“Lusa mulai masuk kuliah. Lo yakin udah siap?”
Cewek yang dibalut jaket hitam milik Raka itu mengangguk. “Gue di apart mulu bosen tau.”
Raka menghela nafas. Keliatan gak ikhlas, tapi dia juga bisa apa? Mungkin cewek itu sumpek, butuh suasana baru, yang mana akhirnya ngebuat Raka mengangguk walau keberatan aslinya. Biar dia seneng lagi juga kan.
“Ka, gue pengen mie tek-tek, ih.”
Raka menoleh heran. Ini jam dua pagi lewat sepuluh, dan kemauan cewek di sampingnya ini ada-ada aja. Tadi pengen nonton yang malah berakhir main FIFA, kini cewek itu ingin makanan warung tenda. Gak salah tuh?
“Gue laper.”
Raka menghela nafas. “Ya udah bentar, gue gojekin dulu. Siapa tau ada.”
Veronica menoleh dan melepas tudung jaketnya. “Keluar aja gimana? Sekalian jalan-jalan.”
“Mana ada jalan-jalan jam dua pagi begini.”
“Ayolah,” cewek itu mulai mengeluarkan jurus jitu; merengek dengan puppy eyes. “Pleaseeeee?”
Fuck! “Oke.”
“Yes!” Veronica berjingkrak senang dan bangun sambil menarik-narik lengan Raka. Tapi ketika mereka udah siap mau keluar, tiba-tiba cewek itu terkesiap dengan wajah pucat. “Hmmp—”
Dan langsung berlari ke kamar mandi.
Raka terpaku. Walau wajahnya datar banget, dalam hati sebenarnya ia juga terhenyak. Berusaha menyangkal segala hal pikiran buruk tentang kondisi cewek itu.
Raka berjalan ke arah kamar mandi, melihat Veronica yang memuntahkan cairan di perutnya ke dalam wastafel. Dengan cekatan cowok itu menarik lembut tiap helaian rambut Veronica ke belakang, menyatukannya agar cewek itu tidak kesulitan.
Dan muntah lagi.
Raka mengelus-elus punggung cewek itu, menenangkan. Menunggu dengan sabar sampai tidak ada lagi yang tersisa.
“Minum dulu.” Cowok itu menyerahkan segelas air hangat. “Kita batalin aja cari mie tek-teknya. Biar gue yang pergi sendiri.”
“Ih,”
“Lo masih sakit.” Setidaknya Raka cuma mau percaya sama hal ini. Bukan hal lain... “Nanti masuk angin, terus makin parah. Nanti gak bisa masuk kuliah.”
Veronica terdiam. Cowok itu ada benarnya juga.
“Tapi gue gak sakit, Ka, badan gue udah sehat. Udah gak demam. Cuma lemes sama mual terus doang.”
Raka makin terpaku dibuatnya.
“Ya udah deh, gue udah gak mau mie tek-tek.”
Melihat Veronica yang cemberut, membuat Raka gak tega. Luluh cowok itu terlalu mudah cuma karena liat mata cewek itu yang mengerjap sedih.
“Ya udah lo maunya apa? Asal jangan keluar apart.”
Veronica terdiam sesaat. “Bobo. Di sofa.”
Raka naik ke atas sofa bed bersamaan dengan cewek itu menyusul. Raka langsung memeluk perut Veronica, sedangkan tangan satunya menjadi bantalan cewek itu. Wajah Raka menempel di puncuk kepala Veronica, menghirup aroma khas cewek itu yang terasa seperti lemon.
“Raka gue mual lagi masa.”
“Mau muntah lagi?”
“Nggak deh. Masih bisa gue tahan.”
“Nanti besok gue beliin obat mual, ya?” bisik cowok itu lembut. “Sekarang bobo dulu. Udah malem.”
“Na-ah, ini udah pagi.”
