[CERITA MASIH LENGKAP]
Hanya cerita sederhana tentang seorang mahasiswa yang dipertemukan dengan satu gadis manis dari kampus lain.
Laki-laki itu tertarik, jatuh cinta lalu berubah menjadi obsesi yang besar. Keinginan untuk memiliki gadis itu seutuh...
"I-iya, ayo. Kamu tunggu diluar, aku mau ngomong dulu sama temen aku." Arsenat tersenyum manis pada Nikel dan melangkahkan kakinya keluar.
"Dia gak pernah senyum selebar itu," takjub Amina seolah sedang melihat keajaiban dunia.
"Lebih tepatnya, senyum setulus itu." Beryl membenarkan. Satu angkatan juga tahu, betapa rese-nya si Rese itu.
"Gue keluar, ya." Nikel sempat melirik Amino yang kini enggan menatapnya.
"Jangan lupa traktiran, oke?" Nikel hanya melambaikan tangannya acuh kemudian keluar dari ruangan.
"Makin banyak kapal berlayar," ucap Amina terlihat sedih sambil menopang dagunya di atas meja.
"Lo juga cari cowok," sahut Beryl menyarankan. Padahal diantara Beryl, Nikel, dan Amina, jika dilihat dari segi pertemanan dengan satu angkatan. Amina yang paling banyak memiliki teman dan tentunya kenalan laki-lakinya lebih banyak.
"Males, gak ada yang pas gitu di hati."
Beryl berdecih. "Gitu aja terus jawaban lo, sampe ubanan tu rambut."
Kemudian Beryl mengamati Amino yang tampak lebih diam dari biasanya. Beryl tentu tahu alasannya.
"No, gak apa. Cuma pacaran, belum nikah. Lo masih ada kesempatan," kata Beryl menenangkan.
"Iya, kembaran tenang aja." Amina ikut menenangkan. Meski sebenarnya ia yang dari awal tidak begitu setuju Amino dan Nikel dekat.
"Bisa-bisanya lo ngomong gitu. Arsenat udah mau serius sama Nikel, Ryl."
Beryl tahu. Tapi Beryl juga tidak akan bicara begitu kalau Arsenat adalah jelmaan manusia keji seperti Alkana.
"Gini ya, No. Coba kalo lo berani nyatain perasaan lo lebih dulu. Toh, Nikel juga udah peka sama lo. Nikel hargain lo, Nikel nungguin lo jujur. Tapi lo nya yang sembunyi mulu, Nikel juga lama-lama cape. Dan nerima orang lain, terus ujungnya siapa yang merasa jadi korban? Lo? Padahal kan harusnya, Nikel."
Amino terdiam, meresapi perkataan Beryl yang menohok. Tidak, Beryl tidak menyalahkan Amino. Tapi Beryl ingin, Amino tidak akan menyalahkan orang lain setelah ini.
"Beryl," suasana hening itu buyar ketika ada mahasiswi memanggil namanya.
"Iya?"
"Dipanggil Kak Volta," katanya.
Beryl mengernyit, merasa heran. Begitupun dengan Amina dan Amino yang langsung kebingungan.
"Ngapain?" Tanya Beryl memastikan.
"Gue juga gak tau, gue cuma disuruh bilang ke lo dateng temuin dia di belakang gedung."
"Oke, makasih." Mahasiswi itu mengangguk dan pergi setelah selesai menyampaikan.
"Gue temenin, Ryl." Amino yang sudah berpikiran negatif, segera mengajukan diri untuk mengantar.
"Gue juga temenin lo, Ryl." Kali ini Amina yang bersuara.
"Gak usah, parno banget si kalian. Kak Volta doang, ya kali gue kenapa-napa."
Lain di mulut, lain di hati. Beryl juga sebenarnya cemas. Volta tidak mungkin memanggilnya jika tidak ada sesuatu yang penting.
Hubungan mereka juga renggang sejak Volta memilih jalan untuk menyerah dan berpacaran dengan Tita.
"Ryl,"
"Gue sendiri aja, percaya sama gue. Aman," tukas Beryl.
Meski tidak rela, akhirnya si kembar itu mempersilakan Beryl pergi menemui Volta.
Langkahnya menuju belakang gedung yang selalu sepi. Bagaimana tidak sepi, jika itu bukan tempat mahasiswa beraktivitas.
Tak butuh waktu lama untuk mencapai tempatnya. Mata Beryl mengamati sekeliling. Sepi, sunyi, tak berpenghuni. Beryl dibuat merinding sendiri.
"Balik aja kali, ya." Beryl meyakinkan dirinya sendiri bahwa tidak ada apa-apa disana.
"Kak Volta!" Seru Beryl lantang, berharap Volta keluar dari persembunyiannya. Namun setelah dipanggil berkali-kali, hasilnya nihil. Tetap tidak ada satu nyawa pun yang menyahut.
Tiba-tiba ada seseorang berpakaian hitam, memakai masker dan topi baseball, berdiri membelakangi Beryl.
Sebelum Beryl membalikkan badannya, orang itu sudah memukul kepala Beryl dengan sesuatu yang keras. Sehingga yang Beryl rasakan adalah pusing dan kondisi tubuh linglung tidak bisa dikendalikan.
Beryl kehilangan keseimbangan. Ia tahu sebentar lagi kesadarannya juga akan hilang. Perlahan tubuhnya jatuh ke dasar tanah.
Detik-detik matanya tertutup, ia mendengar suara tawa kepuasan dari seseorang didekatnya.
Namun selanjutnya tak ada yang bisa Beryl ingat, kecuali kegelapan.
⚪ ⚪ ⚪
A/N:
selamat berteori kembali.
oh ya, mau tanya dong. sejauh ini kalian udah hapal nama-nama unsur kimia apa aja nih?
HAHAHA.
enaknya up next chapter kapan lagi ya.
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.