Perjalanan dua setengah tahun di atas kata kita dan berakhir sang lelaki pergi meninggalkan duka tanpa suara. Membuat sosok gadis yang dicinta selalu sibuk membias rindu selama dua bulan semenjak kepergiannya. Berdialog dengan lagu-lagu ballad bak remaja kasmaran yang cintanya bertepuk sebelah tangan.
Hingga kini Leya belum bisa melupakan Leo, bahkan rasa untuk pemuda itu tak sedikit pun memudar. Sosok Leo telah menduduki tahta hati, siapa pun seakan tak bisa mengantikan posisi. Saat awal menjadi sepasang kekasih, Leo sering mengucap kalimat, "Selamanya akan tetap bersama". Hal itu membuat Leya seakan termakan oleh frasa selamanya.
Padahal jika dipikir kembali, selamanya hanya sebuah ilusi semata. Di dunia ini tidak ada yang abadi, adakalanya kita akan bertemu dengan kehilangan, ditinggalkan atau meninggalkan.
Di sini entah Leya yang terlalu dibutakan oleh cinta atau karena Leo sering mengucapkan janji selamanya akan bersama. Apa pun alasan di balik semua ini, tak seharusnya Leya terbelenggu oleh masa lalu yang jelas-jelas mustahil untuk kembali. Gadis itu menatap kosong pemandangan di hadapan, hamparan bunga yang tersusun rapi di taman kampusnya menjadi tempat kesukaan Leya.
"Le, dulu kita sering makan es krim di sini. Kamu juga sering bawa buah semangka satu tempat makan penuh dari rumah. Sesuka itu ya kamu?" Leya bermonolog, sesekali terkekeh pelan.
"Tapi Le, semenjak kamu sering bolak-balik rumah sakit. Aku sering ditemenin sama Jema di sini."
Leya mengerjap kala menyadari kalimat terakhirnya, sudah lama ia tak bertemu Jema. Semenjak kejadian dua bulan lalu, selepas Leya mengucap kata-kata menyakitkan untuk Jema. Mereka tak pernah lagi saling berinteraksi, Leya memblokir seluruh akun sosial media pemuda itu. Ketika di kelas pun keduanya sama-sama saling menghindar.
Jema menghindar sebab, tak ingin membuat Leya merasa risih. Ia juga takut jika gadis itu semakin membencinya. Sedangkan Leya, ia benar-benar ingin Jema pergi dari kehidupannya. Terlalu benci sebab, pemuda itu telah membantu Leo supaya tak bisa bertemu dengannya. Gadis itu telah menilai bahwa Jema tak lagi peduli akan perasaan Leya.
"Jema, you should know that I hate you. Tapi, kadang disaat tertentu gue juga butuh lo." Leya melirih. Lantas memori dua bulan lalu kala ia memaki Jema, terlintas begitu saja dalam ingatan.
Dua bulan lalu, kala sosok itu pergi meninggalkan restisalya tanpa suara, untuk gadis yang terbelenggu dalam duka. Membiarkan sang pelipur lara menjadi tempat penuang amarah.
Seusai membaca isi kertas putih bercoret tulisan tangan Leo. Leya menuruni tangga dengan cepat, ia ingin menemui Jema. Perasaan marah membelenggu dalam benak sanubarinya. Tirta bening tak berhenti mengaliri pipi putih gadis berjubah hitam itu.
"Jema, gue mau ngomong sama lo," ujar Leya, menghampiri Jema yang sedang duduk di halaman belakang rumah Leo. Suaranya terkesan penuh penekanan.
Jema menatap bingung, pasalnya selama ini ia tak pernah mendengar Leya berbicara dengan suara menahan amarah. Leya selalu berbicara dengan nada lembut. "Ada apa Ya? Ngomong aja, biasanya juga langsung ngomong."
"Jem, selama ini lo bohongin gue? Perihal lo yang sering ke rumah sakit karena mau nganterin sesuatu buat Mama lo itu bohong 'kan?"
Leya menatap Jema penuh sorot intimidasi, membuat pemuda itu terpojokkan.
"Jawab Jema! Yang gue butuh bukan diemnya lo, tapi jawaban. Dan selama ini lo juga bantuin Leo, makannya selalu ngelarang gue buat ketemu sama dia?!" Leya meninggikan nada suaranya.
"Tenangin diri lo dulu. Gue jelasin pelan-pelan sini Ya." Jema menuntun lengan Leya namun, gadis itu segera menepis.
"Gue nggak butuh penjelasan lo Jema! Yang gue butuh jawaban iya atau nggak!" Leya menggertak, air matanya kembali membanjiri pipi.

KAMU SEDANG MEMBACA
Save My Youth | Mark vs Jaemin
FanfictionBerisi tentang Birthday Project; ? MJ Project; Mark & Jaemin Naskah oleh penulis dari keluargadrimis, copyright 2021 Cover by @lullabynaa