抖阴社区

                                    

Leya langsung cepat-cepat menghapus air matanya yang sedari tadi sudah hinggap di pipinya. "Eh Jema udah dateng."

"Duduk lah Jem, jangan diem aja kayak patung gitu, hahaha."

"Enggak!" Jema mengelak dengan cepat. "Sorry Ya, gue nggak akan mau berhubungan sama lo lagi. Gue nggak mau jadi pelampiasan doang, Ya. Lo ngerti nggak? You just hurt my heart."

Leya sangat terkejut dengan pernyataan itu. "Be-berarti tadi lo deng—"

"Dan jangan coba-coba minta kesempatan palsu itu lagi ke gue!"

"Gue udah muak, bukan sama lo. Tapi sama diri gue sendiri yang terlalu berharap lebih sama omongan lo."

Jema langsung meninggalkan Leya begitu saja. Sementara Leya, air matanya jatuh kembali. Pernyataan Jema barusan begitu menyakitkan bagi Leya. Harga dirinya seperti diinjak-injak. Tapi dirinya juga sadar kalau ini juga sebagian dari kesalahannya.

Beberapa pengunjung kafe melihat kejadian tidak mengenakkan tersebut. Tapi Leya tidak peduli. Dirinya benar-benar merasakan sakit hati sepuluh kali lipat dari sebelumnya.

Tangisnya semakin pecah, tapi ia tahan. Tubuhnya semakin bergetar menahan tangisnya itu. Tangannya mencengkram pinggiran meja, seakan meluapkan emosinya. Tapi ia tidak boleh terlalu lama di sini.

"Leo, aku pengen ketemu sama kamu, Leo. Hikss...." Setelah itu, ia pergi menuju makam Leo dan meninggalkan kafe begitu saja.

Hujan deras menyertai kota tersebut. Kota yang menyimpan banyak duka lara, rasa sakit yang dirasakan, juga gundah yang membuat dua pasang sahabat menjadi mati rasa. Keduanya seperti tak memiliki arah untuk mencoba menyatu lagi.

•••

Deras tangisan awan memenuhi bumi dan isinya, gulungan awan terlewat menyeramkan. Garis hujan tanpa titik kian memburamkan pandangan setiap insan yang berada di bawah kukungannya. Leya memasuki pekarangan berisi gundukan tempat peristirahatan terakhir Leo.

Hawa dingin dari hujan yang menusuk tak membuat gadis itu berbalik arah mencari keteduhan. Leya mendekat pada pada gudukan yang terlihat bersih, tanpa rumput liar pada sekitar. Ia termakan sepi, netranya memandang lekat nisan bertuliskan nama Leo. Merogoh tas yang dibawa, mengeluarkan sebuah polaroid.

Dapat Leya lihat bahwa foto sang pemilik tahta hati telah luntur. Tinta yang awalnya tersusun rapi membentuk wajah tampan Leo, kini perlahan memudar terbawa tangisan jumantara. Membentuk gradasi abstrak, sama seperti perasaannya yang kini tak karuan. Terisak sendirian, dadanya menyesak, perasaan menyesal dalam sanubarinya menukik tajam bak pesisir pantai yang baru saja terlempar temali dari kabin.

"Leo, kamu tau nggak kalau aku udah ngelakuin hal bodoh?" Leya berusaha mengeluarkan suaranya. Gadis itu mengusap nisan Leo, netranya menyorotkan kepiluan.

"Jema sekarang benci sama aku Le. Kamu juga pasti kecewa 'kan sama aku?" Senyum paksa ia tampilkan. Kemudian terkekeh, menertawakan kebodohannya.

Leya menyandarkan daksa rapuhnya pada nisan itu. Mencium lama, membayangkan bahwa ia sedang mencium kening Leo. Sungguh, perasaan menyesal kini telah menjadi teman dalam diri gadis itu. Leya ingin meminta pada cakrawala perihal takdirnya namun, ia cukup sadar diri. Kesalahan yang diperbuat bukan hal sepele sebab, ia telah mempermainkan perasaan seseorang.

"Maafin aku Leo, aku terlalu egois. Le, Jema mau nggak ya maafin aku?" gumam Leya. "Kalau Jema nggak mau, aku harus nebus kesalahanku pake cara apa Le?"

Gadis itu mengerjap sejenak kala tak merasakan tetesan air hujan. Padahal bisa ia lihat keadaan sekitar masih deras. Mengadahkan kepala, netra Leya menangkap keberadaan Jema dengan pandangan dinginnya. Leya segera berdiri dengan kaki gemetar.

Leya tersenyum senang, kehadiran Jema menunjukkan bahwa pemuda itu masih perhatian kepadanya. Jema masih mengkhawatirkan keadaan Leya.

"Jema, lo datangin gue? Jem, lo--"

"Jangan kayak gini Ya. Jangan buat gue susah ninggalin lo sendirian. Jadi gadis kuat Ya, jangan lemah!" Jema berujar dingin. Tangannya meraih jemari Leya, memberikan payung yang tadi ia bawa.

"Jem, maafin gue. Jangan tinggalin gue sendirian." Suara Leya bergetar, ia kedinginan. Belum lagi sedari tadi gadis itu tak berhenti menangis.

"Gue udah maafin lo, jadi jangan ngerasa bersalah. Tapi maaf, gue harus pergi Ya." Jema menarik napas pelan, dadanya ikut menyesak melihat keadaan Leya.

"Gue terlalu muak sama diri sendiri yang terlalu berharap sama lo. Sakit juga ya tau kalau cuma dijadiin pelampiasan. Dan Ya, gue nggak mau lo hidup dalam keterpaksaan. Hubungan kalau dipaksain cuma nyakitin yang ngejalanin. Jadi, gue izin pergi lama buat nenangin diri. Nggak tau bakalan balik kapan," ucap Jema.

Mendengar perkataan Jema membuat hati Leya semakin sakit. Kakinya lemas, setelah ini ia akan kehilangan sosok pelindung seperti Jema. Setelah Leo, kini Jema yang pergi dari hidupnya.

"Gue pamit Ya."

Tubuh Leya terjatuh bersamaan dengan kepergian Jema dari hadapannya. Kini kisah mereka diakhiri bersamaan dengan gulungan awan kelabu. Mewakili akhir cerita yang jauh dari kata bahagia. Dan Leya, tak lagi punya rumah untuk pulang.

END

Hingga langit gelap pun diriku berharap harimu panjang

Tidak perlu menaruh hati kepada yang lainnya

Tapi semesta tidak sehati denganku

Waktu berjalan dengan tidak baik-baik saja

Kehilanganmu membuat kesengsaraan bagiku

Tertekan membuat rasa sakit hatiku memuncak ketika harus kehilanganmu

Semesta malah menyuruhku memilih

Sampai aku kehilangan semuanya

Sahabat...

Dan dirimu

NILAMMM_CTN & terracotta_fluff©KeluargaDrimis, 2021

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

NILAMMM_CTN & terracotta_fluff
©KeluargaDrimis, 2021

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

? Terakhir diperbarui: Aug 20, 2021 ?

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Save My Youth | Mark vs JaeminTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang