H E G E M O N Y I BOOK 1 - The Falling Concord

 Ke delapan anggota Blackpack tidur dengan baik setelah perjalanan panjang. Udara di Buckholt begitu segar dan dingin karena berada di deretan pegunungan. Sementara Denny Lodge dan Blackmoor cukup dekat dengan pantai menjadikan wilayahnya cukup hangat sepanjang waktu kecuali musim dingin. Rumah penginapan yang mereka dapatkan cukup besar, pemiliknya adalah biarawan yang senantiasa menghabiskan waktu di kastil. Karena populasinya yang sedikit, membuat lahan masih terbentang luas tanpa kepemilikkan sehingga penduduk di Buckholt memiliki rumah yang lebih besar daripada Blackmoor. Diantara rumah satu dan rumah lainnya bahkan masih bisa dibangun aula pertemuan atau sebuah gereja.

Seonghwa melakukan kebiasaan yang telah melekat padanya seumur hidupnya. Bangun lebih awal, merapikan setiap sudut rumah dan membuatkan sarapan untuk ke delapan adik-adiknya. Meski hanya sepotong roti dan telur. Ia adalah sosok penyayang yang mungkin takkan ditemukan dimanapun. San terbangun dari tidurnya, mendengar ketukan spatula pada penggorengan dimana Seonghwa mengerjakan pekerjaannya. Sebuah musik dipagi hari yang akan terdengar apabila Ia berada dirumah. Segala pekerjaan ini membuatnya rindu pada keluarganya.

Untuk sesaat, Ia berpikir apakah sedang bermimpi mendengar Ibunya memasak di dapur sementara tempat ini bahkan bukan rumahnya. Dengan mata setengah terpejam, Ia mencari suara tersebut, dan mendapati Seonghwa sibuk seorang diri. Ia melihat delapan piring yang tersaji di meja makan. Segelas susu, dan beberapa telur yang sudah matang. "Kak.." panggilnya, sambil menggosok matanya agar lebih terbuka.

Seonghwa memalingkan wajahnya pada San, kemudian tersenyum. "Selamat pagi. Apa aku membangunkanmu dengan keributan ini? Ah, aku minta maaf." Ocehnya, sambil mengangkat telur dari penggorengan. Lalu memasukan telur yang lain.

"Tidak.." jawabnya, kemudian menguap dengan lebar sebagai tanda kesadarannya kembali masuk kedalam tubuhnya. "Harusnya aku membantumu." San menatap ke arah meja makan, mencoba mencari apa yang kurang dari pemandangan tersebut. Tanpa banyak bicara, ia pergi ke lemari di dekat Seonghwa, dimana alat-alat makan disimpan. Mengambil pisau dan garpu sejumlah piring yang tersedia kemudian kembali ke meja makan dan menata satu persatu alat makan tersebut. Seonghwa memandang adiknya yang tiba-tiba ingin ikut sibuk bersamanya dan tertawa kecil.

"Kau bisa bangunkan yang lainnya. Telurnya tidak akan enak jika sudah dingin." Ujar Seonghwa. Setelah menata semua garpu dan pisau tersebut, San bergegas tanpa suara pergi ke kamar-kamar dan membangunkan semua orang.

Mingi keluar dari kamarnya, kemudian duduk di tengah ruangan dan kembali tertidur. Diantara semuanya, dia yang paling sulit dibangunkan. Hongjoong duduk dalam diam, tak ada yang tahu apakah dia juga ikut tertidur sama dengan Mingi atau hanya sedang tidak ingin bicara. Yunho dan Jongho berebut wastafel, untuk mencuci wajah mereka. Yeosang meregangkan tubuhnya, sementara Wooyoung melemparkan tubuhnya ke kursi dengan malas. Ketika semua telurnya sudah matang, mereka semua makan dengan tenang. Kecuali Mingi yang bahkan tertidur saat sedang mengunyah.

"Kak Seonghwa dan Kak Hongjoong kembali cukup larut semalam. Apakah kalian menemukan sesuatu?"

Jongho yang paling bersikap wajar diantara yang lainnya, membersihkan bibirnya dengan serbet yag tersedia dan memulai topiknya tanpa basa-basi. Bagaimanapun juga kedatangan mereka kemari bukan untuk sebuah darmawisata. Wooyoung yang sedari tadi mengunyah makanannya tiba-tiba menelannya dengan cepat ketika Jongho mengajukan pertanyaan tersebut. Ia tak ingin ketinggalan info apapun. Mengunyah makanan akan menghalangi pendengarannya.

"Ya. Seonghwa menemukan dimana markas White Pack itu berada." Jawab Hongjoong terus terang. Kata-katanya berhenti hanya sampai disana.

Tidak puas, Jongho kembali bertanya. "Lalu bagaimana langkah kita selanjutnya? Mengepung markas atau menyerang dari depan?"