunggumu mengakui keberadaannya." -Kim Seokjin - **** Jin x...
284K 27.2K 56
Highest rank :#89 in Fanfiction (12.05.18) #2 in Kaisoo (11.07.18) #18 in Kaisoo (07.08.22) Hidup tak selamanya indah. Semuanya tak selalu diisi deng...
36.3K 3K 31
ยฐ๏ผค๏ฝ๏ฝ’๏ฝ‹ ๏ฝ’๏ฝ๏ฝ๏ฝ๏ฝŽ๏ฝƒ๏ฝ…ยฐ ๐‚๐ž๐ซ๐ข๐ญ๐š ๐ข๐ง๐ข ๐ฆ๐ž๐ง๐ ๐š๐ง๐๐ฎ๐ง๐  ๐ฎ๐ง๐ฌ๐ฎ๐ซ ๐ ๐ž๐ฅ๐š๐ฉ ๐ ๐ฎ๐ฅ๐ข๐ญ๐š ๐๐š๐ง ๐ค๐š๐ฅ๐ข๐š๐ง ๐š๐ค๐š๐ง ๐›๐š๐ฌ๐š๐ก ๐ญ๐š๐ง๐ฉ๐š ๐ค๐ž๐ก๏ฟฝ...