抖阴社区

9. Perlakuan Jisung

Mulai dari awal
                                        

"A—ayah?"

"Jeno? Kamu kenapa? Apa ada yang sakit?"

"Ini masih sore, kenapa ayah sudah pulang?"

"Itu tidak penting, Jen. Sekarang bagaimana kondisimu? Apa ada yang sakit?"

"Sedikit," ujarnya, lantas memegangi kepalanya. "Disini."

"Apa perlu ke rumah sakit? Atau ayah panggilkan dok—"

"Ayah," pangkas Jeno yang membuat Donghae langsung diam.

Meski begitu, raut wajahnya jelas tidak bisa berbohong jika ia begitu mengkhawatirkan putra semata wayangnya.

"Tadi aku sudah diperiksa dokter di kampus. Ah, tunggu! Dari mana ayah tahu kalau aku sakit?"

"Tadi kata teman kerja ayah, anaknya bilang kalau anak ayah sakit. Setelah itu ayah langsung pulang untuk memastikannya sendiri," tuturnya panjang lebar.

Jeno hanya mengangguk. Jujur saja ia senang karena ayahnya begitu peduli padanya, tetapi bayangan yang muncul akhir-akhir ini sangat mengganggu pikirannya.

"Jen! Jeno! Lee Jeno!"

"Ah—ya?!"

"Apa yang kamu pikirkan?"

Jeno berpikir, apakah mungkin ini saat yang tepat untuk menanyakan itu pada ayahnya?

"Ayah ... ada yang ingin aku tanyakan."

"Tanyakan saja."

"Apa aku memiliki teman masa kecil?"

Donghae terlihat tertegun selepas mendapat pertanyaan itu dari Jeno. "Kenapa kamu bertanya seperti itu?"

"Sejak aku kembali ke sini, banyak sekali bayangan-bayangan yang muncul. Dalam bayangan itu, aku melihat ada anak kecil yang berbicara padaku, seperti ... teman masa kecil."

Donghae masih diam. Ia memang tidak terlalu memperhatikan Jeno ketika kecil. Tahu-tahu Jeno sudah mengalami gangguan psikologis ketika masih di sekolah dasar.

"Sebelumya, ayah minta maaf. Dulu ayah tidak memerhatikanmu hingga kejadian itu terjadi. Ayah sungguh menyesal. Ayah juga tidak terlalu tahu mengenai kehidupan masa kecilmu, selain kasus pembullyan itu, ayah tidak tahu apa-apa lagi."

Jeno menunduk kecewa. Sebelumnya ia berharap jia dirinya dapat menemukan jawaban dari ayahnya, tetapi hasilnya nihil. Satu-satunya harapan Jeno adalah Bi Inem, asisten rumah tangga. Tetapi, Bi Inem sudah meninggal empat tahun lalu ketika dirinya berada di luar negeri. Tidak ada lagi harapan Jeno untuk mengetahui masa lalunya selain menunggu potongan ingatan itu terkumpul.

"Bagaimana keadaanmu sekarang?"

"Sudah lebih baik," jawabnya.

Donghae menghea napas lega. "Ayah minta maaf, tetapi ayah harus pergi lagi ke kantor untuk meeting."

"Tidak masalah. Aku baik-baik saja."

Donghae mengangguk. "Kalau ada apa-apa, langsung kabari ayah."

Selepas Jeno mengangguk mengiyakan, Donghae melangkah keluar dari kamar Jeno dan pergi ke kantor untuk melanjutkan meeting yang tertunda.


—oOo—


"Ini sudah malam, apa Kak Jaehyun tidak mau menginap?"

"Sebenarnya kakak ingin, tetapi malam ini ada hal yang tidak bisa ditunda," jawab Jaehyun.

Kini Jaehyun berada di halaman rumah Jaemin, hari memang sudah gelap tetapi Jaehyun tetap ingin pulang.

"Baiklah. Hati-hati di jalan, Kak."

Jaemin melambaikan tangan hingga mobil Jaehyun meninggalkan pekarangan rumahnya. Hari itu Jaemin benar-benar merasa lelah. Selepas menutup pintu, ia berencana untuk lagsung tidur saja. Tetapi, hari-hari melelahkan Jaemin kembali terganggu dengan kedatangan Jisung dengan keadaan babak belur.

BRAK!

"Jisung!"

Jaemin langsung menangkap tubuh sang adik yang nyaris saja berbenturan dengan lantai.

"Jisung! Kenapa kamu bisa seperti ini?"

Jaemin melihat luka bekas pukulan yang membuat wajahnya berdarah di sudut bibir, batang hidung, dan dahi. Di samping itu luka memar di kedua pipinya membuat tubuh Jaemin melemas.

Tubuh Jisung yang berdekatan dengan Jaemin membuatnya dapat mencium bau aneh dari tubuhnya.

"Jisung, kamu mabuk lagi?" pelannya. Jisung hanya meyahut dengan racauannya yang tak jelas.

Jaemin berusaha membangunkan Jisung dan mendudukannya di kursi. "Berapa kali kakak sudah bilang, jauhi alkohol dan jangan pergi lagi ke klub malam. Itu tidak baik, Na."

Terima atau tidak, tetapi Jaemin sudah memanggilnya dengan marga Na sejak kecil. Meskipun, sepertinya Jisung tidak tahu mengetahui fakta itu. Jaemin sendiri belum memliki keberanian untuk memberitahukan kebenaran itu, karena Jaemin tahu jika ia melakukan itu, dirinya akan kehilangan Jisung.

Jaemin pergi untuk mengambil air hangat dan handuk kecil untuk membersihkan lukanya.

"GUE MALU!!"

Jaemin terperanjat ketika Jisung tiba-tiba menyeurkan hal itu dengan kedua mata yang masih terpejam. Jisung benar-benar mabuk.

"Tenanglah sebentar," pelan Jaemin.

Namun, bukannya tenang, Jisung malah mendorong tubuh Jaemin hingga ia berada di bawah kukungan tubuhnya.

"Na Jisung, apa yang kamu lakukan? Kamu terluka!"

"Asal lo tahu ... GUE MALU PUNYA KAKAK GAY KAYAK LO!!"

Jaemin membatu dibuatnya. Hatinya dua kali lipat lebih sakit ketika Jisung yang mengatakannya.

"Na Jisung ...," pelan Jaemin berharap Jisung kembali sadar.

Tetapi, bukannya sadar Jisunng malah semakin menjadi-jadi. Ia sedikit membuka matanya dan menampilkan smirk yang mengerikan.

"Lo layak diberi hukuman!"

Jaemin ingin memberontak, tetapi kedua tangannya bahkan ditahan oleh Jisung dan diletakan di atas kepalanya. Ketahuilah, kali ini Jaemin benar-benar takut ketika dihadapkan adiknya yang sudah seperti orang kesetanan.

"Jisung, apa yang akan kamu lakukan? Lepaskan! Aku ini kakak kamu!"

Jisung mendekatkan wajahnya ke telinga Jaemin, lantas berbisik, "Bagaimana jika lubangmu ini menjadi tak berbentuk setelah aku menggempurnya semalaman?"


—Tbc

ICUNG SALAH PERGAULAN😭
Lama-lama authornya gak tega, t–tapi cerita ini udah dipikirin sejak beberapa bulan lalu dan diketik sampai tamat. Aku selaku authornya hanya memberikan satu clue.

“Putih belum tentu suci. Hitam belum tentu bernoda.”

Harap ingat clue itu sampai cerita ini berakhir:)

Lee Donghae & Lee Jeno💚

About J [NOMIN] END?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang