Tangan Yara di cengkeram begitu keras sampai ia merasakan rasa sakit hingga meringis. Tubuhnya di dorong ke dalam kamar secara kasar. Kemudian di tinggalkan sendirian di ruang sunyi itu. Hatinya semakin hancur saat tahu Anneth pindah ke luar kota untuk bertugas. Begitu pula Jeon, yang pergi ke luar kota untuk mencari keluarganya yang lain bersama Anneth.
Bayang-bayang tentang adanya Ainsley masih ada menghantui di benaknya. Ia tersenyum sungging saat melihat Ainsley tengah tertidur pulas. Ia melangkah duduk di atas kasur, kemudian mengelus dahinya. Ia memeluknya dan terus mencium wajahnya dengan penuh kasih sayang. Saat ia membuka mata, ia tersentak kaget. Bukan Ainsley yang ia peluk, melainkam bonekanya. Hingga akhirnya ia kembali menangis meraung-raung. Dan mengacak-ngacak rambutnya sambil menariknya frustasi. "Ainsley kenapa tinggalin ibu?" teriaknya.
Beberapa saat kemudian ja duduk di belakang lemari dekat jendela. Menatap kosong ke arah luar. Meratapi malangnya hidup ia. Sudah seharian Leon tidak menemuinya sama sekali. Bukan hanya itu, ia bahkan tidak mau berbicara dengannya dan juga tidak mau bersentuhan dengannya. Ia sangat marah dan kecewa kepada Yara. Pikiran Yara sudah terbelit-belit bagai benang lurus, kemudian di satukan tanpa adanya alur yang jelas hingga akhirnya terbelit-belit.
3 hari telah berlalu begitu cepat. Hanya kesunyian yang Yara rasakan, sebelum tidur ia masih duduk di tempat yang sama sambil memeluk lututnya, begitupula saat ia terbangun. Kantung matanya kini berubah menjadi seperti mata panda. Dengan pakaian yang sama seperti hari itu. Rambut kusut, wajah lecek dan mata perih. Hanya ada bi Aah yang masih peduli kepadanya. Dengan teratur memberikan makanan untuknya, yang hanya akan di makan separuh, bahkan tidak pernah ia sentuh sedikit pun. Rasa perih maupun lapar Yara abaikan untuk merenungkan diri yang larut akan kesedihan. Is kesepian sekarang, biasanya tangis Ainsley yang akan menghancurkan keheningan. Sekarang semuanya telah hening dan sunyi setiap saat. Hanya banyangan di masa itu yang membuatnya sedikit tersenyum.
"Kamu beneran mau ambip universitas harvard?" tanya bu Via.
Leon mengangguk. Ia berjalan sambil menenteng laptop. "Iya. Keputusan aku udah bulat setelah 2 hari menyendiri. Jadi aku udah mutusin buat pindah ke sana juga sampai lulus S3. Karena menurut aku pendidikan itu penting. Bukan tentang otak karena kecerdasan. Tetapi cara berpikir yang dewasa serta positif serta menyekolahkan sikap juga agar tidak berprilaku seenaknya."
"Iya." Bu Via mengangguk. "Mami bangga sekali sama kamu. Lalu rencananya kapan kamu akan pergi?"
"Nanti aku kabarin. Mami mening beresin seluruh barang-barang Mami ya. Takutnya mendadak," balas Leon.
Langkah Leon berjalan memasuki kamarnya, ia tidak bertanya apapun kepada Yara. Bahkan menyapanya pun ia enggan. Sejujurnya tidak bicara dengannya sehari saja membuatnya stres sekali. Tetapi jika ia melihat wajah Yara, hatinya malah semakin sakit untuk itu. Ia mengambil koper, kemudian merapihkan baju-bajunya tanpa Yara sadari. Leon hanya akan membawa yang ia perlukan saja. Setelahnya ia merapihkan barang-barang milik Ainsley untuk di sumbangkan. Melihat pakaian yang belum semuanya Ainsley pakai membuatnya sedih, apalagi melihat baju yang pernah ia pakai membuatnya semakin sedih.
"Kau datang sebentar, tetapi kenangan tentang mu akan terus membekas selamanya," gumam Leon. Kemudian ia melirik Yara yang hanya diam saja sejak tadi. Ia membuka lemari, kemudian memberikan sapu tangan. "Nih!"
Yara mendongak dengan mata sayu. Kemudian memalingkan wajahnya.
"Pake. Nangis terus gak guna buat nyesel apa yang telah kau lakuin." Leon berjongkok. "Tenang aja, aku gak bakalan masukin kamu penjara kok."
Yara masih tetap diam. Kemudian Leon berdiri dan melangkah pergi membawa koper berisi pakaian Ainsley, dan memberikannya kepada seseorang untuk di sumbangkan. Beserta mainan dan juga box tempat tidurnya. Yara melihat itu dari jendela kamar sambil menangis. Setega itu' kah Leon sampai menyumbangkan barang-barang Ainsley. Padahal Leon hanya tidak ingin larut dalam kesedihan dan kembali defresi.

KAMU SEDANG MEMBACA
KLEORA [End]
Teen FictionYara yang petakilan dan suka bikin rusuh tiba-tiba mendapatkan sebuah kabar mengejutkan dari sang cowok good boy yang membuatnya merasa terkekang. Itu semua karena kesalahpahaman warga yang membuat mereka di tuntut menikah. Padahal mereka saudara ti...